Tawarkan Pertukaran Tahanan, Australia Membodohi Indonesia

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Kamis, 05 Mar 2015 16:26 WIB
Pengamat Hikmahanto Juwana mengungkapkan tiga alasan mengapa Indonesia tidak bisa menerima tawaran pertukaran tahanan dari Australia.
Menurut Hikmahanto, tawaran pertukaran tahanan dari Australia sangat janggal dan cenderung membodohi pemerintah Indonesia jika diterima. (Antara/Nyoman Budhiana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Waktu eksekusi mati kian dekat, Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, masih berusaha untuk membebaskan dua warganya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dengan menawarkan pertukaran tahanan dengan Indonesia. Menurut pengamat hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, tawaran Australia ini sangat janggal dan cenderung membodohi pemerintah Indonesia jika diterima.

Dalam siaran pers yang diterima CNN Indonesia, Kamis (5/3), Hikmahanto mengemukakan tiga alasan. Pertama, dalam hukum internasional, proses pertukaran tahanan hanya dikenal ketika dua negera berperang dan masing-masing menawan tentara yang tertangkap.

Jika merujuk pada keterangan tersebut, Indonesia dan Australia kini tidak ada dalam situasi perang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Indonesia dengan Australia jelas tidak dalam situasi perang. Tahanan yang adapun bukan ditangkap karena situasi perang melainkan karena melakukan kejahatan baik di Indonesia maupun Australia," papar Hikmahanto.

Dalam pemaparan selanjutnya, Hikmahanto membuka kemungkinan maksud Bishop bisa saja berupa pemindahan terpidana. Namun, menurut Hikmahanto, belum ada ikatan perjanjian pemindahan terpidana antara Indonesia dan Australia.

"Apalagi di Indonesia belum ada Undang-undang yang mengatur tentang Pemindahan Terpidana. Padahal UU ini perlu ada sebelum adanya Perjanjian Pemindahan Terpidana," tutur Hikmahanto.

Menutup kesempatan bagi Australia, Hikmahanto berkata, "Terakhir, kalaupun ada perjanjian pemindahan terpidana, maka ini tidak berlaku bagi terpidana mati."

Oleh karena itu, Hikmahanto menekankan bahwa pemerintah Indonesia seharusnya menolak tawaran itu.

Hikmahanto berpandangan bahwa Indonesia sudah cukup menghormati kedaulatan hukum Australia dalam menindak WNI yang melakukan kejahatan di sana. Sebaliknya, Australia juga seharusnya melakukan hal yang sama.

Dalam pernyataannya, Hikmahanto mengatakan, "Pemerintah Australia dalam upaya menyelamatkan nyawa warganya dari pelaksanaan hukuman mati seharusnya paham bahwa di Indonesia banyak orang cerdas yang tidak dapat dikelabui dengan cara-cara yang tidak dikenal dalam doktrin hukum. Pemerintah Australia tidak seharusnya merendahkan kemampuan dan nalar hukum bangsa Indonesia."

Sebelumnya, berbicara setelah politisi Australia menyalakan lilin di luar gedung parlemen sebagai aksi dukungan pada Sukumaran dan Chan, Julie Bishop mengatakan ia telah menelepon Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi, awal pekan ini.

"Saya mengangkat fakta bahwa ada tahanan Indonesia di penjara-penjara Australia dan apakah ada kesempatan bagi kita untuk mempertimbangkan pertukaran tahanan, transfer tahanan atau permohonan grasi dalam pertukaran sebagai ganti dari diserahkannya tahanan (Indonesia),” kata Bishop kepada Sky News Australia, seperti dikutip dari Reuters Kamis (5/3).

"Saya hanya meminta jeda dalam persiapan mereka menjelang eksekusi Sukumaran dan Chan sehingga ada waktu untuk mengeksplorasi ide-ide tersebut,” tambah Bishop.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Christiawan Nasir, membenarkan bahwa Bishop menghubungi Retno saat Menlu sedang melakukan kunjungan ke Selandia Baru.

Menanggapi tawaran tersebut, Arrmanatha hanya berkata, "Pada dasarnya, pertukaran tahanan tidak dikenal dalam aturan hukum dan undang-undang di Indonesia."

Sementara itu, Chan dan Sukumaran sendiri telah dipindahkan dari LP Kerobokan, Bali, ke Nusakambangan, Cilacap, pada Rabu (4/3).

Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum merilis secara resmi 10 terpidana mati yang akan dieksekusi dalam waktu dekat. Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengungkapkan ada 11 nama terpidana yang bakal segera menghadapi regu tembak.

Mereka di antaranya adalah warga Filipina Mary Jane Fiesta Veloso; dua warga Australia, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan; warga Perancis, Serge Areski Atlaoui; warga asal Ghana, Martin Anderson; warga Nigeria, Raheem Agbaje Salami; Rodrigo Gularte asal Brasil; dan warga negara Indonesia Zainal Abidin.

(stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER