Jakarta, CNN Indonesia -- Para penjaga di pusat detensi imigran ilegal pulau Nauru yang dijalankan Australia kerap bertindak sewenang-wenang terhadap para pencari suaka tersebut. Menurut mantan relawan di tempat tersebut, para imigran harus mau melayani nafsu bejat petugas untuk sejumlah bayaran, salah satunya agar diizinkan mandi.
Diberitakan The Guardian akhir pekan ini, tindakan perkosaan dan pelecehan seksual oleh petugas ini disampaikan oleh mantan manajer Save the Children di Nauru dari Januari 2014 hingga Februari 2015, Charlotte Wilson, dalam pernyataannya pada Senat Australia.
Saat ini Senat Australia tengah menyelidiki kondisi dan tuduhan serius terhadap para penjaga di Nauru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Wilson, para penjaga dari Australia dan Nauru di pusat detensi yang dipekerjakan oleh Wilson Security, subkontraktor perusahaan Transfield Services, telah menyalahgunakan wewenang sebagai penjaga. Para penjaga, kata dia, melakukan "pertukaran dan penjualan" dengan para imigran termasuk membayar "dengan berhubungan seksual di dalam kamp."
Di antaranya, kata Wilson, para imigran terpaksa menuruti nafsu bejat petugas hanya untuk mandi. Bahkan, seks ini bisa dijadikan bayaran untuk narkoba yang dipasok petugas untuk para imigran di dalam kamp.
Direkam kameraLaporan ini sebelumnya juga pernah disampaikan oleh komisaris integritas asal Australia Philip Moss yang mengatakan adanya perkosaan dan kekerasan terhadap imigran pada Maret lalu.
Namun ada laporan Wilson yang tidak disebutkan dalam pengakuan Moss. Dalam pernyataannya, Wilson mengatakan petugas merekam hubungan seksual dengan imigran dan video adegan tersebut telah tersebar.
Wilson mengatakan, peristiwa ini memicu trauma para imigran, terutama karena kasus ini sama sekali tidak pernah diselidiki aparat.
"Saya diberitahu bahwa peristiwa itu diketahui dalam rapat manajemen antara penyedia jasa (Wilson Security) dan saya ketahui bahwa tindakan ini direkam serta disebarkan di antara staf penjaga. Saya juga diberitahu, karena prostitusi legal di Nauru, maka tidak ada tindakan yang diambil terhadap para petugas yang terlibat," ujar Wilson.
Kasus ini, kata Wilson, tidak mengemuka karena kebanyakan imigran takut diincar jika melapor.
Polisi Nauru tidak acuhAduan lainnya pada Senat Australia datang dari seorang sukarelawan yang tidak ingin disebut namanya. Dia mengatakan bahwa polisi Nauru pernah menolak laporan imigran wanita asal Iran yang mendapatkan serangan seksual.
"Dia ditemukan telanjang dan habis dipukuli sekitar pukul 9 malam di jalan utama. Petugas pemerintah yang menemukan dia dan membawanya ke kantor polisi. Dari sana, dia dibawa ke rumah sakit dan diperiksa," kata laporan tersebut.
Namun kemudian dia dikembalikan ke kamp pemrosesan suaka oleh polisi pada pukul 3 pagi. "Kepolisian Nauru sama sekali tidak mengambil foto korban, atau melakukan tes bukti perkosaan terhadap korban," ujar laporan lagi.
Seorang petugas wanita Wilson dipindahtugaskan karena tidak berhenti menangis saat melihat penderitaan wanita Iran tersebut. Kepolisian Nauru membantah adanya penyerangan, padahal menurut pelapor "bukti korban diserang terlihat jelas dari lukanya yang kasatmata."
Laporan ke Senat juga menyebutkan bahwa tidak ada satu pun serangan seksual yang dilaporkan diselidiki oleh polisi. Sebuah rekaman video juga menunjukkan bahwa warga Nauru melakukan transaksi narkoba di dalam pusat detensi.
Sudah puluhan laporan berdatangan ke meja Senat Australia. Di antaranya datang dari mantan relawan pelindung anak, Viktoria Vibhakar, yang mengatakan bahwa pelecehan juga terjadi pada anak-anak imigran, bahkan yang berusia dua tahun.
Belum ada langkah-langkah dari pemerintah Australia menanggapi aduan tersebut. Transfield Services dan Wilson Security belum mengomentari laporan itu.
Pusat detensi kontoversial Nauru yang bisa menampung 1.200 imigran dibuka pada 2001 atas kerja sama antara pemerintah Australia dan Nauru. Negara miskin itu menerima AUS$20 juta untuk pembangunan sebagai ganti tempat penampungan.
Kini kondisinya mengenaskan. Selain petugas yang bertindak sewenang-wenang, kerap terjadi bentrokan dan kerusuhan serta aksi protes para imigran.
(den)