REVOLUSI MESIR

Pembebasan Mubarak Sirnakan Harapan Reformasi

CNN Indonesia
Kamis, 04 Des 2014 03:02 WIB
Pembebasan mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak menghapus harapan akan ada reformasi politik di negara itu setelah aksi perlawanan jutaan rakyat pada 2011.
Aksi protes mahasiswa di Kairo atas keputusan pengadilan membebaskan Hosni Mubarak dari segala dakwaan kriminal. (Reuters/Amr Abdallah Dalsh)
Kairo, CNN Indonesia -- Gaber Sayyed tidak dapat lagi mempergunakan kedua kakinya setelah satu mobil lapis baja polisi menabraknya dalam aksi kebangkitan rakyat pada 2011 yang berhasil menggulingkan kekuasaan Hosni Mubarak dan menyulut harapan akan era kebebasan dan akuntabilitas.

Empat tahun kemudian, dia mengatakan keputusan pengadilan mencabut tuduhan pembunuhan ratusan pengunjuk rasa ketika revolusi Lapangan Tahrir yang dikenakan pada Mubarak telah menghapus harapan bahwa pengorbanannya akan membuahkan hasil.

"Harapan kami kini hanya pada Tuhan. Keadilan di sini sudah hilang, keadilan telah dipatahkan," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak warga Mesir yang hidup dibawah pemerintahaan Mubarak memandangnya sebagai periode otokrasi dan kapitalisme kelompok pertemanan.

Kehancuran kekuasaan Mubarak menjadi jelmaan harapan dari perlawanan "Arab Spring" yang berhasil menyingkirkan pemimpin otokrat dari Tunisia hingga kawasan Teluk.

Pembebasan Mubarak setelah seluruh dakwaan kriminal dicabut karena alasan teknis dipandang sebagai langkah paling baru dalam upaya memupus kemajuan yang telah dicapai dari aksi protes selama 18 hari itu.

"Apa yang telah berubah? Apa perbedaan Mesir pada 2014 dan Mesir pada 2009 sebelum revolusi? Tidak ada," ujar Ahmed Ezzedine, yang putranya tewas ditembak ketika ikut protes pada 2011.

"Jika Hosni Mubarak dan para pembantunya tidak bersalah, siapa yang membunuh anak saya? Apakah mereka akan mengatakan Ikhwanul Muslimin yang melakukan atau UFO datang dari luar angka dan membunuh orang Mesir dan kemudian pergi lagi?"

Tersingkirnya Mubarak menghasilkan pemilu bebas pertama di Mesir. Tetapi pemenangnya, Momahed Mursi, disingkirkan tahun lalu oleh Abdel Fattah al-Sisi, kepala staf militer Mesir, setelah terjadi aksi protes terhadap kepemimpinan Mursi.

Sisi, yang kemudian memenangkan pemilihan presiden, bertindak keras terhadap Mursi dan kelompok Ikhwanul Muslimin.

Ratusan pendukung Mursi ditembak di jalan-jalan ketika polisi membersihkan kamp-kamp pengunjuk rasa di Kairo tahun lalu.

Pihak berwenang memenjarakan ribuan pendukung kelompok ini, menjatuhkan hukuman mati kepada ratusan lainnya dalam pengadilan massal yang diprotes oleh dunia internasional.

Pegiat sekuler, termasuk kelompok yang menentang pengaruh Ikhwanul Muslimin dan menyambut intervensi militer, kini menjadi kelompok yang juga dimusuhi oleh penguasa baru Mesir.

Puluhan pegiat akan diadili karena melanggar undang-undang unjuk rasa yang diberlakukan tahun lalu dan mencegah warga Mesir kembali melakukan aksi rasa ke jalan-jalan yang berhasil menggulingkan dua presiden dalam tiga tahun.

"Keputusan atas Mubarak adalah pesan paling kuat dari negara bahwa revolusi telah dicabut kembali," ujar Omar Robert Hamilton, pembuat film dan pegiat.

