Jakarta, CNN Indonesia -- Hubungan Indonesia dan Brasil memasuki babak terpanas setelah drama penolakan duta besar terjadi, menyusul eksekusi mati warga asal Negeri Samba itu.
Menurut Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana penolakan
credential duta besar Indonesia Toto Riyanto adalah sebuah pelecehan diplomatik.
Penyelesaian masalah ini, kata Hikmahanto, kini ada di tangan Presiden Brasil Dilma Roussef yang menolak
credential tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang yang terpenting adalah kita tidak akan mengembalikan duta besar ke Brasil sebelum ada permintaan maaf. Bola kini ada di Presiden Dilma, jangan kita kembalikan begitu saja," kata Hikmahanto kepada CNN Indonesia, Selasa (23/2).
Warga Brasil bernama Marco Archer Cardoso Moreira dieksekusi mati bulan lalu karena kasus narkotika. Saat ini masih ada warga Brasil lainnya, Rodrigo Gularte, yang akan segera dieksekusi karena menyelundupkan kokain ke Indonesia.
Selain Brasil, Australia juga kini tengah gencar mencegah eksekusi mati terhadap dua warganya Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Eksekusi kedua ditunda karena alasan teknis.
Menurut Hikmahanto, sebaiknya eksekusi harus segera dilakukan dan jangan ditunda lagi. Karena jika eksekusi terus molor, akan ada drama lainnya dari Brasil dan Australia.
"Agar tidak membebani Indonesia dan pemerintahan Jokowi, ada baiknya Kejaksaan Agung mempercepat pelaksanaan hukuman mati, daripada menundanya. Semakin lama Kejaksaan menunda semakin banyak tekanan dari luar negeri yang akan dihadapi Indonesia," ujar Hikmahanto.
"Bila pelaksanaan hukuman mati dipercepat harapannya adalah tidak ada lagi manuver-manuver yang akan dilakukan oleh negara asing," lanjut dia lagi.
(stu)