Darwin, CNN Indonesia --
Dua pengungsi perempuan yang sedang mengandung menolak turun dari bis sebagai protes terhadap upaya memaksa mereka masuk ke dalam kamp penahanan hingga melahirkan.
Aksi protes di kota Darwin ini telah berlangsung selama tiga hari.
Kedua perempuan ini dipindahkan ke Australia dari Nauru yang menjadi tempat penahanan para pengungsi untuk mencegah mereka melakukan perjalanan dengan kapal yang berbahaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru bicara Komite Refugee Action mengatakan Nauru tidak memiliki fasilitas medis yang mencukupi dan kedua perempuan yang hidup bebas di Nauru setelah mendapat status pengungsi, sebelumnya diberitahu akan ditempatkan bersama masyarakat lain.
Akan tetapi, ketika tiba di Darwin pada Sabtu (29/11) mereka dimasukkan ke dalam bis untuk dibawa ke kamp penahanan Wickham Point dan mereka pun menolak untuk turun dari bis.
Senator Partai Hijau yang beroposisi, Sarah Hanson-Young, menyebut langkah itu melanggar hukum dan pada akhirnya akan diubah oleh pengadilan Australia.
"Ini merupakan penyalahgunaan kekuasaan Menteri Imigrasi dalam menahan orang. Penahanan hanya bisa dilakukan jika akan mengeluarkan seseorang dari Australia atau menahan seseorang sementara permintaan visa sedang diproses," ujarnya.
"Fakta bahwa pemerintah menahan dua orang wanita hamil di dalam bis dengan suhu di atas 30 derajat sangat mengkhawatirnak," ujarnya.
Badan Meteorologi Australia mencatat suhu di bandar udara Darwin pada bulan Desember rata-rata adalah 32,6 Celcius dan suhu pada Senin (1/12) di atas 34 derajat.
Departemen Imigrasi dan Penjagaan Perbatasan menolak memberi komentar sementara juru bicara Menteri Imigrasi juga tidak bisa dihubungi.
Kebijakan keras Australia untuk menghentikan pencari suaka meliputi antara lain mengirim mereka ke kamp-kamp penahanan di Papua Nugini dan Nauru, dimana pengungsi ditahan dalam jangka waktu lama sementara permintaan suaka mereka diproses.
Kebijakan ini dikritik keras oleh PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Pada Sabtu (29/11), Australia mengatakan telah mencegat satu kapal berisi pencari suaka dari Sri Lanka di dekat perairan Indonesia dan menyerahkan mereka ke pihak berwenang Sri Lanka.
Para pencari suaka itu kemudian ditahan oleh pihak berwenang Sri Lanka karena melanggar hukum imigrasi.
Warga Sri Lanka ini adalah kelompok pencari suaka pertama yang diusir kembali ke negara mereka dalam lima bulan sementara Pengadilan tertinggi Australia menyidangkan gugatan hukum atas hak pemerintah mencegat kapal pencari suaka di luar perairan negara itu.