Tripoli, CNN Indonesia -- Sepupu mantan penguasa Libya, Muammar Gaddafi, Ahmed al-Gaddafi Dam, memperingatkan bahwa serangan terorisme seperti 9/11 akan terjadi di Eropa dalam waktu dua tahun kedepan, seiring dengan semakin meningkatnya geliat anggota kelompok militan ISIS untuk menyamar sebagai imigran yang mencari suaka di Eropa.
Dam merupakan salah satu petugas keamanan yang paling terpercaya oleh rezim Gaddafi di Libya yang terkenal diktator.
Dam memperkirakan setidaknya setengah juta migran akan berlayar dari Libya ke Eropa pada tahun ini, peluang yang akan dimanfaatkan oleh anggota dan simpatisan ISIS di Libya untuk menyeberang ke daratan Eropa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada banyak teroris di antara mereka, antara 10 hingga 50 orang di 1.000 imigran," kata Dam yang melarikan diri ke Kairo, kepada media Inggris, The Independent, Senin (2/3).
"Mereka akan menjejakkan kaki di seluruh Eropa. Dalam satu tahun, dua tahun, Anda akan melihat serangan 11 September lagi di Eropa," kata Dam.
Pernyataan Dam ini dinilai sebagai peringatan yang tidak main-main. Terlebih, ISIS telah membuktikan eksistensinya di Libya yang penuh konflik dengan melakukan eksekusi pemenggalan kepala 21 warga Mesir penganut Kristen Koptik.
Para pakar menilai, anggota militan Libya yang setia kepada kelompok ekstremis semakin memperlebar sayapnya di Libya dalam beberapa pekan terakhir. Diduga, terdapat tiga kota yang telah dikuasai militan, termasuk Sirte.
Dam juga mengklaim bahwa milisi yang setia kepada ISIS di Libya tampaknya memiliki lebih dari 6.000 barel uranium yang sebelumnya berada di bawah penjaga tentara pemerintah di padang pasir di luar kota selatan-barat Sabha.
"Tentang uranium tersebut, saya pikir mereka, ISIS, sudah memilikinya, karena mereka menguasai wilayah ini," ujar Dam.
"Mereka tidak bodoh lagi. Mereka tahu bagaimana membuat uang. Mereka akan mencoba menguasai dan menjualnya," kata Dam.
Sejak pemberontakan yang mengakhiri rezim Gaddafi selama 42 tahun dan berujung pada pembunuhannya, keluarga pemimpin otoriter ini tidak banyak muncul di media.
Libya, yang berlokasi di Afrika utara, tengah menghadapi konflik antara dua faksi yang bersaing, yaitu satu faksi yang bersekutu dengan pemerintah dan diakui secara internasional, dan faksi lainnya menyebut diri sebagai pasukan Libya Dawn.
Kedua faksi mengklaim mereka adalah penyelamat Libya. Namun dalam kekacauan pasca-revolusi, sejumlah kelompok bersenjata, pemberontak dan militan Islam lain juga berebut kekuasaan atas beberapa wilayah negara ini.
Musim panas lalu, pasukan Libya Dawn berhasil mengambil alih ibukota Tripoli dan mendirikan pemerintahan sendiri. Sementara, pemerintah yang diakui oleh dunia internasional berbasis di timur kota Bayda setelah terusir dari Tripoli.
PBB menengahi faksi yang bertikai dengan mengimbau para faksi untuk membentuk pemerintah persatuan dan mengakhiri permusuhan.
Italia, yang dipisahkan oleh Laut Mediterania dari Libya, telah menyerukan aksi internasional untuk mendesak penghentian kekacauan di Libya.
Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, Duta Besar Italia, Sebastiano Cardi mengulangi janji Italia untuk membantu memantau gencatan senjata dan melatih angkatan bersenjata lokal dalam rangka menjalankan misi PBB.
(ama/stu)