Jakarta, CNN Indonesia -- Sepekan setelah proses pencarian dilakukan, pemerintah Indonesia belum dapat menemukan jejak 21 warga negara Indonesia yang hilang di perairan Atlantik dalam kapal berbendera Taiwan pada 26 Februari lalu. Namun, Kementerian Luar Negeri mengaku memiliki harapan bahwa kapal tersebut masih berlayar.
Harapan tersebut bukan tanpa dasar. Menurut Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Christiawan Nasir, kapal Hsiang Fu Chuen tersebut memiliki daya tampung bahan bakar hingga empat bulan.
Menurut penuturan Tata, demikian Arrmanatha akrab disapa, kapal tersebut mulai berlayar pada Januari. Merujuk pada fakta tersebut, seharusnya kapal masih menyimpan banyak bahan bakar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perkiraannya, kalau ada kecelakaan atau tenggelam, bahan bakar minyak yang masih banyak seharusnya bisa terlihat di air," tutur Tata, demikian sapaan akrab Arrmanatha, di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa (17/3).
Namun, hingga saat ini belum ada yang melihat adanya ceceran minyak di laut. Melihat kenyataan ini, Tata mengaku masih memiliki harapan bahwa kapal tersebut akan ditemukan.
"Harapannya mereka masih ada, masih berlayar, tapi mesinnya tak berfungsi sehingga tak bisa menghubungi pemilik atau meminta bantuan. Jadi, harapannya masih ada. Semoga masih bisa ditemukan," ucap Tata.
Sementara itu, proses pencarian terus dilakukan. Bala bantuan dari beberapa negara juga sudah dikerahkan.
"Pemerintah Argentina kemarin (12/3) jam 07.00 sudah mengerahkan satu kapal angkatan lautnya untuk melakukan pencarian dengan personel 400 orang," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia (PWI-BHI) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal, pada Jumat (13/3).
Tak hanya itu, Taiwan juga telah menghubungi perwakilannya di Argentina untuk menginstruksikan seluruh kapal berbendera Taiwan agar turut mencari keberadaan kapal tersebut.
Permintaan ini bukan tanpa alasan. Menurut informasi yang dihimpun dari otoritas perikanan Taiwan, kapal tersebut terakhir kali terlacak berada di 1.600 mil laut dari Argentina dan 1.100 mil laut dari Falkland atau Malvinas.
Selain itu, otoritas Taiwan juga membantu dengan menghubungi pihak Amerika Serikat yang ternyata membuahkan hasil.
"Pihak Taiwan juga sudah berkoordinasi dengan Amerika untuk menggunakan teknologi satelit untuk melakukan pemantauan juga," tutur Iqbal.
Menurut Iqbal, Kemlu akan terus mendesak otoritas Taiwan untuk melakukan upaya pencarian.
Sebelumnya, Iqbal menyatakan kekecewaannya lantaran Taiwan terlambat memberi kabar kepada Indonesia mengenai hilangnya kapal ini.
Kapal yang membawa 49 awak tersebut hilang kontak pada 26 Februari sekitar pukul 03.00 waktu setempat.
Menurut penuturan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Christiawan Nasir, pemilik kapal sendiri memang terlambat memberi kabar kepada otoritas Taiwan, yaitu pada 2 Maret. Namun, otoritas Taiwan juga lamban memberi informasi kepada Indonesia.
"KDEI baru diberi tahu
coast guard pada 9 Maret. Ada
gap panjang di sini. Ini yang kami sayangkan," ucap Arrmanatha.
Menurut Iqbal, otoritas Taiwan seharusnya langsung mengabarkan insiden ini ke pemerintah Indonesia.
"Tidak perlu menunggu sampai kepastian dia hilang atau tidak seharusnya langsung beri kabar ke Indonesia," ujar Iqbal.
Di dalam kapal itu terdapat dua warga Taiwan, yaitu kapten kapal dan kepala kamar mesin. Selain itu, terdapat 11 pelaut asal Tiongkok, 21 ABK Indonesia, 13 warga Filipina, dan dua orang lainnya asal Vietnam.
Lebih jauh, Taiwan sebagai otoritas, menurut Iqbal, seharusnya langsung memberikan notifikasi kepada negara yang warganya mengalami masalah.
"Jika ada
accident, negara yang punya warga negara di situ harus diberi notifikasi," kata Iqbal.
Namun, akhirnya otoritas Taiwan telah menyampaikan permohonan maafnya.
"Mereka sudah menyampaikan maaf secara lisan karena tidak terlebih dahulu memberi tahu Indonesia terkait hilangnya 21 WNI di kapal ikan mereka saat pertemuan KDEI (Kamar Dagang Ekonomi Indonesia) Taiwan dengan pihak otoritas perikanan mereka," kata Arrmanatha.
(stu/stu)