Jakarta, CNN Indonesia -- Setidaknya delapan warga Muslim Rohingya termasuk dalam ratusan imigran yang diselamatkan oleh Angkatan Laut Myanmar pada Kamis (21/5). Temuan ini bertolak belakang dengan laporan pemerintah Myanmar sebelumnya bahwa seluruh imigran tersebut berasal dari Bangladesh.
Dilaporkan Reuters pada Ahad (24/5), Myanmar menjadikan operasi penyelamatan itu sebagai bukti bahwa ribuan "manusia perahu" yang terdampar di perairan sejumlah negara di Asia Tenggara bukan berasal dari Myanmar.
"Ini jelas menunjukkan 'manusia perahu' tidak berasal dari Myanmar. Ini adalah bukti kuat," kata juru bicara kantor kepresidenan Filipina, Zaw Htay, dalam pesan yang ditulis di akun Facebook miliknya, Jumat (22/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ketika Reuters berkunjung ke penampungan ratusan imigran itu, terdapat setidaknya delapan warga Muslim Rohingya yang berasal dari desa Kyauk Taw di negara bagian Rakhine.
"Kami tidak punya pekerjaan dan tak memiliki apapun. Sehingga tak ada salahnya mencoba peruntungan dengan menaiki perahu," kata Marmot Rarbi, 23 tahun, yang diselamatkan setelah terombang-ambing dalam perahu di tengah laut selama lebih dari tiga bulan.
Marmot, bersama dengan ratusan imigran, ditempatkan di sebuah gedung sekolah yang dijadikan tempat penampungan, terletak di sebuah desa terpencil di barat laut Myanmar.
Rarbi menyatakan pada awalnya dia bersama dengan tujuh orang warga Rohingya diperbolehkan ikut menumpang dalam perahu penyelundup tanpa membayar apapun. Namun di tengah perjalan, penyelundup meminta uang sebesar 6.500 ringgit Malaysia untuk menyelundupkan mereka ke Malaysia.
PBB: Hentikan Diskriminasi atas RohingyaSementara, penasihat khusus Myanmar untuk Sekjend PBB, Vijay Nambiar, mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Myanmar karena telah menyelamatkan para imigran, dan menyerukan persatuan umat Buddha dan Muslim di Rakhine.
"Komunitas Muslim harus merasa bahwa dia dapat bekerja untuk negara ini dan masyarakat Rakhine harus membiarkan komunitas Muslim bekerja sama untuk masa depan negara ini," kata Nambiar dikutip dari Reuters.
Nambiar menilai Myanmar telah melakukan langkah yang tepat dalam menyelamatkan para imigran. Namun, lanjut Nambiar, kemiskinan dan diskriminasi di Myanmar menjadi faktor utama yang mendorong Rohingya terpaksa melarikan diri menggunakan jasa penyelundup manusia.
"Penyebab eksodus komunitas Muslim di Rakhine adalah diskriminasi institusional terhadap Rohingya. Ini harus kita selesaikan," kata Nambiar, sembari berjanji bahwa BB akan memberikan dukungan penuh untuk memecahkan masalah ini.
Sementara Myanmar berjanji akan terus melakukan upaya penyelamatan terhadap para imigran.
"Angkatan Laut dan Angkatan Udara kami tengah mencari perahu imigran. Kami akan menyelamatkan siapapun, terlepas dari negara asal, agama atau latar belakang etnis mereka. Kami membantu umat manusia," kata Wakil Menteri Imigrasi dan Kependudukan, Win Myint.
Sekitar 1.1 juta warga Rohingya di Myanmar tidak mempunyai kewarganegaraan dan hidup dalam kondisi terdiskriminasi. Hampir 140 ribu orang mengungsi dalam bentrokan mematikan dengan umat Buddha di negara bagian barat Rakhine pada 2012.
Sementara di Indonesia, sejak pekan lalu tercatat setidaknya 1.700 imigran Rohingya dan Bangladesh yang terdampar di beberapa kabupaten di Aceh.
Usai pertemuan tiga negara yang dilangsungkan di Malaysia pada Rabu (20/5), Malaysia dan Indonesia sepakat menawarkan tempat penampungan sementara kepada imigran Myanmar dan Bangladesh yang masih terkatung-katung di lautan lepas yang diperkirakan berjumlah sekitar 7.000 orang. Meskipun demikan, kedua negara juga menegaskan tidak akan menampung lebih banyak lagi imigran.
(ama/ama)