Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Jepang pada Selasa (14/3) mengeluarkan perintah untuk mencegah pengaktifan kembali dua reaktor nuklir atas dasar keamanan. Langkah ini bertentangan dengan seruan Perdana Menteri Shinzo Abe untuk memulai kembali industri energi nuklir Jepang, empat tahun setelah krisis Fukushima.
Keputusan pengadilan merupakan kali kedua dalam kurun waktu kurang dari setahun terhadap reaktor yang dioperasikan oleh Kansai Electric Power, salah satu operator terkemuka di Jepang.
Penduduk setempat telah berupaya agar pengadilan melarang pengaktifan kembali reaktor No. 3 dan 4 di Takahama, dengan alasan bahwa rencana tersebut meremehkan risiko gempa, gagal memenuhi standar keamanan yang lebih ketat dan tidak memiliki langkah evakuasi yang kredibel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang pejabat pengadilan mengkonfirmasi keputusan pengadilan ini kepada Reuters, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut. (
Baca juga: Radiasi Nuklir Fukushima Bisa Membunuh dalam Satu Jam)
Sementara, media Jepang, NHK, menyatakan tingkat keselamatan di pembangkit nuklir Takahama yang dioperasikan Kansai Electric di Tokyo barat tidak terjamin dengan standar regulator yang "kurang rasional".
Keputusan pengadilan memicu pertanyaan soal tingkat keselamatan nuklir di Jepang setelah insiden Fukushima.
Reaktor nuklir yang terletak di tepi pantai Fukui di Jepang barat, memiliki tingkat keselamatan dengan standar yang ditetapkan oleh regulator nuklir Jepang dan diharapkan akan dapat kembali diaktifkan pada tahun ini.
Kansai Electric berencana akan mengajukan banding atas keputusan tersebut. Namun, proses banding dapat memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Perusahaan ini juga diperkirakan menanggung kerugian ratusan juta dolar untuk biaya operasional.
Menurut Abe, melanjutkan pembangkit tenaga nuklir yang memasok hampir sepertiga kebutuhan listrik di Jepang--sebelum insiden Fukushima terjadi--merupakan kunci untuk mengangkat tingkat perekonomian Jepang yang merupakan ketiga terbesar di dunia dalam dua dekade terakhir.
Insiden nuklir Fukushima terjadi saat Jepang dilanda gempa dan tsunami pada Maret 2011, memicu tiga kasus lelehan nuklir dan memaksa 160 ribu warga di sekitarnya mengungsi. Insiden yang disebut terparah sejak bencana nuklir Chernobyl tahun 1986 ini telah mengontaminasi laut, tanah dan udara di Fukushima.
September lalu, Badan Pengawas Nuklir, Nuclear Regulatory Authority (NRA) memberi lampu hijau keoada Pemerintah Jepang untuk mengaktifkan kembali dua reaktor nuklir Fukushima Daiichi pada akhir tahun 2014. Namun, rencana ini tertunda karena radiasi nuklir di kawasan ini masih sangat tinggi.
Korban tewas dalam laporan resmi pemerintah Jepang pada 10 Februari 2014 yang diakibatkan gempa dan tsunami tahun 2011 mencapai 15.884 orang.
(ama/ama)