Jakarta, CNN Indonesia -- Meskipun mulai mendapatkan kepastian soal pembayaran upah, sebanyak 26 WNI yang
over kontrak hingga hari ini masih terlantar di sebuah kapal penangkap ikan bekas bernama MV. Luanda 3, di perairan Angola, sekitar 1 mil dari daratan.
Berdasarkan rilis dari Serikat Pekerja Indonesia (SPILN) yang diterima CNN Indonesia, PT Inter Burgo, perusahaan yang memperkerjakan puluhan ABK WNI tersebut menawarkan sistem pembayaran upah dengan dicicil. Selain itu, para ABK juga dijanjikan akan dipulangkan.
Penawaran pembayaran upah para ABK datang menyusul pertemuan dua perwakilan KBRI Namibia dengan para ABK dan pihak Inter Burgo pada Senin (30/3) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun demikian, penawaran sistem pembayaran upah ini masih dirundingkan oleh para ABK. "Hasil pertemuan tersebut akan kami rundingkan dulu karena ada sebagian pelaut yang mau menerima dan sebagian lagi yang masih ragu," kata Nursalim.
Berikut identitas 26 ABK WNI yang masih terkurung di perairan Angola:
Sebanyak 12 WNI yang diberangkatkan oleh PT.PANCA KARSA MANDIRI SEJATI
1.Tinggal, sudah 28 bulan over kontrak.
2.Wartono, sudah 28 bulan over kontrak.
3.Imam Jazuli, sudah 28 bulan over kontrak.
4.Nurtari bin tarwad kalya, sudah 27 bulan over kontrak.
5.Sopani bin semik, sudah 27 bulan over kontrak.
6.Muhari, masih dipekerjakan.
7.Kardomo
8.Nursalim, sudah satu setengah bulan over kontrak
9.Rokman, terpisah lain kapal dan untuk sementara belum bisa di hubungi.
10.Muhidin
11.Abdul Rokman
12.M.Sutarno
Sebanyak empat ABK WNI diberangkatkan oleh PT. KIMCO CITRA MANDIRI
1.Ato Suharto
2.Romedhon
3.Wantoro
4.Solehudin
Sebanyak tujuh ABK WNI diberangkatkan oleh PT. INDAH MEKAR SARI (IMS)
1.Hartoni (31 bulan)
2.Supandi
3.Kadiman
4.Ata
5.Nurohman
6.Joni Harahab
7. Karso
Sebanyak 23 ABK WNI diberangkatkan oleh PT. MARINDO JAYA ABADI
1.Mukmin
2.Mashudi, masih dipekerjakan
3.Jamaludin
Berdasarkan surat perjanjian kerja, sistem pembayaran upah para WNI ABK, yang berkisar US$500 per bulan, dibagi menjadi dua. Sebanyak 50 persen upah dikirimkan kepada keluarga di Indonesia melalui delegasi, sementara 50 persen sisanya dibayarkan langsung kepada para ABK di tempat. Namun, tak ada sepeserpun gaji yang mereka terima.
Penolakan tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, dua teman Nursalim sudah kembali ke Indonesia sejak Juli 2014 dengan hanya memegang memo rincian upah. Namun hingga hari ini, mereka tak juga menerima hasil jerih payah mereka.
(ama/ama)