Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Filipina mengaku siap membantu "manusia perahu" atau imigran gelap etnis Rohingya dan warga Bangladesh yang nekat melarikan diri dari negara asal dengan hanya menggunakan perahu reyot demi pencarian nasib yang lebih baik di negara lain.
Menteri Kehakiman Filipina, Leila de Lima, bersama dengan juru bicara Departemen Luar Negeri Filipina, Charles Jose, menyatakan Filipina wajib membantu para imigran karena merupakan salah satu negara peserta konvensi PBB tentang pengungsi yang digelar pada 1951 silam.
"Kami memiliki komitmen dan kewajiban untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pencari suaka ini," kata Jose, tanpa merinci soal bantuan yang akan diberikan Filipina terhadap para pengungsi, dikutip dari Channel NewsAsia, Rabu (20/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal serupa juga dikemukakan oleh De Lima usai bertemu dengan perwakilan Filipina untuk Badan Pengungsi PBB, UNHCR. De Lima menekankan bahwa "menyelamatkan nyawa" para pengungsi adalah faktor terpenting.
"Saya pikir pertimbangan kemanusiaan harus melampaui pertimbangan lain. Hal pertama adalah soal kemanusiaan, soal menyelamatkan nyawa," kata de Lima.
Sebanyak hampir 3.000 imigran gelap terkatung-katung di tengah lautan di dalam perahu reyot. Sejak pekan lalu, para imigran tersebut terdampar di perairan Indonesia, Malaysia dan Thailand. Diperkirakan, ribuan imigran lainnya masih berada di tengah laut.
"Ini bukan krisis yang dapat dipecahkan oleh satu negara. Ini adalah tanggung jawab bersama," kata perwakilan Filipina untuk UNHCR, Bernard Kerblat.
Kerblat menyatakan Filipina dan Myanmar diundang untuk menghadiri konferensi sejumlah negara yang akan membahas mengenai konflik imigran Rohingya pada 29 Mei 2015 di Thailand. Namun, baik Filipina maupun Myanmar belum mengkonfirmasi kehadiran mereka.
Konferensi tersebut akan dihadiri oleh 15 negara, termasuk Indonesia, Bangladesh, Laos, Malaysia, Vietnam, Australia dan Amerika Serikat.
Sementara hari ini, Malaysia menjadi tuan rumah pertemuan tiga negara, dengan Indonesia dan Thailand untuk membahas ribuan imigran Rohingya yang terdampar di perairan mereka.
Juru bicara Presiden Benigno Aquino, Herminio Coloma, juga menyatakan bahwa Filipina terbuka untuk membantu para pengungsi.
"Sebagai satu-satunya negara yang didominasi umat Katolik di Asia Tenggara, sudah menjadi tugas kita untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan," kata Coloma.
Etnis Rohingya merupakan kelompok minoritas Muslim di Myanmar, negara yang didominasi oleh umat Buddha. Di Myanmar, etnis Rohingya tidak diakui dan dianggap sebagai imigran gelap dari Bangladesh meskipun mereka telah tinggal di Myanmar selama bertahun-tahun. Sekitar 1,3 juta etnis Rohingya tinggal di negara bagian Rakhine barat.
Kondisi etnis Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan dan hak hukum membuat mereka menjadi target perdagangan manusia. Ratusan etnis Rohingya memilih mencari penghidupan yang lebih baik di negara tetangga.
Malaysia dan Thailand telah meminta Myanmar untuk membendung aliran eksodus etnis Rohingya, namun Myanmar menolak bertanggungjawab atas masalah ini dan mengklaim bahwa etnis Rohingya adalah imigran ilegal dari Bangladesh.
Menurut Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi,
jumlah imigran gelap yang terdampar di Aceh dua pekan ini telah mencapai 1.346 orang. Kemenlu saat ini masih menunggu hasil verifikasi yang dilakukan UNHCR dan IOM soal status imigran tersebut. (ama/ama)