PEMBERANTASAN TERORISME

Tahun 2015 dalam Bayang-bayang Terorisme

CNN Indonesia
Selasa, 30 Des 2014 10:42 WIB
Tahun 2015 menandai pekerjaan rumah yang masih panjang dalam upaya pemberantasan terorisme, dengan agenda utama ISIS dan al Qaeda serta lone wolf.
Serangan udara akan terus dilanjutkan oleh pasukan koalisi pimpinan AS untuk menggempur ISIS di Irak dan Suriah. (Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi berdarah kelompok militan radikal mewarnai sepanjang tahun 2014. Ditandai dengan proklamasi kekhalifahan oleh kelompok bersenjata Negara Islam Irak dan Suriah, ISIS, penculikan ratusan siswi sekolah di Nigeria oleh Boko Haram, hingga pembantaian ratusan anak yang tidak berdosa oleh Taliban di sebuah sekolah di Pakistan.

Perusahaan analisa risiko di Inggris Verisk Maplecroft awal Desember 2014 dalam laporannya  bertajuk Political Risk Atlas (PRA) untuk 2015 mengungkapkan bahwa angka korban tewas akibat terorisme meningkat hampir 25 persen pada perhitungan antara 1 November 2013 hingga 31 Oktober 2014.

Serangan yang dilakukan oleh kelompok seperti ISIS dan Boko Haram semakin efektif dalam menyebabkan banyak korban tewas.
Juni 2014 pengikut ISIS yang berangkat dari Indonesia adalah 86 orang, menjadi 264 orang pada OktoberSaud Usman Nasution, Kepala BNPT

Tahun depan, Maplecroft memprediksi dunia masih belum akan mencapai stabilitas keamanan, seiring kekuatan kelompok teroris yang masih sulit teredam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2015 dunia masih akan menuai ancaman dari kelompok seperti ISIS dan al-Qaidah.

ISIS yang telah melebarkan sayapnya hingga keluar Irak dan Suriah memiliki rencana ambisius selama lima tahun, yaitu menguasai Timur Tengah hingga Eropa, sekaligus juga mencaplok Asia Selatan dan Afrika.

Walaupun al-Qaidah diprediksi sudah melemah, namun organisasi militan pimpinan Ayman al-Zawahiri ini masih memiliki banyak afiliasi di Afrika, Timur Tengah dan Asia yang bergerak secara mandiri serta agresif.

Menurut laporan tahunan Kementerian Luar Negeri AS April lalu, ketidakstabilan dan pemerintahan yang lemah di Timur Tengah dan Afrika Barat menguntungkan sayap-sayap al-Qaidah dalam memperluas operasi mereka di Yaman, Suriah, Irak, Afrika Utara dan Somalia.
Serangan Taliban ke sekolah menjadi serangan paling mematikan yang mengguncang dunia, setidaknya 145, 132 diantaranya anak-anak tewas. (Reuters/Fayaz Aziz)

Selain itu diprediksi aliran warga asing yang ikut bertempur di Suriah juga masih akan terjadi tahun depan. Diperkirakan ada ratusan warga asing yang bertempur di Suriah dan Irak, termasuk dari Indonesia.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Saud Usman Nasution mengatakan bahwa jumlah WNI yang bergabung dengan ISIS bertambah tiga kali lipat dalam beberapa bulan terakhir, menjadi sedikitnya ada 500 orang.

"Pada Juni 2014 jumlah pengikut ISIS yang berangkat dari Indonesia adalah 86 orang. Jumlah ini meningkat menjadi 264 orang pada Oktober," kata Saud, dikutip dari Strait Times awal Desember lalu.

Peneliti gerakan Islam radikal Al Chaidar mengatakan pada 2013 pendukung ISIS di Indonesia mencapai dua juta orang. Tahun depan diperkirakan jumlahnya berkembang dua kali lipat.

"Jumlah mereka akan semakin meningkat. Bisa jadi mereka memang kalah di pertempuran, tapi akan memenangkan peperangan. Artinya, kekalahan mereka di pertempuran memicu simpati yang akan menimbulkan dukungan," kata Chaidar kepada CNN Indonesia, Selasa (23/12).

Lone wolf
Penyanderaan di kafe Lindt dilakukan oleh seorang lone wolf yang mengaku mendukung ISIS. Tiga orang tewas, termasuk pelaku dan dua orang sandera. (Reuters/David Gray)

Tahun ini juga menandai berbagai penyerangan oleh individu di berbagai negara, korban radikalisasi melalui internet. Pelaku yang dikenal dengan istilah lone wolf ini melakukan penyerangan skala kecil sendirian dan tidak berafiliasi dengan kelompok teroris manapun.

Serangan paling terkenal adalah pengeboman di acara Marathon Boston, Amerika Serikat, yang dilakukan oleh kakak beradik Tamerlan dan Dzhokhar Tsarnaev pada 15 April 2013, menewaskan tiga orang dan melukai 264 lainnya.

