Warga Melawan Sumbangan Miliuner di Panggung Politik AS

CNN Indonesia
Selasa, 02 Jun 2015 12:06 WIB
Warga AS melawan pengaruh miliuner negara itu di panggung politik dengan tidak memilih kandidat-kandidat yang didukung dana dari kelompok super kaya ini. 
Pemilih di AS seringkali mendukung politisi yang tidak didukung oleh para miliuner karena kekhawatiran akan pengaruh penyandang dana itu dalam kebijakan. (Reuters/Christopher Aluka Berry)
New York , CNN Indonesia -- Senator Florida Marco Rubio memilikinya; Senator Texas Ted Cruz juga punya; bahkan mantan senator Pennsylvania Rick Santorum yang dianggap sebagai salah satu kandidat kuat capres Partai Republik dalam pemilu 2016, memiliki seorang miliuner di kubunya. Gubernur Wisconsin Scott Walker bahkan punya dua miliuner sebagai pendukung.

Kelompok-kelompok pengawas keuangan kampanye khawatir pengeluaran besar-besaran oleh orang-orang super kaya Amerika ini akan mempengaruhi pemilu 2016 yang diperkirakan akan menjadi pemilu dengan pengeluaran terbesar dalam sejarah ini..

Pandangan bahwa miliuner bisa membeli pemilu presiden telah mengakar dalam pikiran rakyat biasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para miliuner itu sekarang melihat ada pertanda penolakan awal. Tetapi terlalu cepat untuk mengatakan hal itu merupakan awal dari satu trend baru, meski jajak pendapat memperlihatkan ada rasa tidak puas yang lebih besar terhadap pengaruh orang-orang kaya dalam politik AS, dan jenjang yang semakin besar antara si kaya dan si miskin.

Rasa benci yang mulai muncul ini, ditambah bukti bahwa kelompok super kaya tidak begitu efektif dalam membelanjakan uang untuk politisi dukungan mereka, menimbulkan pertanyaan mengenai efektifitas para milyuner dalam pemilu 2016.

Pemilih di Philadephia, misalnya, tidak suka dengan dukungan sejumlah miliuner terhadap calon kuat dalam pemilihan walikota pada 19 Mei lalu.

Dan kini, satu perusahaan Lembah Silikon Crowdpac berharap bisa memanfaatkan kemarahan masyarakat terhadap miliuner yang suka menghamburkan uang di panggung politik. Perusahaan ini mengharapkan warga memberi sumbangan kecil melalui platform kampanye pemilu yang komersial miliknya.

“Masyarakat semakin sadar dengan orang-orang kaya yang berniat membeli pemilu, dan hal ini membuat upaya memenangkan pemilu menjadi sulit,” kata Darrel West, penulis buku “Billionaires: Reflection on the Upper Crust,” dan direktur studi tata kelola pada Brooking Institution.

Calon donor kaya pun menolak anggapan bahwa mereka mencoba membeli pemilu, dan mengatakan mereka hanya memanfaatkan posisi dalam mencoba mempengaruhi masa depan negara itu secara positif.

“Saya yakin - dan saya jelaskan ini pada anak-anak saya- bahwa saya bisa membantu mereka dengan memberi uang kepada calon presiden yang tepat pada 2016 nanti dibandingkan memberi uang lebih banyak kepada mereka dalam surat warisan saya,” kata David Walsh, pensiunan investor di Wyoming, yang tidak mau mengumumkan nilai kekayaaannya, tetapi telah memberi bantuan jutaan dolar pada yayasan amal. Dia mengatakan berencana memberi bantuan uang dalam jumlah besar dalam pemilu 2016.

Raja toko mobil di Miami, Norman Braman, seringkali mengeluarkan pernyataan terbuka terhadap anak didiknya Rubio; investor keuangan Foster Friess hadir ketika Santorum mengumumkan pencalonannya dua minggu lalu; dan Bob Mercer, pendiri satu perusahaan hedge fund di New York, diketahui mendukung Cruz. Sementara itu, miliuner Charles dan David Koch secara terbuka mengatakan akan mengeluarkan dana hampir US$900 juta untuk mempengaruhi hasil pemilu 2016.

Kisah Philadelphia

Di tengah kemarahan kelompok populis terhadap ketidaksetaraan gaji dan penghasilan direktur perusahaan, CEO, ada risiko yang dihadapi politisi yang secara terbuka memiliki hubungan dengan kelompok super kaya.

Di Philadelphia, Anthony Hardy Williams dianggap favorit dalam pemilihan walikota. Dia mendapatkan dukungan dari tiga miliuner: Joel Greenberg, Jeff Yass dan Arthur Dantchik, pendiri Susquehanna International Group. Ini adalah perusahaan finansial global yang berkantor pusat di pingiran kota Philadelphia.
Calon kuat walikota Philadelphia Anthony Hardy Williams kalah setelah warga memilih kandidat yang tidak didukung miliuner. (Reuters/Mark Makela)
Ketiga miliuner ini mendukung Williams dan meminta warga mendukung kebijakan di bidang pendidikan yang diajukannya.

