Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang remaja Australia yang diduga keras bergabung dengan ISIS dan melakukan bom bunuh diri di Irak pekan lalu, tampaknya telah mendokumentasikan perjalanannya menjadi radikal lewat sebuah blog.
Jake Bilardi, 18, memiliki nama lain Abu Abdullah al-Australi, berasal dari Melbourne, memberi judul sebuat tulisan di blog-nya: “Dari mata seorang Mujahidin: Seorang Mujahidin Australia di Tanah Khilafah.”
Blog tersebut sudah dihapus, namun versi
cache masih tersedia secara
online.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CNN melansir tak dapat memverifikasi blog tersebut secara mandiri, namun blog tersebut mengatasnamakan Abu Abdullah al-Australi, di-posting pada 13 Januari, saat ia “mempersiapkan pengorbanan hidup saya untuk Islam di Ramadi.”
Pemerintah Australia pada Rabu lalu mengatakan bahwa mereka sedang berusaha mengkonfirmasi laporan bahwa Bilardi melakukan bom bunuh diri atas nama ISIS, menyusul klaim dari kelompok militan itu.
Klaim tersebut memuat pula foto Bilardi didalam mobil, beberapa saat sebelum meledakkan dirinya.Penulis blog itu menggambarkan ia “sangat nyaman” menjadi yang termuda dari pinggiran Melbourne, di mana ia dibesarkan sebagai ateis, unggul di sekolahnya dan “memimpikan menjadi wartawan politik.”
Ia menggambarkan bagaimana kakak tertuanya mendidiknya dalam banyak mata pelajaran, dan bagaimana instruksi kakaknya dalam politik internasional membekas dalam benaknya, terutama setelah serangan 11 September.
“Hanya berumur lima tahun saat serangan, pengetahuan saya soal operasi itu sesungguhnya tak berdasar. Meski begitu, saya tertarik pada topik tentang al-Qaidah dan ‘terorisme Islam’,” tulisnya.
“Dari sanalah saya mencari soal al-Qaidah… dan kelompok dengan ideologi serupa. Saya menghabiskan setiap hari melakukan riset secara
online dan mulai membaca buku.”
Mengontak kelompok militanPenulis blog mengatakan bahwa ketika ia membaca soal perang di Afghanistan dan Irak, dan penyiksaan oleh negara-negara yang melakukan okupasi, “lahir pandangan hina saya terhadap Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Australia. Itu juga menjadi saat dimulainya rasa hormat saya pada para mujahidin yang lalu berkembang pada rasa cinta pada Islam dan akhirnya membawa saya ke sini kepada ISIS.”
Ia jadi memandang demokrasi sebagai “sistem dengan kebohongan dan penipuan, yang hanya berfokus untuk memberikan orang-orang apa yang mereka sebut kebebasan, namun hanya memberi kenyataan palsu dari kehidupan selebriti untuk mengalihkan orang-orang dari apa yang sesungguhnya terjadi di dunia.”
Perang “menjadi penanda dari kebencian dan penolakan saya kepada keseluruhan sistem Australia dan sebagian besar negara yang mengadopsinya. Itu juga menjadi momen dimana saya sadar bahwa revolusi kekerasan secara global menjadi penting untuk menghapuskan sistem pemerintahan ini dan bahwa… saya mau terbunuh dalam perjuangan ini.”
Di blog, ia mengaku pernah menghubungi kontak yang bisa membuatnya bergabung dengan Jabhat al-Nusra atau Ahrar al-Sham, kelompok militan di Suriah, namun tak berhasil.
Ia lalu mulai berhubungan dengan salah satu anggota ISIS secara
online, setelah menyaksikan kesuksesan mereka secara militer.
Akhirnya, ia berhasil mengontak seseorang yang berjanji untuk membawanya ke teritori ISIS.
Plan BKhawatir bahwa rencananya meninggalkan Australia bisa digagalkan oleh otoritas, ia mengembangkan “Plan B”, mengumpulkan bahan-bahan untuk apa yang ia gambarkan sebagai "serangkaian pemboman di Melbourne, menargetkan konsulat asing dan target politik/militer serta serangan dengan granat dan pisau terhadap pusat-pusat perbelanjaan dan kafe dan mencapai puncaknya dengan meledakkan diri di antara orang-orang kafir."
Polisi Australia mengkonfirmasi pada Rabu lalu bahwa bahan kimia yang dapat digunakan untuk membuat bahan peledak ditemukan dalam pencarian di rumah keluarganya di pinggiran Melbourne, Craigieburn.
Namun ia menulis membatalkan rencana itu karena membeli bahan kimia untuk bahan peledak pembuat bom bisa menarik perhatian pihak berwenang dan merusak upayanya untuk bergabung dengan ISIS.
Dia tidak mengungkapkan bagaimana bisa memasuki wilayah ISIS, namun mengatakan bahwa saat memasuki kota Jarablus di Suriah yang dikontrol ISIS, ia "merasa sukacita yang tidak pernah saya alami sebelumnya."
Dalam posting blog lain, berjudul "Menjadi (orang) putih di ISIS: Penghapusan rasisme”, ia mengatakan bahwa ISIS telah berhasil menghapus rasisme dan membangun satu-satunya negara yang benar-benar multi-etnis di dunia.”
Dia mengatakan dia mendaftar untuk serangan bunuh diri di Baiji, Irak, yang gagal, sebelum mendaftar untuk melakukan serangan lain di Ramadi.
Meradikalisasi diri sendiriClarke Jones, seorang ahli dalam radikalisasi dari Australian National University, mengatakan bahwa Bilardi membuyarkan profil mereka yang mendukung ISIS yang sudah menjadi anggapan umum.
Ia adalah orang Barat, berasal dari keluarga kelas menengah, dilaporkan sering di-bully di sekolah, profilnya sebenarnya lebih cocok untuk menjadi penembak di sekolah daripada seorang teroris Islam, kata Jones.
Jones mengatakan kasus Bilardi menunjukkan bahwa ia tak “dibesarkan” oleh perekrut militan, namun berjuang sendiri untuk mengontak para militan. Ia meradikalisasi dirinya sendiri lewar bacaannya sendiri.
“Perdana menteri mengatakan bahwa ia dicuci otak—menurut saya itak dicuci otak. Ia memperhitungkan semuanya dan mendokumentasikan semuanya secara jelas,” ujar Jones.
(stu)