Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Luar Negeri Indonesia mengaku belum memperoleh pemberitahuan resmi mengenai penarikan Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson, alih-alih baru memperoleh informasi dari media massa.
“Untuk Australia, kita memang mendengarkan info rencana penarikan dubesnya, tapi informasi ini masih kita peroleh dari media sementara Kemenlu belum terima pemberitahuan resmi. Masalah penarikan dubes untuk konsultasi ke negara asalnya itu hak negara pengirim. Yang di dalam, selalu kita lakukan komunikasi, kita selalu tekankan Indonesia menjalin hubungan baik dengan Australia. Australia itu mitra penting kita,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Rabu (29/4).
Tony Abbott mengumumkan penarikan Gregson menyusul eksekusi mati terhadap dua warga negaranya, Andre Chan dan Myuran Sukumaran pada Rabu (29/4) pukul 00.35 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam konferensi pers di Canberra pada Rabu pagi waktu setempat, Abbott menyebut bahwa eksekusi itu “kejam dan tidak perlu.”
"Kami menghormati kedaulatan Indonesia tetapi kami menyesalkan apa yang telah dilakukan,” kata Abbott, dikutip dari Sydney Morning Herald.
Sebelum eksekusi dilakukan, Australia memang telah mengeluarkan ancaman kepada Indonesia dan mengatakan bahwa dilaksanakannya eksekusi akan memiliki konsekuensi kepada hubungan kedua negara.
Namun menurut pengamat internasional Hikmahanto Juwana, Indonesia di lain pihak, tak perlu bereaksi atas respon Australia.
Hal ini, kata Hikmahanto, dikarenakan penarikan dubes masih dalam koridor tata krama hubungan antar negara jika suatu negara tidak menyukai kebijakan yang lain.
Chan dan Sukumaran dieksekusi berbarengan terpidana mati narkoba lain, yakni empat warga Nigeria, Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, Martin Anderson, dan Silvester Obiekwe Nwolise, warga negara Brasil Rodrigo Gularte, dan Zainal Abidin dari Indonesia.
(stu)