Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah kecamuk perang Yaman, ribuan mahasiswa yang merupakan warga negara Indonesia enggan dievakuasi karena takut studinya terhambat. Agar para mahasiswa tersebut bersedia dievakuasi, pemerintah telah membuka dialog dengan beberapa pengurus lembaga pendidikan untuk menjamin hak akademis WNI.
Perbincangan ini dilakukan menyusul merebaknya pemberitaan bahwa Universitas Al Ahgaff di Tarim, Hadhramaut, mengimbau mahasiswanya untuk tidak keluar dari Yaman. Jika meninggalkan Yaman, maka proses studi akan terhambat dan terputus dengan konsekuensi mengulang satu tahun.
Guna melakukan dialog, tim evakuasi pemerintah yang diperkuat oleh personel Polri dan Kemlu telah bertandang ke Tarim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari sana, kita dapat info positif, yaitu dua opsi, untuk yang kemungkinan kembali ke Yaman dan tidak," ujar Menteri Luar Negeri RI, Retno Lestari Priansari Marsudi, dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (6/4).
Dalam perbincangan tersebut, dicapai kesepakatan bahwa jika mahasiswa tersebut nantinya kembali ke Yaman, proses belajar dapat langsung dilanjutkan tanpa penghapusan masa studi. Opsi kedua, jika situasi buruk, mahasiswa dapat mengikuti ujian di cabang Al Ahgaff di Cirebon.
"Yang penting adalah keselamatan dan kami jamin hak-hak akademis tidak terkurangkan," tutur Retno.
Merujuk pada data awal Kemlu, terdapat 2.226 mahasiswa yang berdiam di Hadhramaut. Retno terus mendorong mahasiswa untuk mau dievakuasi. Pasalnya, situasi perang di Yaman tidak dapat ditebak.
"Saya mengimbau demikian mumpung masih ada opsi evakuasi. Kita tidak tahu kapan semua opsi tertutup dan tidak bisa melakukan apapun," kata Retno.
Situasi dinamisIa lantas menjabarkan salah satu contoh betapa dinamisnya situasi konflik di Yaman. Pekan lalu, pemerintah mengagendakan pemulangan WNI dari Aden ke Djibouti melalui jalur laut.
Namun, upaya tersebut gagal lantaran perang pecah antara tiga faksi yang berseteru. Kota Aden di selatan Yaman memang jadi tempat perebutan antara militan Syiah Houthi yang dibantu pasukan pendukung presiden terguling Ali Abdullah Saleh dengan para tentara pro-Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Pertempuran tiga pihak itu terjadi di tengah gempuran koalisi pimpinan Arab Saudi ke Yaman untuk memberantas Houthi. Kisruh inilah yang menyebabkan proses evakuasi terhambat.
"Keprihatinan saya saat ini di Aden masih ada 89 WNI belum dapat keluar. Kapal sudah siap untuk menjemput di Aden. Kapal sudah merapat, tapi situasi berubah cepat dan WNI sampai sekarang belum bisa dievakuasi," ucap Retno.
Menurut penuturan Retno, 89 orang ini seharusnya dievakuasi bersama 10 WNI yang sudah berhasil berlayar ke Djibouti.
Selain di Aden, ribuan WNI lain juga tersebar di berbagai penjuru Yaman. Dari sekitar tiga ribuan WNI tersebut, sebanyak 42 orang kini sudah berhasil dievakuasi ke Jizan, Arab Saudi.
Sementara itu, sebanyak 40 orang telah ditransfer dari pusat konflik di Sanaa menuju al-Hudaydah dan 150 WNI telah berkumpul di Al Mukalla. "Mereka semua sudah siap untuk dievakuasi ke Indonesia. Saat situasi memungkinkan, tentu akan langsung dievakuasi," kata Retno.
Sebenarnya, pemerintah telah menggodok rencana evakuasi sejak Houthi mulai mengambil alih pemerintahan pada September lalu. Sejak evakuasi dilaksanakan pada Desember, kini 700 dari 4.159 WNI sudah tiba di Tanah Air.
(den)