Tel Aviv, CNN Indonesia -- Pemerintah Israel sepakat mengubah paham negara itu dari demokrasi menjadi berlandaskan hukum Yahudi yang menekankan paham Semitisme dalam setiap aspek berbangsa. Langkah ini semakin mengancam warga keturunan Palestina dan Arab di Israel yang menganggap RUU ini sangat rasis.
Diberitakan Al-Arabiya, keputusan ini merupakan hasil pemungutan suara kabinet Israel pada Minggu (23/11) yang memenangkan pembentukan negara Yahudi dengan dukungan 14 orang melawan enam orang.
Rancangan undang-undang ini masih harus disetujui parlemen sebelum jadi undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam RUU disebutkan bahwa Israel harus menegaskan karakter Yahudi mereka dan menjadikan hukum Yahudi sebagai dasar pembuat peraturan, bahasa Arab sebagai bahasa resmi kedua setelah Ibrani juga akan dihapuskan.
RUU ini juga memungkinkan pemerintah untuk mencabut seluruh hak-hak warga Arab yang turut serta atau memicu kekerasan, termasuk melempari aparat dengan batu.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang mengajukan RUU ini mengatakan bahwa UU ini diperlukan karena semakin banyak orang yang mengancam posisi Israel sebagai tanah air Yahudi.
"Banyak yang menentang karakter Israel sebagai negaranya orangYahudi. Warga Palestina menolak mengakui ini dan ada pertentangan juga di dalam negeri," kata Netanyahu.
Netanyahu juga mengatakan RUU ini akan sejalan dengan kebijakannya untuk menghancurkan rumah para pelaku kekerasan terhadap warga Israel.
"Para penyerang warga Israel dan yang menyerukan dimusnahkannya negara Israel tidak boleh merasakan hak-hak warga negara, seperti asuransi nasional, begitu juga dengan anggota keluarga mereka," kata Netanyahu, dikutip dari al-Jazeera.
Warga Muslim Arab dan Kristen yang terdiri dari 20 persen populasi Israel menentang keputusan tersebut. Mereka khawatir dengan adanya UU ini, maka rasisme yang mereka rasakan sekarang akan lebih parah.
"Jika RUU ini menjadi UU, maka rasisme akan dijadikan peraturan, yang selama ini merupakan realitas di lapangan, baik dalam hukum dan sistem politik. Demokrasi menjamin seluruh warga memiliki hak yang sama dan setara di hadapan negara, tapi perubahan yang rasis ini membuat pembedaan atas dasar agama," kata Majid Kayyal dari Adalah, organisasi pejuang hak-hak minoritas Arab di Israel.
Jaksa Agung Israel Yehuda Weinstein juga mengatakan bahwa RUU ini akan melemahkan karakter demokrasi di Israel.
Namun Denis Charbit, pengamat politik di Open University, Israel, memprediksi hasil akhir dari RUU ini tidak seperti yang ditakutkan. Dia menduga, UU ini nantinya akan lebih moderat.
"Ini hanya pawai politik. Netanyahu tahu bahwa pemungutan suara terhadap RUU kontroversial yang menuai kritikan dari para penasihat hukum akan sangat bermasalah," kata Charbit.
Baca juga:Rumah Pelaku Penusukan di Israel DihancurkanHamas: Akan Ada Revolusi di YerusalemPenyerangan Marak, Netanyahu Salahkan Abbas