Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, menolak permintaan dari pemerintah Indonesia untuk menjelaskan soal tuduhan pembayaran uang suap kepada penyelundup manusia agar tidak membawa imigran gelap ke wilayah Australia.
Tuduhan suap yang merebak sejak pekan lalu ini menyusul laporan dari Kapolres Rote, AKBP Hidayat, yang mengatakan enam awak kapal pencari suaka mengaku telah dibayar masing-masing US$5 ribu, atau sekitar Rp66 juta oleh pejabat Australia. Para penyulundup diminta memutar kapal mereka sehingga mereka tidak memasuki perairan Australia.
(
Baca juga: RI Minta Australia Jelaskan Penyuapan Kapten Kapal)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak tuduhan ini merebak, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI telah meminta penjelasan kepada pemerintah Australia. Namun, pada Ahad (14/6), Abbott kembali menolak memberikan penjelasan yang rinci soal kebenaran tuduhan tersebut.
Dilansir dari Channel NewsAsia, Abbott hanya meminta Indonesia dan warga Australia meyakini bahwa pemerintahannya "siap melakukan apapun yang diperlukan" untuk menghentikan para penyelundup membawa ribuan pencari suaka ke Australia.
"Saya pikir sangat penting bahwa masyarakat Australia yakin bahwa ada pemerintah yang bertanggung jawab dan tidak akan goyah untuk memastikan bahwa penyelundupan manusia harus berhenti," kata Abbott.
"Dan sangat penting bagi Indonesia untuk mengetahui pemerintah Australia benar-benar tegas dalam berupaya menghentikan perdagangan manusia yang kejam ini," ujar Abbott
Abbott memaparkan bahwa Indonesia dan Australia sama-sama diuntungkan jika praktik perdagangan manusia terhenti, dan tidak ada lagi imigran yang mempertaruhkan nyawa mereka dengan menaiki kapal reyot untuk mengarungi lautan.
"Kami akan melakukan apa pun yang diperlukan, yang sesuai dengan prinsip masyarakat yang bermartabat dan manusiawi, untuk menghentikan perahu penyelundup manusia," kata Abbott melanjutkan.
Menghemat uangSementara, mantan menteri imigrasi Australia, Philip Ruddock menyatakan bahwa pemerintah Australia akan menghemat uang jika memang membayar para penyelundup manusia.
"Jumlah uang yang diduga dibayarkan (Australia) sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya pengelolaan ribuan imigran gelap yang diselundupkan ke Australia," kata Ruddock, dikutip dari Sydney Morning Herald, Senin (15/6).
"Imigran gelap hasi penyelundupan manusia membuat Australia harus mengeluarkan uang jutaan dolar," kata Ruddock melanjutkan.
Senator Partai Hijau, Larissa Waters, menyatakan partainya akan berupaya membawa tuduhan penyuapan ini ke Senat pada Senin (15/6) untuk mengupayakan penyidikan atas kasus suap ini.
Juru bicara Kemenlu RI, Arrmanatha Nasir sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah Australia melakukan tindakan “paling rendah” jika tuduhan ini benar adanya.
Menlu RI, Retno Marsudi juga telah menanyakan masalah ini kepada duta besar Australia di Indonesia, Paul Grigson, yang baru kembali ke Jakarta sejak dipanggil pulang ke Australia pasca eksekusi mati duo Bali Nine, dua warga Australia dalam kasus narkoba.
Tuduhan penyuapan juga menguat menyusul laporan juru bicara badan pengungsi PBB, James Lynch, pekan lalu yang menyatakan bahwa staf UNHCR telah mewawancarai 65 manusia perahu, "dan mereka menyatakan bahwa para awak kapal menerima pembayaran."
Pencari suaka dari Bangladesh, Myanmar dan Sri Lanka tiba di Pulau Rote pada akhir Mei setelah dicegat oleh Angkatan Laut Australia dalam perjalanan ke Selandia Baru.
Koalisi konservatif Abbott menerapkan kebijakan imigrasi yang keras, utama setelah kembali memimpin pemerintahan pada September 2013. Sejumlah upaya militer dilakukan Australia untuk mencegah imigran gelap memasuki negara itu.
Kebijakan tersebut juga meliputi pengiriman pencari suaka yang tiba di Australia ke sejumlah kamp detensi di Pulau Nauru dan Papua Nugini meski menuai kritik keras dari kelompok hak asasi.
Sejak penerapan kebijakan tersebut, hanya satu perahu pencari suaka yang berhasil berlabuh di daratan Australia sejak Desember 2013.
(ama/stu)