Mereka menghabiskan dana US$7 juta untuk iklan televisi yang mempromosikan Williams. Sebagai jawaban, serikat buruh dan kelompok masyarakat lain yang menolak usul kebijakan pendidikan Williams, bersatu mendukung calon walikota lainnya, Jim Kenney.

Salah satu kelompok ini Action United, menyelenggarakan pawai di depan kantor ISG dengan poster bertuliskan, “Hentikan miliuner membeli walikota kami yang baru!”

“Saya akan dengan serius mempertimbangkan Williams, jika tidak ada masalah uang ini,” kata JoAn Seaver, 85, seorang pensiunan guru yang memilih Kenney. Dia adalah satu dari beberapa pemilih Philadelphia yang diwawancara Reuters yang mengatakan dukungan miliuner terhadap Williams membuat mereka tidak suka.

“Anda tidak harus berpikir bahwa uang tidak boleh mengatur pejabat yang dipilih, lalu apa yang bisa anda lakukan, membiarkan para miliuner itu mengambil alih?”

Juru bicara Williams dan ketiga miliuner ini menolak memberi komentar.

Balik Melawan

Crowdpac adalah satu platform pengumpulan dana daring yang beroperasi seperti Kickstarter - satu alat di dunia maya yang memberi kesempatan pada pengusaha mengumpulkan dana untuk proyek baru melalui pengumpulan dana dalam jumlah kecil.

Platform ini memasukkan upaya perlawanan terhadap para miliuner sebagai bagian dari model bisnisnya.

Mason Harrison, direktur politik situs itu, mengatakan Crowdpac ingin agar lebih banyak warga kelas menengah terlibat di dunia politik dengan menjadi pengumpul dana kecil bagi kandidat-kandidat tertentu.
Politisi yang didukung miluner seperti kandidat capres Partai Republik Rick Santorum, berisiko ditolak oleh pemilih karena dukungan dana kelompok kaya tersebut. (Reuters/Mark Makela)
“Jumlah dana dari penyumbang kecil di panggung politik Amerika sangat kurang, dan jika lebih banyak orang terlibat dalam proses politik ini, akan terjadi satu kemajuan dalam upaya mengaburkan pengaruh kepentingan-kepentingan khusus,” katanya.

Harrison, yang pernah bekerja di kampanye capres Partai Republik Mitt Romney di pilpres 2012, bukan tokoh liberal yang menghujat permainan uang dalam politik. Tetapi moto di akun Twitter perusahaan itu sangat mirip dengan imbauan dari kelompok-kelompok pengawas non-profit untuk menyamakan pertarungan di panggung politik. Moto itu berbunyi: “Together we can beat big donors.”

Dana Besar, Bukan Dana Pintar

Ketidakefisienan juga bisa menghalangi efektifitas penggunaan dana untuk politik oleh para miliuner.

“Ketika ada politisi amatir atau politisi baru dengan isu dan pandangan ideologi yang kuat yang sejalan dengan pemikiran para miliuner, dan mereka mau mengeluarkan dana untuk mendukungnya, tidak berarti kemenangan akan diraih,” ujar Michael Traugott, gurubesar ilmu politik Universitas Michigan yang meneliti pengaruh uang dalam pertarungan politik.

Studi pada pemilu 2012 dan 2014 oleh Yayasan Sunlight, kelompok non-laba yang mencatat pengeluaran dana untuk politik, memperlihatkan bahwa kelompok-kelompok yang didukung miliuner tidak begitu sukses dalam mengubah hasil pemilu, dibanding dengan kelompok yan dikendalikan oleh organisasi dagang atau pakar strategi politik.

Mantan pendiri hedge fund Tom Steyer, yang mendukung Partai Demokrat melalui Nexgen Action Committee, menghabiskan dana US$79 juta dalam pemilihan Kongres 2014, US$17,9 juta diantaranya bertujuan untuk mempengaruhi hasil di daerah pemilihan tertentu. Studi Sunlight menunjukkan bahwa Steyer memiliki tingkat kesuksesan sebesar 32 persen dari dana yang dikeluarkannya itu.

Bagi beberapa miliuner lain, yang mereka capai adalah kegagalan total. Bukti dari laporan media menunjukkan bahwa pengusaha kasino Sheldon Adelson mengeluarkan dana US$100 juta pada 2012 untuk menyumbang ke kelompok dagang, komite aksi politik dan kandidat. Tetapi seluruh kandidat dukungannya, termasuk capres Newt Gingrich dan Mitt Romney, kalah.

Kelompok pendukung politik milik miliuner lain lebih beruntung. American for Prosperity milk Koch bersaudara mencatat tingkat kesuksesan 95 person dalam pummel 2014.

Tetapi kemenangannya itu juga diwarnai dengan kekalahan. Kelompok ini menjalankan kampanye negatif terhadap Ethan Berkowitz, calon walikota Achorage di Alaska. Namun, pada pakar strategi politik setempat mengatakan iklan itu ternyata malah membuat Berkowitz lebih dikenal.

Jeremy Price, direktur American for Prosperity di Alaska, mengatakan iklan itu bertujuan memberi informasi terkait jejak rekam pengeluaran oleh Berkowitz, menggarisbawahi satu isu tertentu dan bukan pada kandidat itu sendiri.

Berkowitz akhirnya memenangkan pemilihan tersebut.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER