New York, CNN Indonesia -- Seorang tahanan Guantanamo, Mohamedou Ould Slahi, menerbitkan buku memoar setebal 400 halaman berisi kisahnya selama mendekam dalam tahanan di penjara khusus terduga teroris tersebut, pada Selasa (30/1).
Buku berjudul "Guantanamo Diary" mengisahkan perjalanan hidup Slahi, pria asal Mauritania, yang mendekam di Guantanamo sejak 2002, namun tidak pernah menjalani proses peradilan.
Slahi, yang bergabung dengan kelompok pemberontak di Afghanistan pada dekade 1990an, ditahan oleh militer Amerika Serikat atas dugaan merencanakan pengeboman di bandar udara Los Angeles, sesaat setelah serangan 9/11.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah AS juga menyatakan Slahi membantu merekrut pembajak 9/11, namun tidak pernah mengajukan tuntutan secara resmi.
Dalam buku itu memoarnya, Slahi menuliskan dia menjalani penyiksaan dan tidak mendapatkan proses peradilan terkait penahanannya. Kesaksiannya ini semakin menguatkan dugaan para tersangka teroris tidak mendapatkan keadilan di penjara Guantanomo.
Baru sehari diterbitkan, buku memoar Slahi mendapatkan pujian dari kritikus buku. Buku ini menduduki peringkat 2.500, pada Senin (19/1), namun melejit ke peringkat 200 buku terbaik, pada Selasa (20/1), menurut Amazon.
"Setiap warga Amerika harus membaca memoar ini," tulis kolumnis New York Times Joe Nocera dalam kolomnya, dikutip dari CNN, Selasa (30/1).
"Siapa saja yang membaca Guantanamo Diary, khususnya warga Amerika yang mempunyai hati nurani, akan malu dan terkejut," kata wartawan peraih Pulitzer, Glenn Greenwald.
Slahi selesai menuliskan bukunya pada tahun 2006. Namun, pemerintah AS menyatakan naskah buku tersebut termasuk dalam dokumen rahasia. Organisasi American Civil Liberties Union atau ACLU, membantu mendapatkan naskah tersebut melalui proses penyuntingan pada tahun 2012.
Hina Shamsi, direktur Proyek Keamanan Nasional ACLU, mengatakan dia tidak bisa mengomentari bagian mana saja dari naskah tersebut yang mendapatkan penyuntingan.
"Tapi saya pikir penting untuk mengetahui sejauh mana pemerintah AS menyensor penyiksaan oleh CIA dan militer," katanya kepada CNN.
Pada tahun 2010, seorang hakim federal AS memutuskan bahwa pemerintah tidak bisa melanjutkan penahanan atas Slahi karena kurangnya bukti. Meskipun demikian, Slahi tetap dipenjara setelah banding berikutnya ditolak oleh pemerintah AS.
Shamsi menyatakan kisah Slahi di dalam penjara Guantanamo telah diverivikasi oleh Komite Angkatan Bersenjata di Senat, serta oleh penyedik internal dari pemerintah.
Shamsi mengagumi Slahi yang dapat mempertahankan kesantunan, rasa kemanusian dan humor selama 12 tahun mendekam dalam tahanan, seperti yang tertulis dalam buku memoar itu.
"Setelah segala sesuatu yang dilakukan terhadapnya, Slahi masih memiliki keyakinan yang besar bahwa masyarakat Amerika dapat menyadari mana yang salah dan mana yang benar," kata Shamsi.
"Saya sangat berharap siapapun yang mencari gambaran bagaimana hidup di balik jeruji besi Guantanamo akan membaca buku ini dan mengapresiasinya. Semoga buku ini dapat mempercepat pembebasan Mohamedou dan tahanan lainnya yang tak pernah menjalani pengadilan," kata Shamsi melanjutkan.
Terdapat satu momen mengharukan yang tertulis dalam buku "Diary Guantanamo", yaitu ketika Slahi mendapatkan surat dari ibunya. Slahi menyentuh dan mencium surat tersebut. Ibu Slahi meninggal tahun 2013 dan ia mendedikasikan buku tersebut kepada ibunya.
Buku Slahi terbit tepat sepekan setelah sekelompok senator Republik mengumumkan undang-undang yang bertujuan untuk menjaga agar penjara Guantanamo tetap dibuka, bertentangan dengan rencana Presiden AS Barack Obama yang ingin segera menutup penjara tersebut.
(sumber:
CNN)
(ama/stu)