Ketegangan Agama di Myanmar Diduga Meningkat Jelang Pemilu

Ike Agestu/Reuters | CNN Indonesia
Selasa, 16 Jun 2015 08:21 WIB
Menjelang pemilu yang diperkirakan berlangsung pada November, banyak yang menprediksi ketegangan antar-agama di Myanmar akan meningkat.
Menjelang pemilu yang diperkirakan berlangsung pada November, banyak yang menprediksi ketegangan antar-agama di Myanmar akan meningkat. (Reuters/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika kekerasan agama meletus di Meiktila, Myanmar, dua tahun lalu, politisi lokal Win Htein berbicara untuk minoritas Muslim yang menanggung beban berat. Karena hal itu, banyak rekan-rekan umat Buddha Htein tidak memaafkannya.

Htein, seorang anggota parlemen dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), mencoba menghentikan bentrok dengan umat Buddha pada Maret 2013, yang menyebabkan setidaknya 44 orang tewas.

Dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, NLD akan segera ikut serta dalam hiruk pikuk pemilu pertama Myanmar dalam 25 tahun. Namun Htein mengakui bahwa aksinya saat angkat bicara untuk minoritas kaum Muslim berpotensi membuatnya kalah di tengah mayoritas kaum Buddha.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya dituduh bias terhadap umat Buddha," kata Htein. "Saya tidak pernah menyesali keputusan saya untuk melindungi minoritas."

Untuk pihak yang bertarung dalam pemilu yang diperkirakan akan dilangsungkan pada November, persoalan ras dan agama adalah isu sentral yang juga bisa menjadi jebakan.

Sebelumnya, tokoh demokrasi Myanmar yang juga pemenang Nobel Perdamaian, Suu Kyi, telah sering kali dikritik, bahkan oleh Dalai Lama, karena tak kunjung bersikap soal etnis Rohingya serta minoritas lainnya.

Perkara pemilu, ditengarai menjadi salah satu penyebab bungkamnya Suu Kyi.

Selama dikuasai oleh junta militer, ketegangan agama di Myanmar tampaknya terkubur. Namun setelah pemerintah semi-militer memimpin sejak 2011, konflik agama muncul ke permukaan. Puncaknya adalah pada 2012.

Ketika itu, ratusan tewas dalam bentrokan antara Muslim Rohingya dan mayoritas Buddha di negara bagian Rakhine, yang menyebabkan pengusiran terorganisir Rohingya oleh massa Rakhine.

Sekitar 140 ribu Rohingya kini tinggal di kamp-kamp kumuh, sementara ribuan lainnya telah melarikan diti dengan naik perahu reyot untuk mencari selamat ke negara-negara terdekat.

Kerusuhan anti-Muslim ini kemudian menyebar ke pusat Myanmar. Dan ini, didorong oleh biksu-biksu nasionalis Buddha yang meyakinkan bahwa Islam menggerus umat Buddha. Mereka juga memboikot bisnis yang dilakukan oleh Muslim dan melarang pernikahan antar-agama.

International Crisis Group pad April lalu mengatakan bahwa kekerasan oleh nasionalis Buddha dan sentimen anti-Muslim bisa terjadi lagi menjelang pemilu Myanmar.

Dilema Suu Kyi

Win Htein, 74, mantan tahanan politik yang juga orang kepercayaan Suu Kyi, membela keengganan pemimpin partainya jelas untuk berbicara bagi umat Islam.

"Jika dia berbicara dalam mendukung Rohingya, dia akan dituduh sebagai pecinta Muslim," kata Htein. "Jika dia berbicara untuk orang (Rakhine), dia akan dituduh sebagai seorang nasionalis dan rasis. Itu sebabnya dia telah tetap diam.”

Sementara itu, kelompok nasionalis Buddha seperti Komite untuk Perlindungan Kebangsaan dan Agama, yang dipimpin para biksu dan dikenal dengan singkatan Ma Ba Tha, menjadi semakin vokal.

Pada Mei, Presiden Thein Sein menandatangani rancangan undang-undang untuk mengontrol populasi yang disebut Human Rights Watch dapat digunakan "untuk menindas agama dan etnis minoritas.”

UU itu, mengharuskan beberapa wanita untuk memberi jarak pada kehamilan setidaknya tiga tahun, diperkenalkan oleh Ma Ba Tha. NLD menentang UU tersebut.

Reformasi Myanmar telah membawa kebebasan baru untuk berekspresi, tapi mengkritik Buddisme tetap berbahaya.

Pada 2 Juni, pengadilan memenjarakan Htin Lin Oo selama dua tahun, seorang penulis dan anggota NLD, untuk tuduhan ”menghina agama" dalam pidatonya yang mempromosikan toleransi beragama. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER