KEBEBASAN MEDIA

Erdogan Bela Penyerangan Terhadap Media

CNN Indonesia
Selasa, 16 Des 2014 05:07 WIB
Presiden Turki, Tayyip Erdogan, membela serangan terhadap kantor media setempat pada pekan lalu yang dinilai dekat mantan sekutunya, Fetullah Gulen.
Presiden Turki, Tayyip Erdogan juga menuduh mantan sekutunya, Fetullah Gulen memperkuat pengaruhnya di media. (Reuters/Ints Kalnins)
Istanbul, CNN Indonesia -- Presiden Turki, Tayyip Erdogan, membela serangan yang terjadi pada akhir pekan lalu terhadap kantor media setempat yang dekat mantan sekutunya, Fetullah Gulen.

Erdogan menyatakan, penyerbuan terhadap Zaman Daily dan Televisi Samanyolu merupakan respon yang diperlukan sebagai balasan atas operasi kotor yang oleh musuh politik pemerintah.

"Mereka menangisi kebebasan pers, tetapi serangan (terhadap media), kemarin tak ada hubungannya dengan hal itu," kata Erdogan, di Istanbul, seperti diberitakan Reuters, Selasa (16/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pekan lalu, kepolisian Turki menangkap sejumlah wartawan dan perwakilan media di Turki. Sebanyak 24 orang ditahan polisi, termasuk di antaranya jajaran eksekutif media dan mantan pejabat kepolisian.

Langkah tersebut telah mendapat kecaman dari Uni Eropa, karena dinilai bertentangan dengan kebebasan media, yang merupakan inti prinsip dari demokrasi.

"Kami tidak memiliki kekhawatiran tentang kecaman Uni Eropa," kata Erdogan mengomentari kecaman Uni Eropa terhadap penyerangan media tersebut.

Erdogan dan Gulen kini berada dalam konflik terbuka sejak adanya investigasi terhadap pengikut Erdogan sejak tahun lalu.

Erdogan menuduh Gulen menghimpun kekuatan di pemerintahan melalui pendukungnya di peradilan, kepolisian, dan lembaga lainnya.

Erdogan juga menuduh Gulen memperkuat pengaruhnya di media, dan berambisi untuk menggulingkan Erdogan.

Gulen membantah semua tuduhan tersebut.

Ribuan polisi dan ratusan hakim dan jaksa yang diduga setia kepada Gulen telah dipindahkan sejak skandal korupsi menyeruak, yang menyebabkan pengunduran diri tiga menteri pemerintah pada tahun lalu.

Erdogan mengisyaratkan akan melakukan pembersihan terhadap para pembelot di sejumlah lembaga peradilan dan beberapa lembaga negara lainnya, termasuklembaga ilmiah Tubitak.

Ratusan pegawai negeri sipil, termasuk polisi, jaksa dan ilmuwan Tubitak, telah diberhentikan seiring dengan meningkatnya ketegangan pemerintah Erdogan dengan Gulen.

Sementara, Komisaris Perluasan Uni Eropa Johannes Hahn menyatakan langkah Turki menyerang media tidak memberikan manfaat kepada upaya Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini, yang bertemu dengan Erdogan pada pekan yang lalu mengatakan dia sangat terkejut dengan langkah Erdogan yang menyerang media tak beberapa lama setelah melakukan pembicaraan konstruktif dengannya.

Juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan serangan kepada media tersebut adalah hak Turki untuk membersihkan keraguan terhadap prinsip-prinsip dasar demokrasi.

Seiring meningkatnya tensi perang terbuka antara Erdogan dan Gulen, mata uang Turki, Lira, semakin melemah terhadap dolar AS.

"Kita lihat saja apakah ini akan menjadi akhir dari upaya Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa," kata Timothy Ash, penelitian pasar negara berkembang dari Standard Bank yang berbasis di London.

Erdogan, yang terpilih pada 2002 lalu, memperkenalkan banyak reformasi demokrasi di tahun pertama kekuasaannya dan menahan keterlibatan militer dalam politik.

Oleh karena langkah politiknya tersebut, sekutu NATO sering mengutip Turki sebagai contoh demokrasi Muslim yang sukses.

Namun, pengamat mengkritik belakangan ini Erdogan tidak dapat menerima perbedaan pendapat.

Baca juga: Uni Eropa: Turki Melanggar Nilai-Nilai Eropa
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER