Riyadh, CNN Indonesia -- Jumlah tahanan di penjara khusus teroris di Arab Saudi sempat menurun karena banyaknya tersangka al-Qaidah yang telah dibebaskan. Namun belakangan, jumlahnya merangkak naik setelah terjadi konflik di Irak dan Suriah.
Reuters pada Senin (6/7) menyambangi penjara Ha'er di selatan Riyadh, menyaksikan sendiri jumlah tahanan kasus terorisme yang meningkat.
Direktur Penjara Ha'er, Kolonel Mohammed Abu Salman mengatakan bahwa pada November 2013 jumlah tahanan turun hingga menjadi 2.289 setelah mencapai puncaknya pada Desember 2010, yaitu 5.501. Kini jumlahnya bertambah lagi menjadi 4.209 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebanyakan tahanan adalah para pemuda yang geram dengan konflik yang menimpa umat Sunni di Suriah oleh rezim Syiah Bashar al-Assad. Per Maret lalu, hampir 2,300 warga Saudi berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok jihadis seperti ISIS dan Front Al-Nusra, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri Saudi.
Saudi memang menentang kekerasan oleh rezim Assad yang membunuhi rakyatnya. Namun pemerintahan Raja Salman mengecam warganya yang turut dalam peperangan tersebut dan memberikan mereka hukuman berat.
"Saya hanya salah satu pemuda yang ikut berperang. Sepupu ibu saya adalah warga Suriah, jadi saya ingin membantu," kata seorang tahanan berusia 25 tahun.
Dia lumpuh dari pinggang ke kaki setelah tertembak di punggung oleh
sniper rezim Assad di provinsi Idlib, Suriah, setelah berperang bersama Al-Nusra selama dua tahun. Seperti tahanan lainnya di Ha'er, dia dilarang petugas menyebutkan namanya pada wartawan.
Penjara ini memiliki berbagai fasilitas untuk menyibukkan para tahanan. Kebanyakan mereka menghabiskan hari di lapangan olahraga, beberapa ada di klinik, perpustakaan atau di dalam sel.
Para tahanan yang mayoritas berperawakan muda mengaku pergi ke Suriah setelah membaca berita dan propaganda di sosial media.
Sekelompok tahanan terlihat menikmati udara malam di lapangan yang dikelilingi tembok tinggi dan tebal. Lantainya terbuat dari rumput sintetis. Di antara mereka adalah pemuda berusia 17 tahun yang masih mengenakan kawat gigi dan pria 18 tahun yang menyerahkan diri setelah berubah pikiran dari berperang di Suriah.
Para pemuda ini air mukanya cerita dan sering tersenyum.
Duduk bersama mereka adalah pria berjenggot usia 27 tahun dari al-Kharj, selatan Riyadh, yang telah menghabiskan enam bulan bertempur dengan Muhajirin, kelompok yang menjadi cikal bakal ISIS.
Dia memilih untuk pulang ke Saudi karena rindu pada istri dan putri-putrinya. Pria ini lantas ditangkap di bandara Jeddah.
 Tahanan di penjara khusus teroris Ha'er tengah bermain voli. (Reuters/Faisal Al Nasser) |
"Video online dan pemberitaan yang meyakinkan saya untuk pergi ke Suriah. Saya pergi melalui Riyadh menuju Mesir, setelah tiga hari, ke Istanbul. Dari situ saya menuju Hatta dan telah ditunggu oleh para penyelundup yang meminta bayaran untuk memasukkan kami ke Suriah," ujar dia.
Ada kelompok lain yang berusia lebih tua dan jarang tersenyum. Seorang di antara mereka telah menghabiskan 10 tahun berperang di Afghanistan. Dia adalah generasi awal militan Saudi yang berperang ke luar negeri untuk membantu sesama Muslim.
Di klinik psikiater, ada seorang pria dengan peci putih dengan tangan terborgol. Dia telah menghabiskan 11 tahun di penjara itu atas dakwaan terorisme. Masa tahanannya tinggal dua tahun lagi. Seperti pria sebelumnya, dia adalah generasi awal warga Saudi yang berperang ke luar negeri.
Taktik baruMenurut pengamat keamanan yang punya hubungan dekat dengan Kementerian Dalam Negeri Saudi, Mustafa Alani, tidak seperti al-Qaidah sepuluh tahun lalu, ISIS tidak memiliki jaringan keanggotaan di Saudi.
Namun ISIS memiliki perencanaan serangan yang matang. Seperti pengeboman masjid Syiah Mei lalu, ISIS merencanakan serangan di luar negeri dan berkomunikasi dengan para pendukungnya di Saudi untuk menyediakan logistik bagi para anggota yang akan melakukan operasi.
Para pelaku penyerangan adalah orang-orang yang kurang terlatih perang. Artinya, dengan teknik ini serangan akan jarang terjadi karena sumber daya yang kurang dan tidak mumpuni. Namun teknik semacam ini menyulitkan aparat untuk mengendus rencana dan menangkap para pelaku sebelum serangan dilakukan.
Beberapa orang di tahanan Ha'er bukanlah anggota ISIS atau ikut berperang di Suriah. Mereka hanya membantu penyediaan logistik atau bantuan untuk para militan atau buronan terorisme, seperti memberi tempat perlindungan atau uang.
Mereka kini harus terbiasa dengan lorong penjara yang panjang dengan tembok putih dan ubin abu-abunya yang dingin, bau cairan pembersih ruangan yang bercampur keringat tahanan, dan makanan di piring plastik yang dimasukkan dari celah pintu sel.
Di ujung lorong penjara, terdapat satu dari enam ruang interogasi. Terlihat seorang pria bertubuh gempal, terborgol tangannya dan ditutup matanya, menunggu untuk diinterogasi.
Setelah menghabiskan masa tahanan di penjara ini, mereka akan diikutsertakan dalam program rehabilitasi untuk para militan di Arab Saudi. Program rehabilitasi adalah lanjutan dari program serupa yang telah dijalankan di penjara, seperti konsultasi dengan psikiater dan para ulama.