Jakarta, CNN Indonesia -- Irak mengakui bahwa jihadis ISIS telah merampas sebagian besar senjata buatan Amerika, termasuk kendaraan perang yang direbut dari pasukan Irak dalam pertempuran di Mosul tahun lalu.
Rampasan perang tersebut digunakan ISIS untuk merebut wilayah di Irak dan Suriah.
"Ketika Mosul jatuh, kami kehilangan banyak senjata," kata Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, dalam sebuah wawancara dengan Iraqiya, televisi pemerintah Irak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain senjata, Irak juga kehilangan mobil perang. "Di Mosul saja,kami kehilangan 2300 mobil perang," kata Haider, dikutip dari RT, Senin (1/6).
ISIS merebut kota terbesar kedua di Irak, Mosul, pada Juni 2014 setelah pasukan pemerintah Irak mundur dari basis Sunni tersebut.
Senjata berat dan ringan yang ditinggalkan tentara Irak belum diketahui jumlahnya. Namun, selama satu dekade terakhir, Amerika Serikat telah menjual ribuan kendaraan tempur ke Irak. Ditambah dengan tank dan perangkat keras militer lainnya.
Untuk bulan ini, Pentagon memperkirakan setidaknya setengah lusin tank ditinggalkan oleh pasukan pemerintah Irak ketika kalah di Ramadi, itu belum termasuk artileri dan sekitar 100 mobil perang.
Sementara itu, Amerika Serikat menyetujui pengiriman senjata baru untuk Irak pada Desember lalu untuk mengisi stok senjata yang dirampas oleh ISIS. Satu kontrak memungkinkan penjualan 175 M1A1 Abarams senilai US$12,4 juta (setara Rp163 juta). Sementara kontrak lainnya menyetujui pengiriman 1.000 mobil perang yang dilengkapi dengan senapan mesin kaliber M2.50 dan peluncur granat MK-19 40mm.
Jenis senjata tersebut persis dengan senjata yang digunakan ISIS untuk merebut sebagian besar wilayah di Irak dan Suriah. Bahkan, penggunaan pertama mobil perang buatan Amerika di wilayah Suriah dilakukan tidak lama setelah Kota Mosul jatuh ke tangan ISIS.
Pada pertengahan Mei lalu, ISIS menguasasi ibu kota Provinsi Anbar, Ramadi. Mereka juga menguasai kota kuno Palmyra di Suriah dan mengeksekusi ratusan orang di sana.
Sementara itu, Direktur CIA, John Brennan, pada Minggu (31/5) mengatakan keuntungan ISIS dari Irak dan Suriah tidak mengejutkan komunitas intelijen.
"Saya kembali ke intelijen pekan lalu, melihat apa yang kita tahu dan ketika kami tahu itu tentang ISIS dan gerakannya dalam Irak dan Suriah, kami melihat kekuatannya tumbuh," kata Brennan dalam sebuah wawancara di CBS.
Dia menghubungkan kesuksesan ISIS disebabkan "banyak faktor", khususnya kurangnya kepemimpinan di beberapa kesatuan Irak dan bantuan logistik yang diperlukan untuk melawan ekstremis.
Sementara kegagalan pasukan Irak bisa dikatakan sebagai "kurangnya kemauan untuk melawan," kata Brannan.
Ia juga mengatakan sebenarnya “terdapat sumber intelijen yang cukup tentang berkembangnya kemampuan ISIS serta tantangan yang dihadapi pemerintah Irak."
(stu)