Konflik Memanas, Warga Yaman Terancam Penyakit dan Kelaparan

Fadli Adzani/Reuters | CNN Indonesia
Jumat, 26 Jun 2015 11:26 WIB
Tiga bulan sejak serangan udara pimpinan Arab Saudi di Yaman, warga Yaman makin menderita karena terjebak di tengah konflik sedang pasokan diblokade.
Tiga bulan sejak serangan udara pimpinan Arab Saudi di Yaman, warga Yaman makin menderita karena terjebak di tengah konflik sedang pasokan diblokade. (Reuters/Khaled Abdullah)
Sanaa, CNN Indonesia -- Abdullah Musleh yang masih berumur 8 tahun, berteriak kesakitan di rumah sakit di Sanaa pada Rabu (24/6) ketika dokter mencoba membersihkan wajahnya yang terluka. Musleh adalah salah satu di antara banyaknya korban perang di Yaman yang mengancam warga setempat dengan kelaparan.

"Kami sedang berada di rumah ketika serangan udara jatuh di pangkalan rudal di gunung dekat rumah kami," kata ayah Musleh, sambil menggambarkan bagaimana serangan udara bulan lalu itu menghujani sebagian ibu kota Yaman.

"Pecahan besi berterbangan di atas rumah-rumah, kami mencoba menyelamatkan diri tapi kami sedang berada di jalanan pada saat itu, dan satu buah besi mengenai wajah anak saya. Walaupun dokter bisa mengambil pecahan besi tersebut, dia masih butuh bantuan," tambahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah negara yang dinobatkan sebagai negara termiskin dan paling tidak stabil di Semenanjung Arab tersebut, berada dalam cengkraman bencana kemanusiaan setelah serangan udara pimpinan Arab Saudi dimulai sejak Maret lalu.

Terputus dari dunia luar, 25 juta penduduk Yaman kini mangsa dari kelaparan, penyakit dan rasa takut akan kematian selalu datang.

"Hal yang paling menakutkan, lebih buruk dari apa yang telah kami alami, adalah tembakan membabi-buta yang menghujani kami setiap hari,” ujar Saleh Hashem, seorang pensiunan guru dari Aden.

Di wilayah pelabuhan di selatan Yaman, demam berdarah sedang mewabah. Menurut PBB, lebih dari 3.000 orang di Yaman telah terinfeksi.

Tank dan penembak jitu

Penembak jitu bersembunyi di atap-atap rumah warga dan tank menelusuri jalanan, tidak hentinya mengeluarkan tembakan sementara warga bersembunyi di dalam ruangan.

"Kau tidak akan tahu dari mana (peluru) akan datang, tapi kau tahu bahwa itu bisa membunuhmu, sama seperti mereka membunuh wanita dan anak kecil setiap harinya," ujar Hashem.

Ketika kelompok pemberontak Syiah al-Houthi maju menuju Aden pada akhir maret lalu, aliansi negara-negara Arab mulai melakukan pengeboman untuk mengembalikan legitimasi presiden Abd-Rabbu Mansour Hadidan yang telah melarikan diri ke Riyadh, Saudi.

Meski intervensi Saudi ke Yaman berhasil menahan kemajuan Houthi, pasukan aliansi gagal mendorong milisi untuk mundur. Ini mengakibatkan sejumlah besar warga sipil terperangkap di tengah-tengah pertempuran di Yaman selatan.

Houthi mengatakan bahwa tujuan mereka adalah bagian dari revolusi melawan pemerintahan yang korup dan melawan militan Islam. Namun Arab Saudi dan negara sekutunya menganggap Houthi adalah kepanjangan tangan Iran, dan tak akan membiarkan kelompok Syiah itu menguasai Yaman.

Saudi bertekad untuk menggagalkan setiap pengiriman senjata ke Houthi, dan memberlakukan pula blokade total pada produk impor yang sangat diandalkan oleh Yaman, yakni makanan, bahan bakar dan obat-obatan.

Warga yang seharusnya berbuka puasa di bulan Ramadhan menggunakan nasi, roti atau ikan, sekarang jadi kesulitan untuk menemukan makanan.

Tak berhenti di sana, setelah gelombang serangan pengeboman mematikan yang dilakukan oleh ISIS ke masjid-masjid di Sanaa, warga jadi lebih sering beribadah dirumah masing-masing.

Menurut PBB, 3.000 orang telah tewas dalam konflik Yaman, lebih dari satu juta meninggalkan rumah mereka dan lebih dari setengah populasi Yaman tidak memiliki akses untuk mendapatkan makanan.

"Yaman juga mengandalkan 90 persen dari produk makanannya dari produk impor. Akan tetapi, sekarang ini, produk impor tersebut tidak bisa sampai ke warga karena terhambat oleh peperangan," kata Sekretaris Pembangunan Internasional Inggris, Justine Greening.

Blokade yang diterapkan oleh Saudi demi menghentikan pasokan senjata untuk Houthi berimbas pula pada berhentinya pasokan makanan dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan oleh warga Yaman. (Reuters/Khaled Abdullah)
Risiko kelaparan

"Ribuan dari warga Yaman telah kehilangan nyawanya pada gelombang terakhir kekerasan, akan tetapi, jutaan jiwa sedang berada dalam risiko kelaparan di akhir tahun ini," tambah Greening.

Dengan setengah dari populasi Yaman masih berumur dibawah 18 tahun, trauma yang didapatkan dari peperangan memberikan dampak yang besar pada anak-anak.

Hampir 16 ribu orang terluka dalam konflik ini, namun hanya bantuan medis yang mereka terima jauh dari memadai.

“Jika seorang anak kecil terluka, akan banyak rintangan untuk memberikan dia pengobatan yang memadai," kata Jeremy Hopkins dari UNICEF di Yaman.

"Kekurangan bahan bakar membuat sangat sulit bagi warga untuk pergi ke rumah sakit. Gas sangat langka ditemukan, antrian di SPBU bisa mencapai beberapa kilometer panjangnya," tutur Hopkins.

Ia menambahkan bahwa walaupun warga bisa sampai ke rumah sakit, tak mudah bagi mereka untuk mendapatkan perawatan, karena tidak ada bahan bakar untuk menjalankan fasilitas rumah sakit tersebut, kemudian, tidak akan ada obat karena terhalang peperangan serta tidak ada karyawan di rumah sakit. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER