PRESIDEN RUSIA

15 Tahun Berkuasa, Putin Mulai Tak Beruntung

CNN Indonesia
Rabu, 31 Des 2014 12:53 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin mulai kehabisan keberuntungan setelah 15 tahun berkuasa ditengah krisis ekonomi akibat sanksi Barat dan harga minyak turun.
Setelah 15 tahun menjabat, Vladimir Putin kembali dihadapkan dengan berbagai krisis serta gejolak yang diperkirakan tidak akan mampu ia tangani. (Reuters/Mikhail Klimentyev/RIA Novosti/Kremlin)
Moskow, CNN Indonesia -- Ketika Vladimir Putin mengambil alih kekuasaan dari Boris Yeltsin yang tiba-tiba sakit pada akhir 1990an, langkah pertamanya adalah pengumuman di televisi bahwa dia menjamin kebebasan Rusia seperti yang diperlukan oleh 'masyarakat beradab'.

Lima belas tahun kemudian, banyak pengamat menuduh mantan agen mata-mata KGB ini mengorbankan kebebasan politik dan ekonomi untuk gagasan kejayaan ala Uni Soviet dengan membawa perekonomian negara tersebut  mendekati jurang keruntuhan dan membuat negara ini terisolasi dari dunia internasional atas krisis Ukraina.

Lembaga jajak pendapat mengungkapkan, penilaian terhadap Putin cukup tinggi di Rusia dan gelombang protes tidak mungkin akan terjadi dalam waktu dekat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, stabilitas finansial yang dicapai ketika dia menjabat sebagai presiden pada kesempatan pertama - akibat harga energi yang tinggi - kini terancam akibat harga minyak yang turun serta pelemahan nilai tukar rubel terhadap dolar.

Nasib Putin dan sistem yang ia bangun itu kini bergantung pada upayanya dalam menangani krisis ekonomi yang parah serta konflik di Ukraina.

"Mempertanyakan apakah Putin dapat memenangkan pemilihan umum 2018 sudah bukan lagi sebuah pertanyaan yang tepat," ujar Gleb Pavlovsky, mantan juru bicara Kremlin kepada Reuters, Selasa (30/12).

"Putin berupaya untuk tetap pada prinsipnya namun ini sangat sulit. Pertanyaannya sekarang bukan apakah Putin akan bertahan, tetapi apakah prinsip itu yang akan bertahan," lanjut Pavlovsky.

Sekutu Putin tetap mendukungnya dan menggambarkan Putin sebagai sosok pemimpin yang kuat yang mampu membawa Rusia keluar dari kekacauan ekonomi serta politik di bawah pemerintahan Yeltsin pada 1990an, dekade pertama setelah runtuhnya Uni Soviet.

Pada Oktober lalu Kepala administrasi Kepresidenan Sergei Ivanov menyatakan bahwa 'Putin adalah Rusia'.

Putin dan sekutunya menyalahkan permasalahan ekonomi ini pada faktor eksternal, terutama dari negara Barat.

Sementara pihak lain di Rusia, seperti mantan sekutu yang dulu bekerja untuk Putin, mengatakan bahwa pemimpin Rusia itu sudah tidak mampu lagi menyelamatkan Rusia dari krisis.

"Dia dulu memiliki kesan sebagai seorang penyelamat yang mampu menangani dan menyelesaikan masalah, sesulit apapun. Ia adalah pria yang beruntung. Namun sekarang, kami mungkin berada di masa krisis terburuk sejak runtuhnya Uni Soviet," ujar mantan Wakil Menteri Energi Rusia Vladimir Milov.

"Putin menunjukan dia tidak memiliki rencana," ujar Milov melanjutkan.

Melewatkan peluang

Milov yang saat ini menjadi oposisi menjelaskan bahwa Putin telah melewatkan peluang dalam  15 tahun terakhir ini.

Ketika Yeltsin secara mengejutkan mengundurkan diri dan menunjuk Putin sebagai penerusnya pada 31 Desember 1999, pemimpin baru ini menyiapkan rencana awal di hari yang sama dalam sebuah pidato singkat kepada rakyat.
Nilai mata uang rubel terus turun yang memaksa bank sentral Rusia melakukan intervensi untuk menahannya. (Reuters/Eduard Korniyenko)
Ia mengatakan bahwa negara akan melindungi kebebasan berbicara, keyakinan, media massa dan hak-hak lain yang ia sebut sebagai 'hak dasar masyarakat beradab'.

Saat itu, mantan agen mata-mata KGB dan perdana menteri berusia 47 tahun ini dinilai oleh banyak warga Rusia sebagai pria yang mampu menghidupkan kembali kejayaan masa lalu.

Ia pun dengan mudah memenangkan pemilihan presiden pada 2000 akibat pencitraan tersebut.

Di masa-masa berikutnya, Putin memperketat cengkeraman dengan mengekang media, menghancurkan pemberontakan di Chechnya, mengembalikan kendali Kremlin atas wilayah-wilayah yang diduga ingin merdeka dan menyaksikan perekonomian global yang mengalami krisis pada 2008.

Putin juga menggunakan metode sewenang-wenang untuk memotong sayap para pengusaha, yang dikenal sebagai oligarki, yang memiliki pengaruh serta harta kekayaan dari hasil penjualan aset negara pada 1990-an.

Salah satunya, Mikhail Khodorkovsky yang merupakan pria terkaya di Rusia dan dijatuhi hukuman10 tahun penjara atas kasus pencurian dan pencucian uang setelah berselisih dengan Putin.

Beberapa pengamat berpendapat situasi tersebut merupakan titik balik setelah kebebasan ekonomi dan politik dibatasi, dan Putin hingga saat ini melepas upaya membangun hubungan dengan Barat karena merasa pendekatannya tidak akan ditanggapi secara serius.

Kepala lembaga jajak pendapat independen Levada Center, Lev Gudkov, mengatakan sistem politik multi-partai pada praktiknya tidak berlaku di Rusia.

"Tentu saja ini bukan totalitarianisme Stalin ataupun represi massa, tetapi sekarang ini lebih kepada 'penangkalan represi'," ujar Gudkov merujuk pada pemimpin oposisi yang kini berada di dalam tahanan.

Dukungan

Intervensi negara dalam sistem perekonomian, atau disebut dengan 'kapitalisme negara', menyebabkan krisis finansial global selama 2008-2009 dan 2008-2012 di masa pemerintahan Presiden Dmitry Medvedev.

Meskipun Medvedev adalah presiden Rusia, Putin tetap menjadi orang yang paling berkuasa di Rusia dan terpilih kembali pada pemilihan presiden 2012, meskipun rakyat melakukan aksi protes untuk menolaknya.

Sejak saat itu, perekonomian Rusia terus turun dengan bayangan resesi, inflasi tahunan mencapai 9 persen pada November dan diperkirakan lebih tinggi pada 2015, sementara cadangan mata uang dan emas terkuras ketika bank sentral mencoba menopang nilai tukar rubel.
Boris Yeltsin secara tiba-tiba mengundurkan diri dan menunjuk Vladimir Putin sebagai penggantinya. (Reuters/Stringer)
"Rusia akan merosot. Itu artinya sistem yang dibuat oleh Putin, yaitu kapitalisme bagi sekutunya, telah runtuh," ujar Mikhail Kasyanov, mantan perdana menteri Putin di masa jabatan empat tahun pertamanya.

Seperti oposisi lainnya, Kasyanov mengatakan Putin gagal menggunakan tahun-tahun kejayaannya untuk membangun infrastruktur seperti jalan, tidak memberantas korupsi dan menghabiskan uang untuk proyek seperti Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014.

Proyek ini disebut-sebut sebagai pencitraan Rusia kepada Barat.

Saat ini para elit politik dan pengusaha bersatu di belakang Putin. Gudkov berpendapat Putin masih mendapat keuntungan dalam hal popularitasnya setelah mencaplok Krimea dan dukungan terhadap separatis di wilayah timur Ukraina, meskipun menyebabkan internasional mengenakan sanksi kepada Rusia.

Namun Gudkov mengatakan rasa tidak puas di kalangan rakyat semakin luas  seiring dengan krisis ekonomi dan menurunnya euforia soal Krimea.

Menurut Gudkov, Putin memiliki dukungan yang cukup untuk bisa mengatasi rasa tidak puas ini selama 18 bulan hingga dua tahun, tetapi ketidakpuasan ini akan mulai tumbuh berkembang pada kuartal kedua tahun depan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER