Myanmar Keluarkan Peraturan untuk Tekan Populasi Rohingya

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2015 17:19 WIB
Pemerintah Myanmar keluarkan peraturan kependudukan baru yang disebut untuk menekan populasi Rohingya dan akan kembali memicu konflik.
Pemerintah Myanmar keluarkan peraturan kependudukan baru yang disebut untuk menekan populasi Rohingya dan akan kembali memicu konflik. (Reuters/Beawiharta)
Naypyidaw, CNN Indonesia -- Pemerintah Myanmar mengeluarkan peraturan kependudukan baru yang disebut oleh kelompok HAM untuk menekan jumlah populasi Rohingya.

Diberitakan Strait Times, Minggu (24/5), peraturan ini memuat soal kewenangan pemerintah daerah melakukan perencanaan kelahiran penduduk untuk mengurangi angka populasi. Media pemerintah, Myanma Alinn, melaporkan bahwa peraturan ini diteken Presiden Thein Sein pada 19 Mei lalu.

Berdasarkan peraturan ini, pemerintah lokal diberi kewenangan untuk melakukan survei demi menentukan "apakah jumlah sumber daya alam tidak seimbang karena banyaknya imigran di wilayah itu, tingkat pertumbuhan populasi dan angka kelahiran yang tinggi."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika dinyatakan demikian, maka pemerintah daerah bisa meminta pusat untuk menerapkan peraturan yang mewajibkan wanita di wilayah itu menunggu "setidaknya 36 bulan" untuk hamil lagi.

Menurut lembaga pemerhati HAM, Human Right Watch (HRW), peraturan baru ini jelas mengincar Muslim Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine. Rohingya masuk dalam salah satu target peraturan ini karena warga minoritas Muslim ini tidak punya kewarganegaraan dan dianggap imigran ilegal dari Bangladesh, kendati telah tinggal beberapa generasi di Myanmar.

"Peraturan ini akan memperburuk ketegangan agama dan etnis. Kami memprediksi Muslim Rohingya di Rakhine adalah target utama peraturan ini," ujar wakil direktur HRW Asia, Phil Robertson.

Peraturan ini dikeluarkan seiring mengungsinya ribuan warga Rohingya dari Rakhine, di antaranya kini berada di berbagai penampungan di Aceh. Eksodus Rohingya dimulai sejak kekerasan sektarian oleh kelompok Buddha radikal di Myanmar pada 2012. Menurut HRW, isu sektarian digunakan oleh kelompok sayap kanan untuk menghantam populasi Muslim yang terus bertambah.

Dalam laporan tidak resmi usai konflik 2012 yang menewaskan 200 orang dan membuat 140 ribu lainnya kehilangan tempat tinggal, komisi pemerintah Myanmar menganjurkan program keluarga berencana untuk mengendalikan populasi Rohingya di negara itu.

Peraturan kali ini disebut adalah kelanjutan dari usulan tersebut. Menurut HRW langkah pemerintah Myanmar ini merupakan pembangkangan atas "seruan internasional untuk mewujudkan rekonsiliasi dan penegakan hak-hak Rohingya di Rakhine".

Selain itu, seruan negara-negara tetangga agar Myanmar mencegah Rohingya menyeberang ke jiran dengan perahu juga sepertinya diabaikan dengan peraturan ini.

Sementara itu hingga saat ini, peraih Penghargaan Nobel Perdamaian yang disebut sebagai tokoh demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, masih bungkam terkait Rohingya. Para pengamat mengatakan, Suu Kyi khawatir partainya kehilangan suara pada pemilu November mendatang jika angkat bicara soal konflik Rohingya di negara mayoritas Buddha itu. (den)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER