Tokyo, CNN Indonesia -- Untuk ketiga kali Hakuho kembali ke pojoknya untuk menjumput segenggam garam, wajahnya penuh konsentrasi, matanya menyipit dan fokus, sementara penonton di Gedung Ryougo Sumo menanti pertarungan dengan tegang.
Dia berputar, melempar garam ke udara dan bergerak maju ke tengah
dohyo, atau ring, memukul paha kiri dan memberi semangat diri yang merupakan ritual seorang pesumo sebelum bertanding.
Lawan yokozuna, juara tak terkalahkan, asal Mongolia ini berdiri di hadapannya, seorang pesumo asal Jepang bernama Kisenosato.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia adalah penghalang Hakuho meraih kemenangan bersejarah.
Beberapa detik kemudian, Hakuko menahan serangan awal lawan berupa pukulan dan dorongan sebelum menjejakkan kakinya, memanfaatkan momentum untuk mendorong Kisenosato keluar dari ring dan meraih kemenangan ke-13 kali berturut-turun di Kejuaraan Tahun Baru ini.
Hakuho kemudian tersenyum dan menganggukkan kepala.
Piala Kaisar ke-33nya ini berhasil direbut sementara kejuaraan itu masih menyisakan dua hari pertandingan.
 Yokozuna asal Mongolia berhasil memecahkan rekor sumo kejuaraan Tahun Baru dan mulai mempraktekkan nila inti sumo yaitu memiliki martabat. (Reuters/Kyodo) |
Sejarah sumo telah ditulis ulang dan upayanya melewati rekor Taiho di turnamen ini berhasil diraih.
Kemenangan bersejarah pesumo berusia 29 tahun ini pada Jumat (23/1) malam juga menjadi pengingat bahwa olahraga khas Jepang ini dikuasai oleh para pegulat asal Mongolia, baik di ring maupun dalam catatan sejarahnya.
Dari Abad ke-17 hingga sekitar 100 tahun lalu, kejuaaraan sumo hanya dikuasai oleh pesumo asal Jepang, namun sekitar 100 tahun lalu pesumo kelahiran negara lain mulai ikut dalam pertandingan-pertandingan.
Gelombang pertama kedigdayaan pesumo asing bernuansa Polinesia ketika Takamiyama menjadi pembuka jalan bagi pesumo asal Hawaii di akhir 1960-an, sebelum Konishiki menjadi terkenal dua dekade kemudian, dan Akebono menjadi yokozuna asing pertama pada 1993.
Kejayaan MongoliaMusahsimaru dari Samoa menjadi orang asing kedua yang berhasil meraih gelar yokozuna ketika dipromosikan ke jajaran tertinggi pesumo pada 1999, dan 12 kali kemenangan basho yang diraihnya menjadi awal dominasi pesumo asing yang diambil alih oleh Mongolia melalui Asashoryu.
Saat ini, ketiga yokozuna berasal dari Mongolia - Hakuho, Harumafuji dan Kakuryu - setelah juara sumo asal Jepang pensiun pada 2003, dan juara sumo asal Jepang terakhir terjadi sembilan tahun lalu ketika Tochiazuma memenangkan basho ketiga dan terakhirnya.
Sementara penggemar sumo Jepang mengeluhkan kurangnya pesumo lokal di tingkat atas, direktur jenderal Edo-Tokyo Museum Makoto Takeuchi merasa situasi ini diterjemahkan secara berlebihan.
“Sebagai oragn Jepang, saya menyesalkan bahwa rekor yang dicetak pesumo Jepang dipecahkan oleh orang asing. Ini benar,” kata Takeuchi yang mengajar sejarah olahraga ini kepada pesumo baru.
“Saya sebenarnya tidak perduli kebangsaan para pesumo, selama mereka berupaya mengerti dan belajar arti sumo.”
Inti dari sumo bagi sebagian besar warga jepang adalah Hinkaku (martabat), satu hal yang harus dimiliki oleh seorang yokozuna untuk dihormati oleh penggemar olahraga ini, media dan sesama pesumo untuk membantu menanamkan warisan kejayaan pesumo ketika masih menjadi juara dan setelah pensiun.
 Yokozuna Hakuho adalah penerus kejayaan para pesumo Mongolia yang mengambil alih kedigdayaan pesumo asal Hawaii. (Reuters/Thomas Peter) |
“Sumo bukan sekadar olahraga…juga bukan hanya siapa menang dan siapa yang kalah. Selain hasil akhirnya, para pesumo diwajibkan memiliki hinkaku dan keindahan setiap gerakan merupakan gambaran martabat mereka yang bisa kami kagumi,” tambah Takeuchi.
“Sumo memiliki nilai tambahan yang tidak dimiliki oleh cabang olahraga lain.
Kurang BermatabatPandangan bahwa Asashoryu kurang bermatabat mewarnai era dia sebagai yokozuna.
Pesumo asal Mongolia ini beberapa kali bentrok dengan organisasi sumo dalam karir dimana dia menenangkan 25 kali turnamen, tetapi pensiun pada 2010 yang menurutnya dipaksakan setelah dia dikenai tuduhan penyerangan.
Hakuho, lahir di Monkhbatyn di Ulan Bator, menghindari kontroversi seperti itu dan menapak ke jajaran pesumo puncak lewat kekuatan, kelincahan dan flekisibilitasnya.
Banyak pihak membandingkan masa hidupnya di pedesaan Mongolia dengan pesumo hebat Jepang di masa lalu, yang mampu mengembangkan kemampuannya dengan menunggang kuda dan membawa barang-barang berat ketima muda.
Tekadnya dan latihan tambahan membedakan Hakuho dengan pesumo lain dan juga pesaingnya, tetapi seperti Asashoryou, dia kesulitan mendapatkan hati penggemar sumo asal Jepang karena dia cenderung merayakan kemenangannya dengan berlebihan dan memperlihatkan sikap tidak hormat kepada lawan yang dikalahkannya.
Mungkin pertemuan dengan Taiho, yang menjadi sosok ayah bagi pesumo Mongolia muda ini, pada 2008, dan pernikahan yang membantu dia lebih tenang sehingga bisa meraih kejayaan.
“Meski dia meraih kemenangan lebih banyak dari Taiho, bukan berarti dia berhasil melewati Taiho sebagai manusia,” ujar Takeuchi.
“Hakuko harus dihargai karena dia sangat berupaya menyamakan diri dengan para juara sebelumnya.
“Tidak hanya dia ingin bersumo seperti mereka, dia juga ingin menjadi jantan seperti mereka.”
(yns)