Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah operasi penyelundupan dokumen resmi dari Suriah selama tiga tahun yang diluncurkan oleh komisi investigasi internasional telah menghasilkan cukup bukti untuk mendakwa Presiden Suriah Bashar al-Assad dan 24 pejabat senior rezimnya.
Dilaporkan The Guardian pada Selasa (12/5), sejumlah bukti tersebut disusun oleh Komisi Keadilan Internasional dan Akuntabilitas, CIJA, yang terdiri dari para penyidik dan ahli hukum yang sebelumnya bekerja di pengadilan kejahatan perang untuk Yugoslavia dan Rwanda dan Mahkamah Kriminal Internasional, ICC.
Dokumen-dokumen tersebut memberikan rincian soal penangkapan dan penahanan massal dengan alasan yang tidak jelas. Dokumen ini belum dapat diklarifikasi demi alasan keamanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk menyelundupkan dokumen resmi, CIJA memiliki 50 orang tim penyidik di setiap provinsi di Suriah. Tim tersebut berusaha mengumpulkan dokumen militer dan badan intelijen lalu menyelundupkannya ke luar negeri.
CIJA juga telah melakukan hampir 400 wawancara dengan para pembelot rezim Assad. "Kuncinya adalah penyelundupan dokumen," kata Wiley.
Dalam menjalankan misi ini, salah satu penyidik tewas, sejumlah lainnya terluka parah, dan beberapa penyidik ditahan dan disiksa oleh rezim Assad.
Komisi ini didanai oleh negara-negara Barat termasuk Inggris, Amerika Serikat, Uni Eropa, Jerman, Swiss, Norwegia, Kanada dan Denmark.
Pengumpulan bukti ini untuk mempersiapkan tuntutan kepada pemerintah Assad atas peran mereka dalam dugaan penindasan pada aksi protes yang memicu konflik pada 2011. Saat itu, puluhan ribu terduga pembangkang ditahan, disiksa dan beberapa di antaranya bahkan dibunuh di penjara Suriah.
Bukti ini dipersiapkan untuk mengantisipasi adanya penuntutan kejahatan perang terhadap rezim Assad. Rusia telah menggunakan hak veto-nya di Dewan Keamanan PBB untuk mencegah penyelidikan terhadap rezim Assad di ICC atau pengadilan
ad hoc di Suriah.
Namun, serangkaian kemunduran militer Suriah dan sejumlah pertikaian di antara pejabat papan atas pemerintahan Suriah meningkatkan kemungkinan bahwa Assad akhirnya dapat lengser dan rezimnya diseret ke pengadilan.
Tiga fokus tuntutanCIJA saat ini tengah menyelidiki pelaksanaan perang oleh rezim Assad dan sejumlah kelompok oposisi yang ekstrem. Selain itu, CIJA juga mempersiapkan tiga kasus penuntutan.
Kasus pertama berfokus pada institusi tinggi dalam rezim Assad, yaitu Central Crisis Management Cell, CCMC, dengan melibatkan sejumlah nama yaitu Assad, Menteri Dalam Negeri Mohammad al-Shaar, asisten sekretaris Partai Ba'ath sekaligus kepala CCMC dalam enam bulan pertama operasi militer, Mohammed Said Bekheitan.
Kasus kedua berfokus pada lembaga yang dibawahi langsung oleh CCMC, yaitu Biro Keamanan Nasional, NSB, yang turut menyeret empat nama intel dari berbagai lembaga keamanan.
Kasus ketiga melibatkan komite keamanan Deir ez-Zor, yang dipimpin oleh kepala provinsi dari partai Ba'ath, yang juga menguasai badan intelijen di wilayah Raqqa.
Pada Desember 2013, komisi PBB telah menyatakan bahwa "bukti-bukti tersebut merujuk pada pertanggungjawaban pejabat di tingkat tertinggi pemerintahan, termasuk kepala negara."
Namun, kepala CIJA, Bill Wiley, menyatakan pihaknya memiliki tugas yang berbeda karena mereka mengumpulkan dasar hukum, seperti ringkasan dari fakta yang terjadi, bukti yang mendukung, dan hukum yang berlaku yang siap untuk memperkarakan kasus tersebut ke pengadilan.
"Komisi PBB tidak berfokus pada pertanggungjawaban pidana individual, sehingga tidak mempersiapkan berkas-berkas untuk penuntutan. Kami berfokus pada hukum kemanusiaan internasional pidana dan tanggung jawab pidana individual," kata Wiley.
(ama/den)