Manila, CNN Indonesia -- Presiden Filipina Benigno Aquino menghadapi krisis politik besar terkait operasi penangkapan seorang buronan militan yang gagal, setelah muncul berita jenderal polisi yang rekan dekat presiden memainkan peran penting dalam operasi ini.
Misi berisiko untuk menangkap Zulkifli bin Hir, pembuat bom yang memiliki hubungan dengan al Qaidah dan dicari oleh AS dengan imbalan US$5 juta, ini gagal ketika Pasukan Khusus Polisi, SAF, diserang dan 44 orang tewas.
Publik yang marah menakan Aquino untuk membatalkan kesepakatan damai dengan Front Pembebasan Islam Moro, MILF, yang ditandatangani Maret lalu dan membalas kematian anggota SAF.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Insiden ini juga menimbulkan pertanyaan tidak mengenakkan bagi Aquino mengenai alasannya mengijinkan Alan Purisma, yang diberhentikan selama enam bulan dari jabatan kepala polisi November lalu karena kasus korupsi, terlibat dalam perencanaan dan penerapan misi ini.
Seorang petugas intelijen dari kepolisian mengatakan kepada Reuters bahwa informasi megnenai lokasi “sasaran bernilai tinggi” datang dari Purisma, bukan dari data intelijen AS seperti yang dilaporkan oleh media lokal.
“Dia menyusun semua. Ini rencananya, dia menggunakan informannya dan unit SAF dikerahkan untuk melaksanakan operasi penyerbuan itu,” ujarnya.
Dua uskup yang berpotensi berpengaruh di negara tempat gereja memiliki pengaruh besar, dan sejumlah anggota parlemen meminta Aquino mengundurkan diri.
Pada Senin (2/1), satu kelompok madani berebncana menggelar protes di depan kantor pusat kepolisian nasional untuk mendesak presiden menangani para pemberontak di wilayah selatan yang bermayoritas penduduk Muslim.
“Ini merupakan krisis politik terbesar Aquino,” ujar Ramon Casiple, direktur eksekutif Institut Reformasi Politik dan Pemilu. “Apapun bisa terjadi.”
Penyerbuan Mematikan
Bin Hir, warga Malaysia yang masuk “daftar buron teroris yang paling dicari” AS dan dikenal dengan nama Marwan, bersembunyi dengan gerilyawan MILF di daerah rawa di Pulau Mindanao.
Polisi mengatakan bahwa operasi “Exodus” dilancarkan jam 4 pagi pada 25 Januari, ketika komando SAF yang dilatih oleh Amerika serikat mengendap masuk ke desa tempat Marwan tidur.
Marwan tewas seketika dalam penyerbuan itu, komando SAF memotong telunjuk seorang tersangka yang tewas dan mengirimnya ke FBI untuk dianalisa. FBI telah mengkonfirmasi bahwa DNA dari telunjuk itu sama dengan keluarga tersangka.
Komandan SAF Getulio Napenas, yang menunggu di pos komando taktis sekitar 3-4 kilometer, bergembira ketika menerima pesan singkat “Mike One, Bingo” yang berarti misi berhasil.
Tetapi komando mundur dari lokasi, terjadi pertempuran hebat.
 Presiden Benigno Aquino mengalami krisis politik terbesar karena pengungkapan bahwa operasi ini didalangi oleh teman dekatnya yang sedang di skors karena kasus korupsi. (Reuters/Romeo Ranoco) |
Napenas, yang dipecat setelah penyerbuan itu, kemudian mengatakan bahwa Purisima menelponnya beberapa jam sebelum operasi yang meminta dia untuk tidak memberitahu kepemimpinan kepolisian nasional hingga operasi selesai dilaksanakan.
“Itu adalah proyek Jenderal Purisima,” kata Napenas di depan jumpa pers. “Dia yang mengijinkan rencana operasi pada November lalu.”
Pelaksana Kepala Polisi Nasional Leonardo Espina, mengatakan kepada wartawan dia diinformasikan mengenai operasi ini sekitar pukul 05.30, ketika komando SAF masih terlibat tembak menembak dengan pemberontak.
Kepala Staf Militer Jenderal Gregorio Catapang mengatakan kepada wartawan bahwa komandan militer di wilayah itu tidak diberitahu lebih dahulu mengenai operasi ini.
Militer mengerahkan tentara untuk membantu tentara SAF empat jam setelah pertempuran itu pecah.
Militer akhirnya berhasil membawa keluar komando SAF pada jam 11.30 dan hanya 27 orang yang masih hidup.
Pertikaian PolitikPresiden Aquino mengatakan dalam pidato televisi tiga hari kemudian bahwa dia berkonsultasi dengan Purisima, salah satu teman dekat presiden yang sering menghabiskan waktu ke tempat latihan menembak, mengenai operasi itu dan juga berkomunikasi langsung dengan Napenas.
Dia tidak menjelaskan alasan Menteri Dalam Negeri Manuel Roxas dan Pelaksana Kepala Polisi Espina tidak diberitahu.
 Operasi ini tidak diinformasikan ke militer yang sebelumnya menolak membantu operasi terdahulu karena tidak memberi tahu pemberontak yang sedang gencatan senjata. (Getty Images/Jeoffrey Maitem) |
Kantor Aquino menolak memberi komentar lebih jauh. Purisima juga belum membuat pernyataan, tetapi pengacaranya mengatakan dia akan menghadiri penyelidikan oleh Senator pada Senin (10/2).
Jenderal CAtapang mengkritik penyerbuan itu sebagai “direncanakan dengan buruk” dan ada pembicaraan di kalangan perwira menengah polisi dan militer terkait pelanggaran rantai komando.
“Ada kemarahan dari para perwira,” ujar seorang jenderal polisi yang menolak menyebutkan namanya. “Mereka memiliki banyak pertanyaan dan mereka ingin jawaban yang jujur.”
Purisima terlibat dalam operasi bernama “Wolverine” untuk menangkap Marwan pada April 2014, tetapi rencana itu dibatalkan karena militer menolak bergerak tanpa berkoordinasi dengan para pemberontak yang sedang melakukan gencatan senjata.
Rodolfo Mendoza, seorang pensiunan jenderal polisi, dan seorang pejabat intelijen polisi mengatakan dana operasi mencari Marwan datang dari kantor sekretaris Aquino, Paquito “Jojo” Ochoa, yang merupakan saingan Roxas.
“Ochoa, kepala dewasn anti-terorisme dan dewan nasional anti-kejahatan terorganisir, membiayai operasi ini,” kata Mendoza.
Ochoa menyangkal mengetahui atau menyetujui operasi “Wolverine”, tetapi dia menolak berkomentar mengenai operasi “Exodus” yang fatal ini.
(yns)