Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara warga Inggris yang akan menghadapi eksekusi mati di Indonesia, Lindsay Sandiford, meminta bantuan kepada Kementerian Luar Negeri Inggris setelah kliennya menolak bantuan konsuler dari seorang diplomat Inggris.
Seperti dilansir The Independent, Minggu (10/5), wanita Inggris berusia 58 tahun tersebut menolak bantuan hukum ini setelah terkuak fakta bahwa sang diplomat yang ditugaskan membantunya, Alys Harahap, memiliki hubungan asmara dengan Julian Ponder, orang yang disebut memaksa Sandiford menyelundupkan 3,6 kilogram kokain ke Bali pada 2012 lalu.
Craig Tuck, pengacara Sandiford, meminta Kementerian Luar Negeri melakukan penyelidikan lebih lanjut atas perselingkuhan kemungkinan berpengaruh terhadap hidup kliennya. Tuck juga meminta Kementerian Luar Negeri mempertimbangkan kembali keputusan untuk tidak mendanai upaya banding Sandiford.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal ini, seorang juru bicara Kemlu Inggris menyatakan bahwa Sandiford telah menerima dukungan kekonsuleran hingga September 2014 sebelum akhirnya menolak bantuan lebih lanjut. "Kami siap untuk memberikan pendampingan kekonsuleran dan kami akan, tentu saja, menjenguknya jika ia berubah pikiran," katanya.
Namun, pemerintah Inggris memang memiliki kebijakan untuk tidak membiayai pendampingan hukum bagi warganya yang terseret kasus di luar negeri.
Kejanggalan ini pertama kali tercium ketika Harahap yang sudah berkeluarga memeluk Ponder di dalam penjara saat memberikan pelayanan kekonsuleran pada April 2014 lalu. Kini, Harahap dipecat atas tuduhan menjalin relasi tak layak dengan Ponder yang mengaku pernah berbicara seks melalui sambungan telepon.
Sebagai bukti, Ponder mengirimkan lebih dari 20 surat elektronik yang merinci hubungan kasih mereka kepada Kementerian Luar Negeri Inggris. Ponder juga mengaku memiliki rekaman perbincangan seks dengan Harahap.
"Sangat mengejutkan bahwa diplomat tingkat atas Inggris di pulau di mana (Sandiford) dijatuhi hukuman mati terlibat dalam hubungan romansa dengan pria yang bertanggung jawab atas situasi mengerikan ini," ujar Tuck dalam pernyataannya kepada media Selandia Baru.
(stu/stu)