Hong Kong, CNN Indonesia -- Ribuan demonstran pro-demokasi kembali bentrok dengan kepolisian Hong Kong saat mencoba mengepung pusat pemerintahan di Jalan Lung Wo, Distrik Admiralty, pada Senin (1/12) dini hari.
Aksi ini merupakan upaya menentang himbauan pemerintah Hong Kong untuk membubarkan diri setelah lebih dari dua bulan meluncurkan aksi protes di beberapa jalan utama di Hong Kong.
Aksi protes berujung rusuh ini merupakan yang paling parah selama beberapa pekan terakhir. Ribuan petugas kepolisian anti huru-hara dikerahkan dengan menggunakan tongkat pemukul dan semprotan merica untuk mencoba membubarkan massa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Massa berteriak, "Kepung Pusat Pemerintahan!" dan "Jangan Halangi Kami!" saat bentrok dengan polisi. Sementara polisi mencoba memukul mundur demonstran dengan memukul punggung dan kepala mereka serta menembakkan gas air mata di tengah kerusuhan tersebut.
Kerusuhan ini terjadi menyusul ditangkapnya dua pemimpin demonstran, Joshua Wong dan Lester Shum, pada pekan lalu. Jumat (28/11) lalu, demonstran memblokir jalan utama di depan kantor pemimpin Hong Kong, di distrik Admiralty, di samping pusat bisnis Hong Kong.
Baca juga:
Joshua Wong, Pemimpin Demonstran Hong Kong DitangkapSeperti diberitakan
Reuters, Minggu (30/11), puluhan relawan medis yang berada di lokasi kejadian ikut cedera, sebagian besar luka di kepala mereka. Polisi menyatakan sedikitnya 18 orang ditahan.
 Massa berteriak, "Kepung Pusat Pemerintahan!" dan "Jangan Halangi Kami!" saat bentrok dengan polisi. (Reuters/Tyrone Siu) |
Meskipun polisi dapat meredakan kerusuhan dengan cepat, banyak demonstran dengan kacamata pelindung dan perlengkapan protes lainnya menolak meninggalkan lokasi kejadian dan tetap meneriakkan, "Kami ingin hak pilih universal!".
Sebagian demonstran mengangkat payung kuning, yang menjadi alat pertahanan mereka terhadap ayunan tongkat polisi dan semprotan merica. Payung kuning juga telah menjadi simbol gerakan pro-demokrasi di Hong Kong.
Baca juga:
Aksi Protes Memantik KreativitasPekan lalu, polisi telah membersihkan tenda dan barikade demonstran di distrik Mong Kong, salah satu lokasi demontrasi terbesar. Mong Kong merupakan distrik kelas pekerja.
Baca juga:
Pukuli Demonstran, Tujuh Polisi Hong Kong DitahanAksi protes massa selama lebih dari dua bulan ini menuntut pemilihan umum untuk pemimpin Hong Kong berikutnya secara bebas dan demokratis, tanpa campur tangan pemerintah Tiongkok Daratan.
Sementara, pemerintah Tiongkok bersikeras akan menentukan kandidat calon pemimpin Hong Kong pada pemilu yang akan diselenggarakan tahun 2017 mendatang.
 Demonstran dengan kacamata pelindung dan perlengkapan protes lainnya menolak meninggalkan lokasi protes di distrik Admiralty, Senin (1/12) dini hari.(Reuters/Tyrone Siu) |
Serangkaian aksi protes dan demonstrasi Hong Kong melibatkan lebih dari 100 ribu demonstran untuk turun ke jalan. Namun, beberapa pekan belakangan, dukungan publik terhadap aksi ini dinilai mulai berkurang.
Baca juga:
Pekerja di Hong Kong Kembali Masuk KantorHong Kong merupakan daerah istimewa yang berada di dalam kekuasaan Tiongkok setelah daerah ini dikembalikan dari Inggris pada tahun 1997. Tiongkok menerapkan aturan "satu negara dua sistem".
Namun, warga menilai, di bawah kepemimpinan Tiongkok, Hong Kong tak bisa bebas menerapkan demokrasi.