Kelompok HAM Desak Bangladesh Akhiri Pernikahan Anak

Ike Agestu/Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 09 Jun 2015 14:26 WIB
Bangladesh merupakan salah satu negara dengan tingkat pernikahan anak tertinggi, dua per tiga dari jumlah anak sudah menjadi pengantin.
(Ilustrasi/Reuters/Rafiqur Rahman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok pemerhati HAM Human Rights Watch (HRW) pada Selasa (9/6) mengatakan bahwa Bangladesh harus berupaya untuk mengatasi “epidemi” pernikahan anak-anak.

HRW juga meminta pemerintah Bangladesh untuk mencabut usulan yang ingin menurunkan usia pernikahan sah untuk anak perempuan dari 18 menjadi 16 tahun.

Bangladesh merupakan salah satu negara dengan tingkat pernikahan anak tertinggi, dengan dua pertiga dari jumlah anak perempuan sudah menjadi pengantin. Hampir 30 persen menikah sebelum ulang tahun ke-15 mereka dan banyak yang jauh lebih muda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bangladesh yang padat penduduk sering ditimpa bencana banjir dan bencana alam lainnya. HRW mengatakan bahwa banjir, badai dan bencana lain mendorong keluarga ke arah kemiskininan yang jauh lebih buruk.

"Pernikahan anak adalah epidemi di Bangladesh, dan diperburuk oleh bencana alam," kata Heather Barr, peneliti HRW tentang hak-hak perempuan.

"Pemerintah harus bertindak sebelum generasi gadis-gadis yang lain hilang."

Para pejabat dari Kementerian Perempuan dan Urusan Anak Bangladesh belum memberikan komentar terkait laporan HRW yang berjudul “Menikahlah Sebelum Rumahmu Hanyut”.

Pada pertemuan puncak global pernikahan anak di London tahun lalu, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina berjanji untuk mengakhiri pernikahan anak perempuan di bawah 15 tahun pada 2021 dan semua pernikahan anak pada 2041.

Tapi HRW mengatakan gerakan untuk memungkinkan anak perempuan menikah pada usia 16 tahun membuat komitmen Hasina diragukan. Sebuah versi revisi dari proposal awal akan tetap menetapkan usia 18 tahun sebagai usia legal, tetapi memungkinkan pengecualian dengan izin orangtua.

Karena kebanyakan pernikahan di Bangladesh memang diatur oleh orangtua, maka pernikahan anak di bawah 16 tahun akan terus terjadi.

Faktor bencana alam

Laporan HRW disusun berdasarkan sejumlah wawancara dengan pengantin anak, dan mengungkap bahwa pernikahan telah merampas kesempatan dan pendidikan dari mereka. Pernikahan dini juga membuat hidup mereka berada dalam bahaya karena terpaksa mengandung sat tubuh mereka masih belum siap.

Pernikahan anak juga meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga dan seksual, termasuk perkosaan dalam pernikahan.

Rashida, yang menikah pada saat berusia 10 atau 11 tahun bercerita soal pengalaman pahitnya.

"Dia memaksa untuk berhubungan seksual dan saya menangis begitu banyak sehingga semuanya basah karena air mata saya. Itu sangat sulit, sangat menyakitkan. Pertama kali, keesokan harinya saya bahkan tidak bisa bergerak,” kata dia.

Ada beberapa faktor pendorong yang menyebabkan pernikahan anak marak di Bangladesh, seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan mahar—yang jumlahnya semakin murah untuk perempuan yang lebih muda. Bencana alam ikut menjadi faktor.

“Apa saja yang ada di tanah milik ayah saya, rumahnya, hanyut dibawa air dan itulah mengapa orang tua saya memutuskan untuk menikahkan saya,” kata Sultana yang menikah pada usia 14 tahun.

Keluarga lain mengatakan mereka menikahkan putri mereka dengan cepat karena takut kehilangan rumah akibat erosi sungai.

HRW mengatakan, peningkatkan kesadaran akan bahaya pernikahan anak, penegakan hukum dan menjaga anak-anak tetap bersekolah, adalah salah satu cara terbaik untuk mencegah pernikahan anak. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER