Kisruh Tak Berujung di Mesir, dari Politik ke Sepak Bola

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Senin, 09 Feb 2015 11:50 WIB
Bentrokan suporter sepak bola dengan polisi di Kairo menambah daftar panjang bentrokan berdarah di Mesir dan menjadi tantangan bagi Presiden Sisi.
Belakangan ini, Mesir dilanda sejumlah peristiwa yang terkait dengan sosial politik di bawah kepemimpinan Abdel Fattah al-Sisi. (Reuters/Al Youm Al Saabi Newspaper)
Kairo, CNN Indonesia -- Bentrokan suporter klub sepak bola Zamalek bernama Ultras Ksatria Putih dengan polisi di luar Stadion Air Defence, Kairo, pada Minggu (8/2) menambah panjang daftar kekerasan di Mesir usai revolusi yang menggulingkan Hosni Mubarak 2011 lalu. Bentrokan ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Abdel Fattah al-Sisi.

Sedikitnya 30 orang tewas dalam bentrokan yang terjadi Minggu (8/2) di Kairo, berujung dihentikannya kompetisi Liga Primer Mesir oleh pemerintah,

Bentrokan antara kepolisian Mesir dengan suporter sepak bola bukan kali pertama terjadi di Mesir. Sebelumnya, bentrokan serupa juga terjadi di stadion Port Said pada 2012 lalu. Lebih 70 orang tewas akibat serangan tersebut, sementara 1.000 orang lainnya terluka usai pertandingan klub El Masry melawan El Ahly.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak disebutkan hingga kapan pemerintah akan menghentikan kompetisi Liga Primer Mesir. Sebelumnya, Asosiasi Sepak Bola Mesir (EFA) telah mengambil keputusan untuk kembali melarang suporter menghadiri pertandingan.

EFA baru mencabut larangan suporter menghadiri pertandingan sepak bola di Mesir pekan lalu. Sebelumnya, suporter dilarang hadir ke stadion menyusul kerusuhan Port Said.

Belakangan ini, Mesir dilanda sejumlah peristiwa yang terkait dengan sosial politik di tengah upaya Sisi untuk memberangus pendukung Ikhwanul Muslimin, yang masih setia kepada pemimpin Mesir sebelumnya, Muhammad Mursi.

Mesir dilanda kerusuhan bertepatan dengan peringatan empat tahun aksi perlawanan rakyat Mesir yang berujung pada penggulingan mantan presiden Hosni Mubarak, minggu (25/1). Ratusan pendukung Ikhwanul Muslimin ditangkap, sementara sekitar 20 orang dinyatakan tewas.

Pekan lalu, pengadilan Mesir menjatuhkan vonis mati terhadap 183 pendukung Ikhwanul Muslimin atas gugatan pembunuhan polisi dua tahun lalu. Vonis ini dijatuhkan sebagai upaya pemerintah Mesir memberangus kelompok Islam garis keras.

Ratusan tervonis mati ini dituduh terlibat dalam pembunuhan 16 polisi di kota Kardasa pada Agustus 2013 selama kerusuhan usai digulingkannya Mohammed Mursi, presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis. Tidak semua terdakwa hadir di pengadilan, 34 di antaranya divonis in absentia.

Presiden Sisi mengatakan Ikhwanul Muslimin adalah ancaman keamanan besar. Menurut Sisi, kelompok yang dilarang keberadaannya di Mesir itu telah memicu kekerasan dan dia menegaskan bahwa perang melawan militan akan lama dan melelahkan.

Selain pendukung Ikhwanul Muslimin, Mesir juga menahan tiga wartawan Al-Jazeera, yaitu wartawan keturunan Kanada-Mesir Mohamed Fahmy, wartawan berkebangsaan Australia Peter Greste dan produser asal Mesir Baher Mohamed.

Tiga wartawan ini ditahan dan dituduh menyebarkan berita bohong, termasuk tuduhan membantu kelompok Ikhwanul Muslimin yang kini dilarang di Mesir. Hingga saat ini, baru Greste, yang dibebaskan, meskipun seharusnya dipenjara selama tujuh tahun. Greste hanya mengabiskan waktu 400 hari di dalam bui.

Tak hanya di ibukota Kairo, sejumlah daerah di Mesir juga dilanda berbagai kerusuhan. Mesir menghadapi pemberontakan di Sinai yang telah merenggut nyawa ratusan pasukan keamanan sejak militer menurunkan presiden Mohahmed Mursi pada Juni 2013 menyusul protes massal terhadap pemerintahannya.

Pada Senin (2/2), baku tembak terjadi antara militan dan pasukan keamanan Mesir dalam dua insiden terpisah di Semenanjung Sinai. Dua wanita tewas akibat granat roket dalam insiden tersebut.

Gejolak juga terjadi di Alexandria pada Selasa (3/2), ketika sebuah bom meledak di depan Rumah Sakit Alexandria Mabaret Al-Asafra beberapa jam setelah ditemukannya dua bom yang gagal meledak di bandara Kairo. Seorang pria berusia 27 tahun tewas, sementara tiga lainnya terluka akibat insiden tersebut.

Perlu menjadi catatan, kelompok militan paling aktif di Mesir, Ansar Bayt al-Maqdis, yang beroperasi di Sinai, juga telah menyatakan setia kepada ISIS. Pada Jumat (30/1) lalu, kelompok tersebut mengklaim bertanggungjawab atas serangkaian serangan yang menewaskan setidaknya 17 personel keamanan dalam aksi kekerasan antipemerintah terburuk dalam beberapa bulan terakhir. (ama/den)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER