Jakarta, CNN Indonesia -- Kekerasan sektarian di Myanmar selama tiga tahun terakhir menyebabkan ribuan warga Rohingya terpaksa meninggalkan rumah mereka dan melarikan diri dari negara itu. Sebagian di antaranya memilih menetap di berbagai kota di India. Meski hidup dalam kemiskinan di India, namun mereka merasa aman.
Salah satunya adalah Deen Mohammed, etnis Rohingya yang kini tinggal di pedalaman Jammu, India utara. Duduk di dalam rumah gubuknya yang terbuat dari jerami, Deen menceritakan kembali kisah dia dan keluarganya melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar, menyelinap melalui perbatasan Bangladesh untuk mencapai India.
"Kami meninggalkan rumah kami di Myanmar dan menyeberang secara ilegal ke Bangladesh. Dengan seluruh uang yang tersisa, kami menyeberang ke India," kata Deen, kepada Channel NewsAsia, Kamis (21/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena hambatan bahasa, kami tidak bisa meminta air atau makanan. Akhirnya kami sampai di sini dengan rasa lapar dan haus," kata Deen melanjutkan.
Kekerasan sektarian meletus di negara bagian Rakhine, Myanmar, pada Juni 2012. PBB melaporkan bentrokan tersebut menyebabkan sekitar 115 ribu orang mengungsi.
Terdaftar sekitar 6.500 imigran Rohingya yang tinggal di India dengan status pengungsi. Namun, Deen menyatakan jumlah sebenarnya lebih dari angka tersebut. Sebagian besar memilih tinggal di daerah yang didominasi umat Muslim, seperti Hyderabad dan Mewat. Namun, tak sedikit pula yang memilih tinggal gubuk-gubuk kecil di pedalaman Jammu, seperti Deen.
Di India, ribuan etnis Rohingya hidup tanpa memiliki sumber penghidupan. Dukungan dari pemerintah India pun nihil. Namun, Deen menganggap dirinya beruntung karena tak perlu menjalani hidup terkatung-katung dalam kapal sempit di tengah Laut Andaman, seperti kerabat Rohingya yang lain.
Badan pengungsi PBB, UNHCR, pada awal bulan ini melaporkan bahwa terdapat sekitar 25 ribu imigran menggunakan jasa penyelundup manusia pada periode Januari dan Maret 2015. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari jumlah imigran pada periode yang sama tahun 2014.
Hidup melaratDalam upaya untuk mencari nafkah secukupnya, perempuan Rohingya memberikan kontribusi besar pada pendapatan keluarga dengan mengais tumpukan barang bekas dan menjual apapun yang mereka temukan kepada penampung sampah.
Sementara para pria, yang sebagian besar tidak bersekolah atau mengecap pendidikan formal, banyak yang menjadi sopir becak atau menjual sayuran.
Meski hidup melarat, warga Rohingya mengaku bersyukur karena menjalani hidup dengan aman. "Di sini setidaknya kita bisa memberi makan keluarga kami. Polisi dan pemerintah tidak mengganggu kami," kata Mohammed Ali, pengungsi Rohingya lainnya di India.
Meskipun banyak imigran etnis Rohingya yang telah diberikan status pengungsi oleh Badan Pengungsi PBB, UNHCR, banyak etnis Rohingya lainnya yang tengah menunggu giliran mereka. UNHCR memastikan perlakuan yang manusiawi bagi para mencari suaka. Pemerintah India juga berjanji akan merehabilitasi imigran Rohingya, meskipun tetap mewaspadai identitas mereka.
"Kurangnya air bersih menjadi masalah utama di mana-mana. Kami akan melakukan apa pun yang kami bisa untuk pengungsi Rohingya atas dasar kemanusiaan," kata Kawinder Gupta, anggota parlemen untuk wilayah Jammu dan Kashmir.
Untuk saat ini, masa depan para imigran Rohingya di Jammu memang tidak secerah yang mereka harapkan. Namun, banyak di antara para imigran tersebut menganggap situasi mereka lebih baik dari kerabatnya yang terkatung-katung di lautan demi mencari perdamaian dan penghidupan yang lebih baik.
(ama/stu)