Jakarta, CNN Indonesia -- Hampir 40 persen pekerja seks komersil, PSK, di Inggris ternyata adalah sarjana S1. Pekerjaan ini mereka lakoni demi menyambung hidup, setelah profesi sebelumnya tidak mampu menutupi kebutuhan mereka.
Diberitakan The Guardian, akhir pekan lalu, hal ini terungkap dalam penelitian Leeds University yang sebagiannya didanai lembaga riset Wellcome Trust terhadap para PSK yang memilih sendiri pekerjaan ini, bukan sebagai korban perdagangan manusia.
Studi ini melibatkan 240 pekerja seks yang terdiri dari wanita, pria dan transgender. Sebanyak 90 atau 38 persen di antaranya adalah sarjana S1, bahkan 40 orang atau 17 persen dari mereka adalah sarjana S2.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih dari 70 persen di antara mereka sebelumnya bekerja halal di sektor kesehatan, pendidikan atau lembaga bantuan, seperti disampaikan dalam hasil penelitian.
Studi juga menemukan bahwa alasan mereka terjerembab dalam lembah hitam ini karena untuk memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu PSK mengatakan bekerja sebagai penjaja seks demi menebus barangnya yang digadaikan. Pekerjaan sebelumnya sebagai asisten medis di Layanan Kesehatan Nasional hanya bergaji 50 pound sterling per hari.
Menurut Alex Feis-Bryce, Direktur The National Ugly Mugs Group, lembaga yang mengurusi kesehatan dan keamanan pekerja seks mengatakan pada koran Metro bahwa penelitian ini mengubah cara pandang masyarakat yang menganggap PSK "dari sananya sudah buruk."
Pandangan tersebut tidak jarang melandasi kebijakan para politisi yang kurang tahu latar belakang dan tantangan yang dihadapi para pekerja seks.
"Riset ini menantang cara pandang tersebut. Jelas dari penelitian ini bahwa mengenai pekerja seks sebagai pekerjaan dan mengetahui keragamannya sangat penting," kata Bryce.
Menurut Bryce, pekerja seks sebenarnya memiliki pilihan. Namun mereka mendapatkan gaji yang lebih besar di sektor ini. Sebagian bisa mendapatkan kurang dari 1.000 pound sterling per bulan. Beberapa di antara mereka bahkan bisa mendapatkan 5.000 pound sterling per bulan.
Penelitian itu juga menemukan bahwa 113 pekerja seks (47 persen) pernah menjadi korban kejahatan, termasuk perkosaan dan perampokan, sementara 86 lainnya (36 persen) menerima SMS, telepon atau email ancaman.
"Saya dikuntit hampir sepanjang waktu saat saya bekerja. Saya masih lajang karena tidak ada yang ingin berkencan dengan PSK," kata seorang responden.
(den)