Kairo, CNN Indonesia -- Bundaran Lapangn Tahrir Kairo menjadi satu sumber dilema pemerintah Mesir: bagaimana melestarikan lapangan itu sebagai monuman pusat perlawanan rakyat pada 2011, tetapi tetap melakukan aksi penggerebekan terhadap pembangkang terbesar dalam sejarah Mesir?
Setelah melakukan penggalian selama beberapa minggu, para pekerja mendirikan tiang setinggi 20 meter untuk mengibarkan bendera nasional, satu langkah yang diharapkan para pejabat pemerintah bisa menyatukan negara yang terpecah oleh kerusuhan politik sejak revolusi yang berhasil menyingkirkan Hosni Mubarak.
Ini adalah upaya pemeirntah paling baru untuk mendefinisikan cerita di balik taman tempat ratusan ribu warga Mesir melakukan protes yang berhasil mengakhiri pemerintahan tangan besi yang sudah berkuasa selama beberapa dekade.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya belum mendengar keluhan terkait bendera ini, meski Mesir sedang dilanda kerusuhan dan perbedaan pendapat dan masalah-masalah lain. Jadi situasi ini bagus,” ujar Galal Mostafa Saeed, gubernur Kairo, kepada Reuters.
“Sudah sepantasnya kami mengibarkan bendera di sana karena… hal itu menjadi lambang persatuan dan membuat warga merasa patriotik.”
Sejarah menunjukkan bahwa pihak berwenang harus bertindak hati-hati di Tahrir.
Bekas kantor pusat partai Mubarak yang berkuasa, yang semasa revolusi dibakar, terletak di dekatnya, di pinggir Sungai Nil dan menjadi pengingat kekuatan aksi rakyat empat tahun lalu.
Pada November 2013, para pegiat Mesir yang sebelumnya tiarap setelah militer mengambil alih kekuasaan, kembali ke Tahrir dan menghancurkan monumen yang didirikan untuk mengenang pengunjuk rasa yang tewas di tangan pasukan keamanan.
Mereka menuduh pemerintah mencoba menutup peristiwa berdarah itu dan mengubah sejarah dengan mendirikan satu patung.
Kali ini, para pejabat berharap bendera akan menjadi sumber kebanggaan nasional sementara pemerintah mencoba membangun kembali perekonomian yang melambat akibat kekisruhan politik dan kekerasan militan Islamis.
Para pengkritik menuduh pemerintah menghancurkan para pembangkang sejak Abdel Fattah al-Sisi sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata, menggulingkan Presiden Mohamed Mursi pada pertengahan 2013, setelah warga memprotes presiden.
Pasukan kemanan menewaskan ratusan pendukung Mursi dan memenjarakan ribuan lainnya. Para pegiat liberal yang menjadi terkenal pada 2011 juga dipenjara dengan tuduhan melanggar hukum yang melarang aksi demonstrasi.
Masalah SensitifPemerintah menghadapi tantangan untuk meyakinkan warga Mesir bahwa mereka menghormati semangat Tahrir meski ada kecaman luas dari kelompok hak asasi manusia yang mengatakan pemerintah berlaku sebaliknya.
Baru-baru ini para pekerja membawa tiang berwarna putih ke lapangan Tahrir dengan kereta kuda dan mengibarkan bendera Mesir.
Sejauh ini, pengibaran bendara itu tidak menimbulkan kontroversi, atau inspirasi, yang menggambarkan situasi politik sebelum pemilu parlemen yang akan dimulai pada Maret.
Sebagian warga Mesir memandang pilihan pemerintah ini dengan rasa curiga.
“Menurut says alas an mengibarkan bender Mesir ini agar orang yang ingin melakukan aksi protes akan berpikir dua kali sebelum menurunkan bendera itu,” ujar Mohamed Nagy, seorang pekerja yang berkantor di dekat lapangan.
“Ini adalah pesan bagi warga untuk tidak melakukan protes.”
 Tiang bendera didirikan oleh pemerintah dan dianggap sebagai langkah sia-sia karena masalah terbesar Mesir adalah kemiskinan dan perekonomian. (Reuters/Asmaa Waguih) |
Tahrir, atau “pembebasan”, memiliki sejarah perjuangan politik sejak 1919 ketika negara itu masih dijajah Inggris dan membuat lapangan ini memiliki status khusus bagi warga Mesir.
Mohamad Adam, seorang wartawan muda, memandang bendera itu “lelucon” dan upaya gagal pemerintah untuk mendapat dukungan dari rakyat yang sudah jenuh dengan kemiskinan dan tekanan.
Pemerintah Sisi ingin menghidupkan kembali kepercayaan investor asing dan menciptakan lapangan kerja dengan proyek-proyek besar seperti membangun terusan Suez kedua.
Tetapi mempertahankan stabilitas di negara Arab berpenduduk paling banyak tidak hanya memerlukan reformasi ekonomi.
Rasa tidak puas dikemukakan di jalan-jalan pada peringatan perlawanan rakyat pada 2011 bulan lalu. Lebih dari 25 orang tewas ketika pasukan keamanan membubarkan pengunjuk rasa yang marah dengan situasi yang dianggap sebagai negara polisi.
Sehari sebelum hari peringatan itu, pengunjuk rasa perempuan bernama Shaimaa Sabbagh ditembak mati tidak jauh dari Lapangan Tahrir.
Rekan-rekannya dan juga rekaman video dan foto, memperlihatkan bahwa dia ditembak masi oleh polisi. Kementerian Dalam Negeri mengatakan mereka akan menyelidiki kasus yang dikecam di media sosial ini.
“Kenapa kita harus memusatkan perhatian pada bendera ini? Itu hanya bendera. Warga tewas dalam protes dan mereka ingin kami memusatkan diri pada bendera ini,” ujar Noha Mohamed, seorang pegawai bank.
Pengkritik di perkotaan mengataakn bahwa tiang bendera ini merupakan bukti kesalahan pemerintah mulai dari melestarikan warisan sejarah dan memelihara infrastruktur dasar.
“Ini memperlihatkan bagaimana miskinnya program-program (pemerintah, dan bagaimana pemerintah tidak perduli,” ujar Sherif Gaber, peneliti studi perkotaan Kairo.
“Ini adalah upaya permukaan untuk menciptakan keindahan yang dilakukan tanpa ada pemikiran, upaya atau uang yang sebenarnya diperlukan untuk program-progam keindahan sekalipun.”
(yns)