New York , CNN Indonesia -- Sekelompok keluarga korban operasi pembubaran demonstrasi di Lapangan Tiananmen, China, pada 1989 menyatakan pemerintah negara itu harus bertanggungawab atas kejahatan bersejarah seperti yang dituntut China dari Jepang.
Kelompok pegiat Ibunda Tiananmen sejak lama mendesak para pemimpin negara itu membuka dialog dan mengkaji ulang gerakan pro-demokrasi 1989 yang dibubarkan aparat pemerintah dengan kekerasan pada 4 Juni tersebut. Pemerintah China menyebut aksi itu “kontra revolusioner”.
Dalam surat terbuka yang dirilis melalui kelompok Hak asasi di China yang berbasis di New York, kelompok ini mengutip pernyataan Perdana Menteri Li Keqiang terkait keengganan Jepang belajar dari masa lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hubungan China-Jepang sejak lama diwarnai dengan perilaku yang dianggap China sebagai kegagalan Jepang menebus masa penjajahan di sebagian wilayahnya sebelum dan semasa Perang Dunia II.
Li mengatakan pada Maret bahwa “para pemimpin satu negara tidak hanya mewarisi kesuksesan pendahulunya, tetapi juga harus memikul tanggung jawab sejarah atas kejahatan yang dilakukan para pendahulunya”.
“Dengan logika yang sama, bukankah seharusnya para pemimpin China saat ini bertanggungjawab atas serangakaian kejahatan, kelaparan yang disengaja dan pembantaian, yang terjadi di negara mereka oleh para pemimpin China saat itu: Mao Zedong dan Deng Xiaoping?” kata kelompok itu.
Kelompok ini menanyakan apakah China akan mengenang kematian warga dalam bencana kelaparan 1958-1961, dan Revolusi Budaya 1966-1976, serta operasi pembubaran di Tiananmen. Mereka mengatakan para pemimpin “tidak bisa memaksakan perilaku amnesia”.
Juru bciara Kementerian Luar Negeri China Huan Chunying mengatakan negaranya sejak lama telah menarik “kesimpulan yang jelas terkait kekisruhan politik pada 1980-an”.
“Prestasi luar biasa yang dicapai dalam lebih dari 30 tahun melalui reformasi dan keterbukaan China membuktikan bahwa jalan pembangunan yang ditempuh negara ini benar,” ujarnya dalam acara jumpa pers harian.
Salah satu anggota kelompok Ibunda Tiananmen adalah Zhang Xianling, yang mengatakan bahwa mereka juga terinspirasi dengan pernyataan Presiden Xi Jinping kepada para pejabat Jepang bulan lalu bahwa “kejahatan agresi oleh militer Jepang tidak bisa ditutup-tutupi”.
“Jadi kami berpikir kejahatan pembunuhan juga tidak mudah ditutupi,” ujar Zhang kepada Reuters lewat sambungan telepon. “Pembunuhan rakyat di China lebih kejam daripada yang terjadi ketika perang.”
Setelah sebelumnya membiarkan aksi demonstrasi para mahasiswa pada 1989, Partai Komunis China mengerahkan tentara untuk menghancurkan aksi protes itu pada malam hari tanggal 3-4 Juni, ratusan mahasiswat tewas.
Insiden lapangan Tiananmen ini masih tabu dibicarakan di China, dan para pemimpin negara itu menolak permintaan untuk mengubah hasil kesimpulan penyelidikan terhadap peristiwa tersebut.
(yns)