Bahas Keamanan Data, Obama Panggil Bos Teknologi

Aditya Panji | CNN Indonesia
Sabtu, 14 Feb 2015 04:40 WIB
Presiden AS memberi perintah agar sektor swasta lebih mudah berbagi data dalam rangka menangani ancaman siber. Tetapi, sejumlah perusahaan berusaha menentang.
Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. (REUTERS/Kevin Lamarque)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama akan bertemu dengan para pemimpin perusahaan teknologi pada Jumat (13/2) di Universitas Stanford, California, untuk membahas keamanan siber dan aksi peretasan yang belakang menimpa perusahaan, seperti studio film Sony, peretail Target, dan perusahaan kesehatan Anthem.

Pada pertemuan nanti, kantor berita Reuters melaporkan Obama akan mengeluarkan sebuah perintah khusus yang mendorong perusahaan teknologi dan sektor swasta lain untuk lebih mudah berbagi data tentang ancaman siber.

Obama juga akan mendesak wakil rakyat untuk meloloskan undang-undangan yang mewajibkan sektor swasta memberi data atas ancaman siber.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan mendapatkan hak ini, pebisnis dan orang-orang di seluruh dunia akan terus ingin menyimpan data dengan perusahaan AS, melakukan bisnis dengan peretail AS, bank AS, hingga memanfaatkan ponsel dan perangkat lain dari AS," ujar Jeff Zients, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih.

Obama juga dijadwalkan bertemu dengan petinggi perusahaan dalam jumlah terbatas, sebagai upaya pendekatan dengan sektor swasta yang geram atas dugaan aksi penyadapan pemerintah yang diungkap agen NSA, Edward Snowden.

Google, Facebook, Yahoo, tidak datang

Para pemimpin perusahaan yang dinilai tidak senang dengan aturan macam ini dilaporkan tidak akan datang ke undangan Obama. Mereka adalah pemimpin dari Google, Facebook, dan Yahoo. Tapi, CEO Apple Tim Cook dijadwalkan hadir.

Petinggi perusahaan lain yang akan hadir adalah CEO Bank of America, American International Group (AIG), dan Visa.

Mantan penasihat Gedung Putih, Michael Gottlieb, memprediksi masih banyak perusahaan swasta yang gelisah dengan rencana ini. Karena, aturan tersebut bisa memangkas kepercayaan pelanggan atas jaminan keamanan data serta privasi.

Pemerintah AS juga akan berselisih dengan suara dari  aktivis privasi yang selama ini gencar menyuarakan peningkatan kualitas privasi dan hak konsumen. (adt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER