Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, meluncurkan manuver baru untuk mencegah Indonesia mengeksekusi mati dua warganya yang terseret kasus narkoba dengan mengungkit bantuan Australia ketika tsunami menghantam tanah air.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir, berharap pernyataan tersebut tidak menggambarkan sikap Australia yang sesungguhnya.
Tata, demikian sapaan akrab Arrmanatha, mengaku belum mengetahui secara jelas pernyataan Abbott tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya belum baca, tapi dari perkataan kita bisa lihat warna asli seseorang. Saya berharap ini bukan warna asli Australia," ujar Tata setelah menggelar jumpa pers di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (18/2).
Lebih jauh lagi, Tata menekankan bahwa ancaman bukan jalan komunikasi yang baik.
"Ancaman bukan bahasa politik," ucap Tata.
Sebelumnya, pada pagi ini Abbott berkata, "Jangan lupa bahwa beberapa tahun lalu, saat Indonesia dihancurkan oleh tsunami di Laut India, Australia mengirimkan bantuan senilai A$1juta. Kami mengirim pasukan bersenjata kami ke Indonesia dengan tujuan kemanusiaan."
Abbott juga kembali mengancam bahwa eksekusi akan berdampak pada hubungan diplomatik kedua negara.
Australia telah menggelar kampanye pembatalasan eksekusi mati Myuran Sukumaran, 33, dan Andrew Chan, 31, dua warga Australia anggota Bali Nine yang
tertangkap tangan membawa 8,2 kg heroin di Bandara Ngurah Rai Bali pada 2005.
“Saya tidak ingin berprasangka buruk pada hubungan baik dengan teman yang sangat penting dan tetangga. Tapi saya harus mengatakan bahwa kita tidak bisa mengabaikan hal semacam ini,” ujar Abbott.
Pada Selasa (17/2), pemerintah Indonesia menunda pemindahan lima narapidana, termasuk dua warga Australia, ke penjara lain untuk eksekusi, karena alasan kesehatan dan permintaan keluarga yang ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan para narapidana.
Abbott dan PBB Sekretaris Jenderal Ban Ki Moon telah meminta kepada Indonesia untuk tidak mengeksekusi narapidana narkoba, yang merupakan warga negara Brasil, Perancis, Ghana, Nigeria, Filipina, serta warga Indonesia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menolak permohonan grasi para terpidana narkoba dan tetap akan melanjutkan eksekusi.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Senin (16/2) juga mengatakan bahwa eksekusi mati tak melanggar hukum internasional.
(den/stu)