Xinjiang, CNN Indonesia -- Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS) terus melebarkan sayapnya ke berbagai negara. Tak hanya kawasan barat, kini Tiongkok juga menyatakan bahwa mereka tengah berperang melawan ekstremisme akibat adanya ISIS.
Seperti dilaporkan CNN, Rabu (11/3), salah satu pemimpin Partai Komunis, Zhang Chunxian, menyatakan bahwa kekerasan dalam konteks gerakan jihad di negaranya terus meningkat seiring dengan merambahnya ISIS.
"Beberapa ekstremis di Xinjiang telah berpartisipasi dalam ISIS dan saya pikir ini membuktikan lebih jauh bahwa kekuatan ekstremis tidak dapat diabaikan. Sebagai salah satu negara dunia yang menyadari bahaya ISIS, kami akan bekerja sama dengan negara lain untuk menghentikannya dari sumbernya," ujar Zhang dalam rapat tahunan parlemen Tiongkok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam dua tahun terakhir, rentetan serangan di Xinjiang, wilayah yang kaya akan sumber daya dan didiami oleh mayoritas warga etnis Uighur berbahasa Turki, telah menelan ratusan korban jiwa.
Pemerintah menganggap insiden tersebut diprakarsai oleh separatis Muslim Uighur yang ingin mendirikan negara.
Media pemerintah sebelumnya melaporkan bahwa militan Muslim Uighur mencoba terbang ke kamp pelatihan ISIS untuk kembali dan menyerang Tiongkok.
"Kami memecahkan beberapa kasus yang melibatkan orang yang baru saja kembali setelah berpartisipasi dalam perang. Kasus seperti itu terkadang melibatkan 'lone wolf' dan kadang juga melibatkan kelompok-kelompok," papar Zhang.
Menurut Zhang, pergerakan ISIS tidak dapat ditebak. Hal inilah yang dijadikan Zhang sebagai tameng dari serangan protes mengenai pemerintahan Tiongkok yang tidak transparan.
"Situasi ISIS secara historis sulit ditebak. Untuk mengatasi kasus semacam itu, untuk menjamin keselamatan orang, kami terkadang harus menjaga hal-hal tertentu tetap menjadi rahasia dan menahan diri," paparnya.
Aktivis Uighur yang diasingkan menampik alasan pemerintah tersebut. Menurut mereka, pihak berwenang tidak memiliki cukup bukti dan menggunakan hubungan dengan ISIS untuk membenarkan ketidakadilan dalam negara itu.
Selama beberapa dekade terakhir, gelombang kedatangan etnis Han Tiongkok di Xinjiang telah memicu ketegangan etnis.
Amnesty International mengatakan bahwa kaum Uighur menghadapi diskriminasi yang meluas dalam ranah tempat tinggal, edukasi, pekerjaan, terkekangnya kebebasan beragama.
Beberapa kritikus lain mengaitkan meningkatnya kekerasan di Xinjiang dengan sikap represif Tiongkok selama ini. Namun, hal tersebut dibantah oleh pemerintah Tiongkok.
(denny armandhanu)