Di penghujung 2014, serangan semacam ini terjadi di sebuah kafe di pusat bisnis kota Sydney, Australia. Man Haron Monis, pengungsi asal Iran, menyandera tamu dan pelayan kafe Lindt pada 15-16 Desember 2014.

Drama penyanderaan berakhir dengan baku tembak yang menewaskan Monis dan dua orang sandera. Monis dalam akun media sosialnya mengaku mendukung ISIS.

Serangan serupa juga terjadi di Perancis, saat pelaku menabrakkan mobilnya ke sekumpulan orang sambil berteriak takbir.

Menurut Menteri Keamanan Dalam Negeri Jeh Johnson, lone wolf adalah fenomena yang baru ditemuinya belakangan ini. Fenomena ini menghancurkan paradigma lama AS yang menyelidiki pola terorisme yang sama selama bertahun-tahun.

"Inti dari al-Qaidah adalah komando yang relatif tradisional dan kendali yang terstruktur. Seseorang akan direkrut al-Qaidah, dilatih di kamp luar negeri dan dikirim untuk melakukan serangan teroris," ujar Johnson, November lalu pada CNN.

"Fenomena terbaru yang saya lihat sangat memprihatinkan. Seseorang yang sama sekali tidak pernah bertemu anggota organisasi teroris, tidak pernah dilatih di kamp, yang hanya terinspirasi oleh sosial media --literatur, propaganda, pesan-- melakukan tindak kekerasan di sebuah negara," lanjut Johnson.

Tahun depan perkara lone wolf ini diprediksi masih akan menghantui banyak negara. Pemerintah Amerika Serikat dan Eropa tahun depan akan lekat mengawasi media sosial dan internet.

Menurut laporan Institute for Policy Analysis of Conflict, IPAC, September lalu pemerintah harus mengawasi ruang percakapan internet, salah satu tempat ISIS membentuk dukungan.

Ruang percakapan itu, kata IPAC, dijalankan oleh pendiri Al-Muhajiroun, kelompok garis keras yang berdiri di Inggris tahun 2005. Kelompok ini mengadakan acara di berbagai kota di Indonesia untuk meyakinkan umat Muslim untuk berbaiat pada Abu Bakar al-Baghdadi, pemimpin ISIS.

"Salah satu rekomendasi untuk pemerintah baru: Memperkuat kapasitas penjara dan pusat imigrasi untuk mengawasi potensi para pembuat kekacauan namun tetap menyerahkan upaya pemberantasan terorisme di tangan polisi," kata Sidney Jones, direktur IPAC dalam pernyataannya, dikutip International Business Times.

Memberantas dari Akar
Konflik internal sejak 2011 dan kini ditambah lagi dengan ancaman ISIS membuat setidaknya 3,2 juta warga Suriah sudah meninggalkan negara itu. (Reuters/Hosam Katan)

Verisk Maplecroft memperkirakan terorisme dan kekerasan politik akan terus berlanjut pada 2015 di Suriah, Irak dan Nigeria. Mesir dan Libya, lanjut lembaga ini, juga disorot sebagai negara berbahaya sasaran terorisme pada 2015.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon awal Desember lalu mengatakan bahwa 2015 adalah tahunnya "aksi global". Ban menyerukan seluruh komunitas di seluruh dunia untuk memberantas ekstremisme.

"Tahun 2015 harus menjadi tahun aksi global. Saat PBB memasuki usia 70 tahun pada 2015, kita punya tugas memenuhi panggilan masyarakat seluruh dunia untuk berbagi kemakmuran dan masa depan gemilang untuk semua," kata Ban.

Smith Al Hadar, pengamat Timur tengah dari Indonesian Society for Middle East Study, mengatakan bahwa serangan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap ISIS di Timur Tengah memang melemahkan kelompok tersebut, namun hanya memotong ekornya saja.

"Mereka hanya memotong di ekor para jihadis, tetapi akar ideologi tetap hidup dan menyebar. Hal ini disebabkan situasi dunia Islam dan juga pengaruh dari dunia luar," kata Smith pada CNN Indonesia.

Menurut Chaidar upaya pemberantasan terorisme di Indonesia masih belum optimal karena belum terlalu menyasar ideologi.

Awal tahun 2014, pemerintah pernah mendatangkan ulama asal Yordania Syekh al-Halaby untuk berdiskusi dengan para tersangka terorisme di berbagai penjara. Menurut Chaidar ini belum cukup.

Dia menjelaskan, pemerintah harus mengadakan diskusi atau debat yang disiarkan secara nasional untuk mematahkan prinsip-prinsip radikalisme.

"Banyak hasil diskusi yang seharusnya disiarkan. Ada beberapa tema yang sangat dikuasai ilmuwan dari berbagai universitas, di antaranya wacana tentang konsep khilafah, jihad, baiat atau negara Islam," tegas Chaidar.

"Mereka (kelompok radikal) belum menyadari tindakan mereka merusak agama Islam. Citra Islam menjadi jelek," lanjut Chaidar lagi.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER