Jakarta, CNN Indonesia -- "Pukul 04.00 kami mendengar ledakan, ISIS meledakkan bom di tempat pemeriksaan utama," tutur Faisal, bukan nama sebenarnya, ketika menuturkan bagaimana ISIS pertama kali memasuki kota kecil di Irak tempat ia tinggal, Kota Hit. ISIS benar-benar memegang kontrol langsung di Hit hanya berselang beberapa jam.
Bagi kota dengan 100 ribu penduduk, pendudukan ISIS ini telah membawa dampak besar. Sebagian warga sangat mendukung, sementara yang lainnya geram dan muak dengan ISIS.
Faisal sebenarnya tidak masalah dengan keberadaan ISIS. Mereka sering kali dikawal oleh tetangga yang kenal betul siapa Faisal. Mereka memiliki daftar orang yang dicari dan terkadang memeriksa kartu identitas warga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kesengsaraan mulai terasa ketika aliran listrik padam. Penyebabnya adalah 90 persen aliran listik di Provinsi Anbar dipasok dari Haditha, wilayah yang belum dikuasai ISIS.
"Saat ISIS merebut Hit, mereka menghentikan penjualan makanan ke orang Haditha karena wilayah tersebut masih dikuasai pemerintah. Sebagai balasan, Haditha memangkas pasokan listrik ke Hit dan banyak kota lain di bawah kontrol ISIS," papar Faisal seperti dikutip The Independent, Selasa (17/3).
Tak ayal, seluruh proyek yang bergantung pada aliran listrik tak dapat beroperasi, termasuk kilang pengolahan air. Akibatnya, Hit dilanda kekurangan air. Orang harus mengambil air dari Sungai Efrata yang sarat polusi.
Hit sebagai kota agrikultur memang tidak khawatir kekurangan makanan. Bahan pangan masih dijual dengan harga rendah.
Masalahnya, tidak ada warga yang mampu membeli, karena seluruh tempat bekerja berhenti beroperasi sehingga warga tidak mendapatkan pemasukan.
Uniknya, satu-satunya pekerjaan yang masih mendapatkan upah adalah karyawan pemerintahan Irak di Hit. Meskipun kota tersebut sudah dikuasai ISIS, Baghdad ingin mempertahankan loyalitas mereka. ISIS pun tidak akan mencegah hal tersebut terjadi karena dari sanalah mereka mendapat pajak.
Namun, ISIS tak kepayahan. Mereka melayani diri sendiri dengan memboyong beberapa tabung gas untuk diisi ulang di ibu kota ISIS di Raqqa, Suriah.
Meskipun ia berhasil melarikan diri ke Erbil, ibu kota Kurdi di wilayah otonom Irak Utara, Faisal mengaku terus memantau keadaan di Hit. Ia geram dengan intervensi ISIS di kota kecil itu.
"Mereka mencekokkan mereka dengan masalah edukasi, masjid, pakaian perempuan, pajak di toko-toko (zakat), dan banyak aspek hidup lainnya," katanya.
Melanjutkan kisahnya, Faisal berkata, "Orang tua dan saudara-saudara saya melalui telepon satelit internet mengatakan kepada saya bahwa ada dua ribu orang yang ditunjuk untuk memeriksa semua toko di kota dan mengumpulkan pajak atas nama zakat. Tidak hanya dari toko tapi juga dari pendapatan masyarakat."
Tak hanya orang dewasa, anak kecil pun dibuat sengsara oleh ISIS. Mereka mengganti seluruh kurikulum di sekolah dengan apa yang diajarkan di Raqqa.
"Beberapa pelajaran dimodifikasi atau dihapus. Mereka menghapus kelas seni, musik, geografi, filosofi, sosiologi, psikologi, dan pelajaran agama Kristen. Mereka juga meminta guru matematika untuk mengganti semua pertanyaan yang merujuk pada demokrasi dan pemilihan umum. Guru biologi tidak boleh merujuk evolusi. Kelas-kelas Arab tidak boleh mengajarkan puisi pagan," tutur Faisal.
Selain takut dengan "kontaminasi" pelajaran, ISIS juga paranoid terhadap penggunaan telepon dan internet. Mereka khawatir penggunaan internet dapat membuat keberadaan mereka terlacak dan koalisi serangan udara di bawah komando AS akan menggempur.
Hingga Februari, telepon genggam masih berfungsi, tapi setelah terjadi pertempuran di dekat Hit, ISIS takut ada mata-mata yang menyusup. Mereka akhirnya meledakkan semua telepon genggam secara massal.
Kini, warga Provinsi Anbar tidak dapat mengakses internet. Masyarakat terpaksa menggunakan koneksi internet dari satelit yang diawasi oleh ISIS. Tidak ada koneksi internet di rumah-rumah, sementara di tempat umum, kata Faisal, "ISIS dapat memantau komputer sehingga mereka dapat melihat apa yang Anda lakukan dan kepada siapa Anda berbicara."
Tujuan akhir ISIS adalah menyebarkan paham agama Islam sesuai pemahaman mereka.
"Banyak imam diganti dengan imam asing seperti dari Arab, terutama Saudi, Tunisia, Libya, dan Afghanistan. ISIS mengganti seluruh imam-imam lama yang membelot ke Baghdad dan Kurdi. Kebanyakan yang diusir adalah Sufi," kata Faisal.
Guna membentuk negara Islam sesuai pahamnya, ISIS mulai merasuki Hit dengan agenda budaya.
"Di tempat masuk setiap ruas jalan utama dan bazaar, ada kelompok ISIS yang memegang gaun-gaun hitam yang menutupi seluruh tubuh, termasuk wajah dan kepala. Jika perempuan tidak memilikinya, ia harus membeli dan uangnya masuk ke kantong ISIS," papar Faisal.
Kendati banyak warga tak suka, sebagian dari mereka rela mengaku setia kepada ISIS demi mendapatkan uang.
"Mereka memberikan gaji kecil, sekitar 175 ribu Dinar, tapi menurut mereka gaji itu cukup karena mereka juga menikmati keuntungan lain, seperti bahan bakar gratis, minyak masak, gula, teh, roti, dan serta makanan dan layanan lain," paparnya.
Di sisi lain, Faisal menganggap pemerintah tidak serius memerangi ISIS. "Selama korupsi masih ada, seluruh solusi terhadap masalah-masalah negara, termasuk merebut kembali kota-kota yang diduduki ISIS, tidak akan berhasil," ucap Faisal.
Jika harus memilih anatara dikuasai pemerintah, ISIS, atau al-Qaidah, Faisal merasa tidak ada pilihan baik untuk Irak. Faisal lantas mengenang ketika al-Qaidah menguasai Irak pada 2005 hingga 2006.
"Orang al-Qaidah adalah malaikat jika dibandingkan dengan ISIS. Sepuluh tahun lalu, ada banyak operasi militer oleh al-Qaidah, tapi tidak ada yang berpikiran untuk keluar dari Hit sebanyak sekarang," tutur Faisal.
Melanjutkan argumennya, Faisal berkata, "Kami benci pemerintah, tapi ISIS bukan pengganti yang cocok. Kami benci ISIS, tapi bayangkan jika militer Syiah adalah penggantinya. Situasi akan lebih buruk. Semuanya serba salah."
(stu)