Jakarta, CNN Indonesia -- ISIS memiliki sayap media yang cukup mumpuni dan kuat dalam menyebarkan propaganda mereka. Berbasis online, ISIS telah menyebarkan propaganda melalui berbagai format, baik video, audio hingga majalah.
Adalah Al-Hayat, nama sayap media ISIS yang diluncurkan pada Mei 2014. Media ini gencar bergerak di akun sosial media, menyalurkan video, audio dan gambar. Sebagai tambahan, Al-Hayat membuat majalah bernama Dabiq, mengambil nama dari sebuah kota di Suriah yang diramalkan tempat perang akhir zaman.
Majalah Al-Hayat yang sudah terbit tujuh edisi ini menampilkan berbagai aktivitas ISIS, termasuk eksekusi sandera dan pembelaan mereka terhadap tindakan tersebut. Salah satunya adalah pembenaran perbuatan mereka saat membakar pilot jet tempur Yordania awal tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ISIS juga diduga membuat majalah berbahasa Perancis bernama Dar al Islam, salah satu edisinya berjudul "Semoga Allah mengutuk Perancis" dan menampilkan sampul depan Menara Eiffel tengah dijaga tentara Perancis. Dalam edisi itu, majalah tersebut memuji para penyerang di kantor majalah Charlie Hebdo dan kafe kosher di Paris.
Publikasi lainnya adalah laporan mendalam ISIS berjudul "Insight into the Islamic State" yang menjabarkan soal strategi dan pencapaian ISIS dalam satu waktu. Jika dilihat, lay-out dari majalah berbahasa Inggris ini mirip dengan majalah al-Qaidah, Inspire.
ISIS diduga mencontoh Inspire. Pada salah satu edisinya, Inspire pernah memuat cara membuat bom dari alat-alat sederhana yang ada di dapur.
Hal inilah yang diduga menginspirasi kakak-beradik Tsarnaev membuat bom dari panci presto, menewaskan tiga orang saat diledakkan di ajang Boston Marathon, Boston, AS, tahun 2013 lalu.
Namun menurut Seth Jones, ahli di perusahaan analisis keamanan RAND Corporation, Dabiq punya misi yang berbeda dengan Inspire. "Majalah ISIS bertujuan untuk mengajak orang-orang untuk datang, untuk merekruit dan bergabung serta berperang dengan mereka," kata Jones pada CNN akhir tahun lalu.
Karakter dan kualitas penerbitan serta tayangan video ISIS sangat apik, menunjukkan kepiawaian dan profesionalitas pembuatnya. Menurut lembaga Pengawas Ancaman Terorisme dan Jihad MEMRI, media ISIS sangat baik karena para pembuatnya adalah praktisi di bidang ini, salah satunya adalah Abu Talha Al Almani alias Deso Dogg, seniman dan penyanyi rap Jerman yang bergabung dengan ISIS.
Abu Talha telah terluka dua kali dalam pertempuran. Pada April 2014, dia mengumumkan berhenti bertempur dan berperan di sayap media sebagai juru propaganda.
Selain lewat media, Al-Hayat juga sangat cantik bermain di media sosial, salah satunya Twitter. Akun asli Al-Hayat berbahasa Jerman, namun juga mempublikasi materi dalam bahasa Inggris, Perancis dan lainnya. Contohnya, Al-Hayat pernah mempublikasi pidato juru bicara ISIS Abu Muhammad Al-Adnani di Twitter yang diterjemahkan dalam tujuh bahasa, salah satunya Indonesia.
Twitter pernah menutup banyak akun ISIS dan pro-ISIS, termasuk al-Hayat berbahasa Jerman, Inggris dan Perancis. Mati satu tumbuh seribu. Tidak lama muncul lebih banyak lagi akun serupa. Al-Hayat juga menyebarkan materi melalui situs Archive.org dan laman-laman gratis lainnya, salah satunya yang paling sering di justepaste.it.
Akun Twitter pro-ISIS biasanya menggunakan tanda pagar yang sedang populer untuk menyebarkan propaganda mereka, contohnya World Cup. Cara ini cukup ampuh. Buktinya, tidak jarang akun-akun ISIS di Twitter bisa menjaring banyak simpatisan, bahkan merekruit mereka agar datang ke Suriah.
Target Al-Hayat adalah para pendukung paham ISIS dan anggota yang potensial untuk direkruit, baik di Barat maupun negara-negara non-Arab.
Untuk Dabiq, Pengamat terorisme Indonesia Al Chaidar menilai, selain sebagai propaganda dan merekruit, majalah ini juga menjadi alat untuk menyerang kelompok-kelompok yang berseberangan dengan mereka, memurtadkan dan mengkafirkan sesama Muslim yang menentang kekerasan ISIS.
"Mereka ingin memperlihatkan hal-hal yang kontroversial selama ini, salah satunya perseteruan dengan Jabhat Nusra di Suriah," kata Chaidar kepada CNN Indonesia, Jumat (20/3).
Majalah ini juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, termasuk Indonesia dan dipublikasi oleh beberapa situs jihad. Chaidar mengatakan, penerjemahnya bisa jadi ada di Suriah atau di Indonesia.
"Karena mereka memang menjadi corong ISIS di Indonesia," lanjut dia.
(den)