Nairobi, CNN Indonesia -- Sekitar 200 warga Kenya berdemonstrasi di depan kantor Presiden Uhuru Kenyatta, Selasa (25/11), mendesak pemerintah menghentikan aksi pembunuhan 28 warga selama sepekan terakhir yang diduga dilakukan oleh kelompok militan Islam di Kenya.
Kepolisian Kenya menembakkan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang berteriak, "Presiden, hentikan pembunuhan!" Para demonstran meletakkan salib dan empat peti mati di luar gedung selama aksi protes bertajuk #OccupyHarambeeAve itu.
Aksi ini kemudian menyebar hingga ke media sosial Twitter yang menuntut pemerintah untuk segera bertindak mengatasi serangan di Kenya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi bersenjata berdiri di sekitar lokasi protes, sementara para demonstran berteriak, "Lenku harus pergi!" "Kimaiyo harus pergi!"
Teriakan ini ditujukan kepada presiden untuk melengserkan Menteri Dalam Negeri Joseph ole Lenku yang bertanggung jawab atas keamanan negara dan Inspektur Jenderal Kepolisian David Kimaiyo.
Namun saat protes berlangsung, Presiden Kenyatta sedang berada di luar negeri.
Lenku melalui juru bicaranya mengatakan ia tidak akan mengundurkan diri, sementara Kimaiyo tak segera memberi komentar.
Wakil Presiden William Ruto mengatakan pada Minggu (23/11) bahwa pasukan keamanan telah membunuh lebih dari 100 militan Islam setelah insiden penyergapan bus di Nairobi pada Sabtu (22/11).
Ruto meyakinkan bahwa pemerintah Kenya akan mengejar para militan yang masih berkeliaran.
Kelompok militan Somalia jaringan al-Kaidah, Al Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan Sabtu lalu. Kala itu, kelompok bersenjata menyergap sebuah bus dan memerintahkan para penumpang untuk membaca ayat al-Quran.
Mereka lalu menembak 19 pria non-Muslim serta sembilan perempuan yang tidak bisa membaca al-Quran di dalam bus tersebut.
Al Shabaab mengatakan pembunuhan ini merupakan pembalasan atas serangan yang terjadi di masjid di kota pelabuhan Mombasa.
Kepolisian mengklaim bahwa serangan tersebut dilakukan untuk menghalau para pemuda yang, menurut mereka, direkrut untuk melakukan serangan di Kenya.
Hussein Khalid, 32 tahun, seorang pengacara HAM mengatakan pihak keamanan telah memperburuk keadaan dan membuat warga ketakutan.
"Kami ingin melihat pejabat tinggi keamanan diberhentikan karena secara jelas mereka telah gagal menjalankan kewajiban mereka," ujar Khalid. "Jika pemerintah tidak menjawab tuntutan kami, kami akan melanjutkan demonstrasi ini."
Pada 2013 lalu, serangan paling mematikan terjadi di sebuah pusat perbelanjaan di kota Nairobi dan menewaskan 67 orang.