Paris, CNN Indonesia -- Majalah satire Charlie Hebdo menyatakan akan kembali menampilkan karikatur Nabi Muhammad dalam episode terbaru mereka setelah penyerangan yang menewaskan 12 orang di Paris, Perancis, pekan lalu. Keputusan ini kembali memicu reaksi beragam dari umat Islam.
Koran Liberation yang saat ini sementara menampung operasional Charlie Hebdo mengatakan edisi berikutnya akan kembali menampilkan karikatur Nabi Muhammad yang sebelumnya selalu menuai kecaman dari seluruh dunia.
Nabi Muhammad akan digambarkan membawa papan bertuliskan "Je Suis Charlie" dengan headline bertuliskan "Tout Est Pardonne" (Semuanya dimaafkan). Selain kartun Nabi, edisi berikutnya juga akan menampilkan karikatur politisi dan tokoh agama lain, seperti disampaikan pengacara Charlie Hebdo, Richard Malka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hussein Rashid, professor agama Islam dari Hofstra University, New York, Amerika Serikat, sampul itu sempurna menggambarkan respon pihak Charlie Hebdo terkait peristiwa itu.
"Mereka tidak mundur dari menggambar Muhammad, melakukan hak untuk bebas berbicara. Di waktu yang sama, pesan itu mendamaikan, rendah hati dan diharapkan dapat mengurangi kemarahan terhadap umat Muslim di Perancis," kata Rashid.
Beragam reaksi bermunculan di sosial media. Umat Muslim menanggapinya dengan sikap berbeda, mulai dari kecaman hingga penghargaan.
Yahya Adel Ibrahim, imam di Australia yang memiliki 100 ribu pengikut di Facebook mengatakan bahwa kartun itu akan kembali picu kemarahan umat Islam. Namun dia mewanti-wanti umat Muslim untuk menanggapinya dengan kepala dingin.
"Jelas saat kartun itu dipublikasikan, Muslim akan terluka dan marah. Tapi reaksi kita haruslah didasarkan pada pengajaran orang yang kita cintai. Dengan kesabaran, toleransi, lemah lembut dan pengampunan adalah karakter dari Nabi kita tercinta," kata Ibrahim.
Sebelumnya kantor ulama Mesir mengeluarkan pernyataan yang meminta Charlie Hebdo tidak kembali menyulut kemarahan umat Islam dengan kartun tersebut.
Seorang pemuka agama di Inggris Anjem Choudary dalam pernyataannya yang dikutip koran Independent mengatakan gambar tersebut adalah "pemicu perang" yang bisa dihukum mati berdasarkan pengadilan Syariah.
Sebelumnya Choudary juga gencar mengomentari soal penembakan di kantor Charlie Hebdo dan kebebasan berekspresi di Perancis yang dinilainya menerapkan standar ganda.
"Jika kebebasan berekspresi bisa dikorbankan karena dinilai menghasut dan memicu kebencian, mengapa tidak bisa diterapkan untuk penghinaan terhadap Nabi Allah?" kata Choudary di akun Twitternya pada hari penembakan terjadi Rabu pekan lalu.
Dawud Walid, direktur eksekutif Dewan Hubungan Islam-Amerika di Michigan mengatakan bahwa penggambaran Nabi adalah tindakan provokatif namun dia meyakini Muslim Perancis cukup cerdas untuk tidak menanggapinya dengan kekerasan.
"Kartun itu akan menyakiti perasaan banyak orang. Tapi saya yakin lebih dari 99,9 persen dari 5 juta Muslim di Perancis akan menyikapinya dengan damai saat edisi itu diterbitkan," kata Walid.
Kebanyakan Muslim sepertinya tidak akan banyak mengomentari edisi Charlie Hebdo terbaru, atau berusaha tidak mengacuhkannya.
"Mari kita abaikan provokasi dan pelecehan tersebut dan kembali berusaha untuk menjadi orang yang baik dan penuh kasih pada sesama. Semoga Allah memberkati kalian semua dan memudahkan semuanya untuk kalian dan keluarga kalian selama masa-masa penuh cobaan ini," kata Imam Zaid Shakir, ulama asal California dalam Facebook-nya.
(den/stu)