Wajah Lama

Sementara itu, tokoh-tokoh era Mubarak secara bertahap dibebaskan sementara hukum baru membatasi upaya pembangkangan.
Bekas Presiden Hosni Mubarak dibebaskan karena alasan teknis dan meredupkan harapan keadilan bagi korban penembakan pengunjuk rasa 2011. (Reuters/Amr Abdallah Dalsh)
Satu RUU mencantumkan serangkaian pelanggaran mulai dari membahayakan persatuan nasional hingga mengganggu ketertiban umum sebagai dasar untuk mencatumkan satu organisasi sebagai teroris.

RUU lain yang dibahas akan mengekang liputan media terhadap angkatan bersenjata yang merupakan kekuatan tertinggi di negara yang selama enam dekade selalu dikuasi oleh anggota militer.

Sejak 2011 setidaknya 10 politisi era Mubarak, termasuk mantan perdana menteri Ahmed Nazif, telah dibebaskan dari penjara.

Sejumlah politisi yang dulu menjadi anggota kabinet pemerintah terakhir Mubarak kini kembali berkuasa di dalam pemerintahan Sisi.

Politisi itu antara lain adalah Fayza Abul Naga, yang baru ditunjuk sebagai penasehat keamanan nasional Sisi, dan sebelumnya merupakan seorang menteri di dalam pemerintahan Mubarak dan anggota dewan militer yang berkuasa setelah revolusi terjadi.

Saat itu dia memimpin penggerebekan terhadap LSM negara itu.

Perdana Menteri Ibrahim Mehleb sebelumnya adalah seorang pejabat senior Partai Demokrat Nasional pimpinan Mubarak yang kini sudah bubar.

Mohamed Tohamy, pejabat senior keamanan di bawah Mubarak, sekarang kepala badan intelijen.

Namun masih banyak warga Mesir yang sangat mendambakan stabilitas.

Mereka lelah dengan kerusuhan yang tampaknya tidak pernah berakhir dan telah menghancurkan ekonomi, sehingga mereka tidak lagi perduli dengan nasib Mubarak.

Media Mesir pun telah menyuarakan hal yang sama. Sejumlah stasiun televisi bahkan mengisyaratkan bahwa kelompok Islamis lah yang membunuh para pengunjuk rasa meski pun Ikhwanul Muslimin saat itu bagian oposisi.

Keadilan Transisi

Pemerintah menolak berkomentar atas keputusan pengadilan tersebut namun Sisi telah memerintahkan kajian mengenai kompensasi bagi para korban.
Presiden Sisi banyak mengangkat mantan pejabat pemerintah pimpinan Hosni Mubarak. (Reuters/Amr Abdallah Dalsh)


Meski mengecewakan korban dan para pembangkang, keputusan terhadap Mubarak ini tidak mengejutkan.

Para pegiat mengatakan mereka memang ingin Mubarak diadili di pengadilan khusus bukan oleh pengadilan yang menurut mereka tidak mampu meminta pertanggungjawaban para pemimpin yang sudah merasuk dalam sistem dalam waktu yang begitu lama.

Keputusan pengadilan ini masih bisa dipertentangnkan lewat pengadilan banding, yang berarti Mubarak bisa diadili untuk ketiga kali dan terakhir.

Khaled Dawoud, juru bicara Partai Destour yang beroposisi, mengatakan dakwaan-dakwaan baru tengah disusun untuk memastukan Mubarak diadili.

"Kami punya sedikit harapan, tetapi kami tidak punya pilihan lain kecuali terus menekan," katanya. "Tanpa keadilan tidak akan ada stabilitas."

Ezzedine, yang putranya tewas ketika berunjuk rasa, mengatakan kelompok penguasa yang kuat dan kaya tidak memandang perlu ada keadilan bagi korban yang tewas pada 2011.

"Karena mereka membunuh kaum miskin, jadi bukan masalah. Mereka hanya seperti binatang," ujarnya. "Mesir berpenduduk 90 juta jadi jika 500 atau 600 atau 1.000 orang tewas, bukan hal penting."
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER