Amsterdam, CNN Indonesia -- Amerika Serikat menyerukan pemantauan lebih dekat terkait penghancuran 12 fasilitas produksi senjata kimia yang sudah tertunda beberapa bulan di Suriah.
Damaskus telah menyerahkan lebih dari 1300 metrik ton bahan kimia beracun tetapi belum menghancurkan serangkaian bungker bawah tanah dan hanggar yang digunakan untuk memproduksi dan menyimpan persediaan bahan kimia yang mematikan.
Suriah bergabung dengan konvensi senjata kimia tahun lalu setelah serangan gas sarin pada 21 Agustus menewaskan ratusan warga sipil di Ghouta, kota dipinggiran Damaskus. (baca:
Pabrik Senjata Kimia Suriah Akan Dihancurkan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah Presiden Bashar al-Assad dan pasukan pemberontak saling menunding siapa yang bertanggung jawab atas serangan itu.
Adalah “mengecewakan bahwa penghancuran dua belas fasilitas produksi senjata kimia yang diakui oleh Suriah kini tertunda jauh dari jadwal," kata Bob Mikulak, perwakilan AS untuk Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada Rabu (3/12).
"Pemantauan lebih jelas diperlukan," katanya.
Keterlambatan menghancurkan fasilitas disebabkan oleh kesulitan dalam mencari kontraktor komersial untuk melaksanakan pekerjaan itu, kata sumber diplomatik kepada Reuters.
Sebuah perusahaan yang tadinya dikontrak dibatalkan setelah ditemukan perusahaan itu memiliki hubungan dengan pemerintah Assad.
Proses penghancuran yang didanai oleh masyarakat internasional ini juga akan dikenai pajak oleh Damaskus, membuat marah pemerintah negara-negara lain.
Menurut para diplomat, sebuah perusahaan baru telah dikontrak dan rincian rencana penghancuran sedang dikerjakan dengan para ahli dari OPCW.
Mikulak mengatakan penghancuran fasiitas adalah "elemen kunci dalam membangun kepercayaan bahwa program senjata kimia Suriah telah dihilangkan seluruhnya.”