Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai pemerintah perlu memberikan bantuan psikologis berupa pemulihan trauma untuk pengungsi Rohingya yang kini berada di Aceh.
Komisioner Komnas Perempuan Indraswari menilai bantuan tersebut penting terutama bagi perempuan dan anak-anak etnis Rohingya yang kini berstatus sebagai pengungsi.
“Sampai sekarang belum ada bantuan semacam itu, padahal rata-rata pengungsi mengalami peristiwa traumatis sejak dari Myanmar hingga perjalanan mereka saat di kapal,” kata Indraswari saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis (18/6).
Usulan tersebut disampaikan Komnas Perempuan setelah melakukan kunjungan ke tempat pengungsian etnis Rohingya di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, dan Kota Langsa pada awal Juni lalu. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, Komnas Perempuan menilai bantuan dasar seperti makanan dan pakaian sudah terpenuhi.
“Hanya, kami berpendapat kebersihan di tempat pengungsian rata-rata buruk. Seharusnya pengungsi dilibatkan secara intensif dalam menjaga kebersihan tempat pengungsian masing-masing,” kata Indraswari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, berdasarkan laporan Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Urusan Pengungsi (UNHCR), diketahui ada perempuan yang saat ini sedang dalam keadaan hamil dan tertekan karena diduga mengalami pemerkosaan selama di kapal.
Dampak stress akibat mengungsi juga sudah mulai meningkat. Dari laporan relawan yang melakukan pendampingan, kata Indraswari, diketahui selama di pengungsian sangat sering terjadi pertengkaran antar pengungsi, bahkan ada yang berujung dengan pemukulan. Beberapa ibu juga mudah sekali membentak dan memukul anak.
“Indikasi trauma beberapa perempuan terlihat antara lain tidur berkepanjangan, mengamuk, menangis, menelantarkan, atau tidak peduli kepada anak,” kata Indraswari.
Selain itu, Komnas Perempuan juga menemukan adanya perempuan muda atau dalam usia anak berusia 13 hingga 15 tahun yang hamil.
Untuk menyikapi temuan-temuan tersebut, Indraswari berjanji pihaknya akan berdialog dengan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.
“Kami akan berikan laporan Komnas Perempuan beserta sejumlah usulan yang tadi saya ungkapkan. Kami berharap bisa bertemu dalam waktu dekat,” katanya.
 Terdapat anak perempuan berusia 13-15 tahun yang sudah mengandung di Aceh. (Reuters/Rafiqur Rahman) |
DipisahBerdasarkan pemantauan Komnas Perempuan, ada tiga lokasi yang dijadikan tempat pengungsian. Pertama, Kuala Cangkoi, dengan rincian pengungsi yang terdiri dari 141 laki-laki, 90 perempuan, dan 90 anak-anak.
Kedua, Bayeun, dengan rincian pengungsi yang terdiri dari 194 laki-laki, 79 perempuan, dan 84 anak-anak. Ketiga, Kuala Langsa, dengan rincian pengungsi yang terdiri dari 163 laki-laki, 46 perempuan, dan 41 anak-anak.
Pengungsi Rohingya ditempatkan terpisah dari imigran Bangladesh. Di Aceh Utara misalnya, warga Bangladesh ditempatkan di bekas Kantor Imigrasi Lhokseumawe di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dan pengungsi Rohingya di TPI Desa Kuala Cangkoi Kabupaten Aceh Utara. Jarak antara Desa Kuala Cangkoi dan Blang Mangat sekitar 20 km.
Sementara itu, di Aceh Timur, imigran Bangladesh ditempatkan di tenda yang terpisah dari laki-laki pengungsi Rohingya, meskipun masih dalam satu areal pengungsian. Hal yang sama dilakukan bagi pengungsi di Kota Langsa.
Imigran etnis Rohingya melarikan diri dari diskriminasi dan kekerasan di Myamar ke negara tetangga di Asia Tenggara. Lebih dari 3.500 imigran Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh terdampar di Indonesia dan Malaysia sejak awal Mei.
Menurut catatan UNHCR, saat ini ada 1.974 pengungsi asal Rohingya dan Bangladesh yang ditampung di Aceh sejak bulan lalu. Mereka diselamatkan nelayan Aceh dari kapal nelayan yang terkatung di lautan selama berbulan-bulan, dalam keadaan dehidrasi dan kelaparan.
Indonesia dan Malaysia sepakat menawarkan tempat penampungan sementara selama satu tahun kepada ribuan imigran Myanmar dan Bangladesh yang masih terkatung-katung di lautan lepas, sembari mengupayakan repatriasi atau pemulangan kembali para imigran ke negara asal.
(utd/stu)