Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 12 orang tewas dan setidaknya sebelas lainnya luka-luka akibat penembakan kantor majalah satire Charlie Hebdo di Paris, Perancis, pada Rabu (7/1).
Termasuk dalam korban tewas adalah pendiri majalah, Jean "Cabu" Cabut and pemimpin redaksi Stephane "Charb" Charbonnier.
Rico, seorang teman Cabut yang ikut dalam aksi solidaritas di Paris, mengatakan rekannya harus membayar akibat orang-orang yang tak mengerti selera humornya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Serangan ini hanya akan membuat keadaan makin buruk. Ini seperti tsunami, tidak berhenti dan apa yang terjadi hari ini kemungkinan akan memberi senjata bagi Front Nasional,” kata Rico kepada Reuters.
Front Nasional adalah kelompok sayap kanan yang mendapat banyak dukungan setelah mereka menentang tingginya arus imigrasi ke Perancis.
Pemimpin Front Nasional, Marine Le Pen, mengatakan terlalu cepat untuk mengambil kesimpulan politis mengenai tragedi di kantor Charlie Hebdo.
“Teror yang meningkat terkait dengan fundametalisme Islam adalah fakta,” ujar Le Pen menambahkan.
Anti Islam di Eropa PEGIDA, gerakan anti-Islam yag baru dimulai Oktober tahun lalu, didukung makin banyak orang. (Reuters/Wolfgang Rattay) |
Dilansir Reuters, kelompok sayap kanan Jerman,
PEGIDA, yang dalam beberapa bulan terakhir rutin melakukan demonstrasi anti-Islam, mengatakan bahwa serangan di Charlie Hebdo menunjukkan dengan jelas bagaimana ancaman dari kekerasan militan Islam.
Banyak analis yang mengatakan peristiwa penembakan ini juga memberikan amunisi bagi tensi anti-Islam dan anti-imigran yang kini memang sedang meningkat di beberapa negara Eropa, termasuk Perancis.
“Peristiwa seperti di Paris hanya menambahkan minyak ke api,” ujar Joerg Fobrig, direktur program Marshall Fund, seperti dikutip dari Bloomberg.
Seorang politisi anti-Islam ternama asal Belanda, Geert Wilders, yang juga membuat film kontroversial Fitna, ikut merespon penembakan itu.
“Kapan Rutte (Mark Rutte, Perdana Menteri Belanda, red) dan pemerintahan barat lain akhirnya menyadari: ini adalah perang,” kata Wilders.
Sebelumnya,
tiga masjid di Swedia kali telah dibakar dan polisi hingga kini masih mencari pelakunya.
Di Jerman, sekitar 18 ribu orang ikut serta dalam
protes anti-Islam, terutama di kota-kota sebelah timur.
Persoalan imigranGerakan anti-Islam kian mendapat dukungan di beberapa negara Eropa, seiring dengan tingginya arus
pengungsi dari Timur Tengah. Ini diperparah dengan rentetan aksi ekstremisme yang terjadi, seperti pemenggalan korban ISIS yang menguasai Suriah dan Irak, serta
penyanderaan Kafe Lindt di Sydney Desember lalu.
Pengungsi yang meninggalkan negara mereka karena kecamuk konflik ini, harus menghadapi penolakan dari berbagai kalangan di negara tujuan mereka, terkait dengan krisis ekonomi yang melanda Eropa.
"Eropa berada dalam cengkeraman begitu banyak ketegangan terkait persoalan Islam dan imigrasi," kata Shada Islam, direktur kebijakan di Friends of Europe, kelompok penasehat di Brussels, Belgia, dikutip dari Bloomberg.
"Ada bahaya segera setelah ini yang akan memperkuat kampanye anti-imigrasi, tetapi Anda harus memiliki strategi jangka panjang ketika emosi mereda."