Aceh, CNN Indonesia -- Kedatangan ratusan pengungsi Rohingya dan Bangladesh di pantai Aceh Utara mengejutkan warga pedesaan nelayan di Meunasah Sagoh, Kecamatan Seunuddon, Aceh, Ahad (10/5) lalu. Berbulan-bulan di terkatung-katung di laut, para pengungsi seperti melihat surga kala menemui daratan.
Musafir, 24, warga Meunasah Sagoh yang bekerja di tepi pantai mengatakan saat itu pukul 6.30 pagi ketika dia dibangunkan oleh kawannya yang berteriak melihat sebuah kapal berisikan ratusan orang. Saat kapal tertambat karena menabrak bibir pantai, para penumpang di dalamnya langsung berhamburan menceburkan diri, berenang ke daratan, gembira bukan main.
"Mereka berenang, tapi ketika sampai di daratan beberapa di antara mereka bersembunyi di balik pepohonan, takut ditangkap karena mengira ini adalah Malaysia," ujar Musafir yang bekerja di tempat pembibitan udang di tepi pantai saat ditemui CNN Indonesia, Selasa (19/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa di antara para pengungsi itu, lanjut dia, menghampiri dan memberikan salam pada warga. "Mereka memberi salam 'Assalamualaikum' dan berkata 'Muslim, muslim', inilah yang membuat kami tidak terlalu takut dan panik," kata Musafir.
Satu per satu para pengungsi turun dari kapal. Beberapa di antara mereka terlihat sangat lemas dan harus dibopong. Anak-anak, ujar Musafir, dibawa menggunakan lapisan fiber yang bisa mengapung.
Warga Rohingya dan Bangladesh itu terlihat sangat kelaparan. Musafir mengatakan, sesampainya di darat, beberapa di antara mereka langsung menyisir tetumbuhan tepi pantai untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.
"Banyak dari mereka yang mengambil kelapa di tanah, lalu berusaha membuka dan memakannya," imbuh dia.
Warga lainnya yang menjadi saksi dalam peristiwa itu tahu betul bahwa warga di kapal itu adalah para pengungsi asal Myanmar. Pasalnya, ini bukan kali pertama terjadi di Aceh.
Para warga desa lantas berdatangan dan memberikan bantuan. Seorang warga memberikan satu pak roti, satu keratnya dibagi untuk tiga orang. Mereka kemudian di bawa ke balai desa untuk ditampung sementara.
Menurut musafir, saat itu warga secara swadaya memberikan makanan berupa nasi dan lauk seadanya. Warga juga meminjamkan kamar mandi mereka untuk digunakan para pengungsi tersebut.
"Ini adalah bentuk sedekah warga. Karena selain para pengungsi ini sangat membutuhkan, mereka adalah sesama Muslim yang harus dibantu," ujar Musafir.
Warga Bangladesh dan etnis RohingyaPara pengungsi yang berjumlah sekitar 400 orang ini kemudian dibawa oleh polisi dan TNI, ditampung sementara di sebuah gelanggang olahraga sebelum dipisahkan; warga Bangladesh di bekas kantor imigrasi Kecamatan Blangmangat, Lhokseumawe, dan warga Rohingya di tempat pelelangan ikan Kuala Cangkoy, Aceh Utara.
Warga Bangladesh diperkirakan akan dideportasi karena masih memiliki kewarganegaraan, sementara etnis Rohingya akan ditentukan nasibnya sebagai pencari suaka.
Motivasi kedua warga ini berbeda. Pengungsi Bangladesh lari dari kemiskinan dan ingin pergi ke Malaysia untuk mencari kerja, sementara etnis Rohingya lari dari penindasan di Myanmar dan pergi ke negara manapun yang aman dari ancaman penyiksaan dan pembunuhan.
Apapun alasannya, mereka mengaku lega luar biasa bisa sampai di Indonesia setelah terkatung-katung setidaknya empat bulan di lautan dengan makanan yang sangat minim.
"Ketika melihat daratan kami langsung melompat. Ini adalah nasib baik bagi kami, jika tidak kami akan mati di lautan," kata Muhammad Hasyim, pengungsi asal Bangladesh pada CNN Indonesia.
Warga Rohingya, Muhammad Kamal Hussain, mengatakan ratusan dari mereka tewas kelaparan di tengah laut.
"Awalnya kami ada sekitar 600 orang, meninggal sekitar 200 di lautan, 100 lebih di antaranya pria, sisanya wanita dan anak-anak," kata Hussain di Kuala Cangkoy.
(ama/ama)