Jakarta, CNN Indonesia -- Satu nyawa melayang dan 50 orang ditahan saat dua ribu polisi Tiongkok berupaya membubarkan massa yang berunjuk rasa protes atas polusi dari perusahaan tanaman kimia di Inner Mongolia.
Dilaporkan Reuters, Senin (6/4), dalam upaya pembubaran massa tersebut, polisi menggunakan tembakan peluru karet, gas air mata, dan meriam air. Menurut para pengunjuk rasa, hal inilah yang menyebabkan jatuhnya korban nyawa.
Kendati demikian, seorang pejabat pemerintah setempat yang dihubungi Reuters belum dapat mengonfirmasi adanya pengunjuk rasa meninggal dan enggan berkomentar lebih jauh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pada Minggu (5/4), dalam keterangan di blog resmi, pemerintah menyatakan telah memerintahkan penutupan zona kimia tersebut untuk dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan. Pemerintah akan menindak tegas semua perusahaan yang tidak mengindahkan perintah ini.
Tak hanya menyasar pihak perusahaan, pemerintah juga akan menindak pengunjuk rasa yang menutup jalan, merusak kendaraan, atau menyebarkan rumor.
Ini bukan kali pertama penangkapan terhadap pengunjuk rasa etnis Mongol di Tiongkok. Sejak 2011, kerusuhan menyebar secara sporadis di utara wilayah Inner Mongol. Rentetan protes tersebut awalnya dipicu oleh pembunuhan salah satu gembala kaum Mongol menggunakan truk setelah ia ambil bagian dalam demonstrasi anti-polusi yang disebabkan penambangan batu bara.
Suku Mongol, yang hanya memakan porsi 20 persen dari populasi di Inner Mongolia, mengatakan bahwa lahan penggembalaan mereka rusak akibat penambangan dan desertifikasi. Kaum Mongol juga menuding pemerintah mencoba menampung mereka di rumah-rumah permanen.
Kayanya kandungan batu bara di Inner Mongolia seharusnya dapat membuat penduduknya menjadi raja di tanah sendiri. Namun, banyak orang Mongol menganggap hanya etnis Han Tiongkok yang meraup keuntungan besar dari pembangunan ekonomi.
Sebagian besar insiden massa di Tiongkok memang dipicu oleh keluhan korupsi, polusi, dan pencaplokan lahan ilegal. Diperkirakan 90 ribu insiden massa terjadi di Tiongkok setiap tahun.
Sadar akan meningkatnya kemarahan publik akibat masalah lingkungan, pemerintah akhirnya mendeklarasikan perang terhadap polusi dan bertekad untuk menanggalkan model ekonomi yang telah mengikis air, udara, dan tanah Tiongkok.
(stu/stu)