Paris, CNN Indonesia -- Dua belas tahun lalu, satu dari dua bersaudara yang diduga melakukan penembakan di majalah satire Charlie Hebdo pada Rabu (7/1) adalah anak muda yang tak berbeda dengan remaja lain di Perancis, yang lebih tertarik pada gadis-gadis.
Tahun 2003 lalu, Cherif Kouachi adalah pengantar pizza yang bermimpi menjadi penyanyi rap.
Namun kini, ia dan saudaranya,
Said Kouachi adalah orang paling dicari di Perancis setelah mereka dengan brutal
menyerang media Charlie Hebdo—yang pernah mempublikasikan kartun Nabi Muhammad—dan mengakibatkan 12 orang tewas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kouachi, pernah ‘disepelekan’ oleh pengacaranya saat ia diadili pada 2005 lalu atas keterlibatannya dalam mengirimkan pemuda Perancis ke Irak.
Lahir di Paris dari orang tua keturunan Aljazair yang telah meninggal dunia saat mereka masih kecil, kedua bersaudara Kouachi tumbuh dan besar di rumah yatim piatu di kota Rennes, Perancis.
Lulus dengan memegang diploma guru olah raga, Cherif Kouachi kembali ke Paris dan bekerja sebagai pengantar pizza untuk bertahan hidup.
“Ia dulu menjadi bagian dari kelompok anak muda yang sedikit tersesat, bingung dan tidak terlalu fanatik dalam ukuran kebanyakan orang,” kata mantan pengacaranya, Vincent Ollivier kepada Liberation Daily. “Ia waktu itu tidak terlalu banyak berpikir tentang Islam.”
Dalam dokumentasi media Perancis France 3 tahun 2005, Cherif terlihat bernyanyi rap dalam bahasa Inggris, terbalut celana jeans dan jaket sweatshirt besar dengan topi baseball di kepalanya.
Meski terdapat beberapa catatan kriminal atas pencurian kecil dan penjualan narkoba, ia disebut lebih tertarik pada gadis cantik dan musik dari pada Islam.
Namun itu terjadi sebelum ia bertemu dengan Farid Benyettou.
Pelatihan amatirSetahun lebih tua dari Cherif, Farid Benyettou adalah penganut Islam taat dan sering menjadi mentor bagi beberapa anak muda serta mulai populer di beberapa masjid di wilayah imigran di Paris.
Bersama Farid Benyettou, Cherif mulai menghadiri kelas-kelas agama. Ia mulai menonton video-video soal Jihad dan mulai menumbuhkan janggutnya.
Dalam kesaksiannya di pengadilan pada 2008, Cherif mengaku Farid Benyettou telah mengajarkan bahwa pelaku bom bunuh diri bisa mati sebagai martir atau syahid.
Cherif juga mengaku ia sangat terpengaruh oleh penyiksaan yang dilakukan oleh Amerika Serikat di penjara Abu Ghraib di Irak.
Sel “Buttes Chaumont” yang dipimpin Benyettou di mana Cherif juga menjadi bagiannya, telah mengirim sekitar 12 pemuda di bawah 25 tahun ke Irak.
Sementara keyakinan mereka sengit, pelatihan mereka disebut amatir.
Kelompok ini berlari di sekitar taman beberapa kali untuk membentuk fisik mereka dan pernah diberi pelatihan rahasia tentang cara menggunakan senapan Kalashnikov, melalui sketsa.
Pada 25 Januari 2005, Cherif ditangkap saat ia sedang bersiap-siap untuk terbang sendiri ke Irak melalui Suriah dalam aksi polisi untuk memecah sel yang juga menjaring Benyettou. Pada kesaksiannya, Cherif mengaku merasa gugup.
"Saat waktu semakin dekat, semakin saya ingin memutar kembali waktu. Tapi jika saya ketakutan, saya mempertaruhkan diri dilihat sebagai pengecut," katanya kepada hakim saat itu.
Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada 2008, tetapi hanya berada di dalam penjara 18 bulan. Ia diletajkkan di dua penjara paling keras di Perancis.
Pengalaman itu mengubah dia untuk selamanya, ingat pengacara Ollivier: "Dia tidak berbicara lagi dengan orang-orang. Dia bukan orang yang sama.”
Tubuhnya juga telah berubah berkat latihan di penjara: "Seorang yang sepele yang telah berubah menjadi berotot,” kata Ollivier.
Salah satu pekerja sosial yang diwawancarai France 3 mengingat bahwa, sementara di tahanan menunggu persidangan, Cherif mulai memahami bahwa ia telah dimanipulasi oleh Benyettou.
"Dia menyadari bahwa ia telah tertipu dan terjerat dalam sesuatu yang ia sendiri bahkan tidak dimengerti," katanya.
Setelah menjalani hukuman pada 2008, Cherif dibawa lagi ke polisi pada 2010. Dia dicurigai menjadi bagian dari kelompok yang mencoba membebaskan Smain Ali Belkacem dari penjara, orang yang bertanggung jawab apda serangan di transportasi publik Paris pada 1995 yang menewaskan delapan orang dan melukai 120 lainnya.
Namun polisi memiliki hanya sedikit bukti konkret terhadap dirinya selain beberapa video radikal dan pidato al-Qaeda disita dalam penggeledahan rumahnya dan riwayat penelusuran internetnya yang menunjukkan Cherif telah mencari situs Jihadis online.
Dalam beberapa hari mendatang, publik Perancis tampaknya akan mempertanyakan seberapa banyak informasi yang dimiliki oleh polisi Perancis soal Cherif hingga ia bisa lolos dan berhasil melakukan serangan paling mematikan di Perancis dalam beberapa dekade ini.
Mingguan Le Point, menerbitkan sebuah dokumen pengadilan atas Cherif.
"Meskipun mengakui terjebak dalam Islam radikal, minat yang ia tunjukkan dalam membela legitimasi Jihad bersenjata dan hubungannya dengan aktor tertentu dalam kasus ini… pemeriksaan pendahuluan tidak menunjukkan keterlibatan Cherif Kouachi. Pemeriksaan terhadap yang bersangkutan akan dihentikan.“ tulis dokumen itu.